19 September 2009

Puasa Sial

Panas terik membakar bumi. Sebetulnya, saat saya hendak berangkat pergi takziah ke Prajjan (Sampang), kerongkongan tidak begitu kering. Puasa-pusa begini, wah, saya akan menempuh perjalanan 65 km X 2; takziah; nyampe siang hari; tak ada kopi atau camilan: semua tagline ini sudah terbayang dalam batok kepala. Saya memang berangkat mepet shalat Jumat, kira-kia 15 menit menjelang angka 11 siang dari rumah.

Saat tiba di rumah mertua,  di Pamekasan, shalat jumat hampir didirikan. Seperti biasa, halaman depan rumah itu, jika Jumat begini, dijadikan tempat parkir sepeda motor dan becak. Nah, begitu saya mau parkir Colt, tentu susah masuknya karena halaman telah sesak oleh kendaraan roda dua dan roda tiga. Parkir di tepi jalan, tidak mungkin, khawatir bikin macet. Yang membuat semakin sesak areal parkir itu adalah karena ada mobil yang parkir duluan dekat pintu masuk, merintangi jalan.

Saya tetap ngotot masuk, mencari celah agar bisa parkir di halaman “rumah” sendiri. Tapi, tiba-tiba, seseorang menyerobot jalan, masuk dan hendak parkir di halaman “rumah saya”. Hebatnya, saya tidak kenal sama orang ini. Dan tanpa lebih dulu turun dari sepeda motornya, dia berkata dengan suara keras seperti ada membran TOA di tenggorokannya, “Pak, kalau mobil parkir di selatan, Pak. Di sini cuma buat parkir sepeda motor dan becak! Sana, Pak, ke selatan…”

Sial benar nasib saya, ha, ha, ha: mau parkir di rumah sendiri justru dilarang oleh tamu. Satu hal yang saya catat dari pengalaman hari ini. Main serobot itu ternyata tetap berjalan di bulan puasa. Hal ini juga malah mirip nasib bangsa saya, bangsa kita.

15 September 2009

Bahasa Madura Rasa Arab


جَاءالنَّاسِئُ ِلمَا تقِرْ


والشَّاطيُ ِلمَا طُؤْعُورْ


اَلتِّيُّ لا, قافِيُّ لا, والسُّوسو إيَّاهْ


اَو ليمُونَ لم فُطولاً فُطولاَ



Nase’ lema taker
Sati lema to’or

Etté? nje’!
Kopi? Enje’ keyyah
Mun bhada susu, mara dimmah!
Otabha limun lema bhutoL

(NB: pesan anonim, entah siapa pengarangnya)

14 September 2009

Prosa untuk Mazda

Setelah terucap: “Saya menjual, saya membeli”, ijab-qabul telah terjalin, jual-beli telah terjadi.


Pukul 4.35 pagi, 14 September 2009, mobil ini telah pergi meninggalkan Sabajarin menuju Banyuwangi. Selamat jalan, Mazda! Jasamu padaku cukup banyak meskipun beberapa kali kamu pernah merepotkanku: putus ban kipas dan batere-mu yang gak nge-charge. Dan terjadilah dorong-dorongan. Tapi, da’ apa-apa da’. Biarlah, aku terima itu. Karena dibandingkan dengan jasa-jasamu mengantarkanku pergi ke mana-mana, itu tak seberapa.


Dan ingat ini, ya! Tak perlu pakai acara mogok! Meskipun bagiku mogok itu “mobiliawi”, seperti halnya sakitku yang “manusiawi”, tapi tolong kasihani tuanmu yang baru. Dia masih belum akrab dengan hal-hal semacam itu.


Selamat jalan, semoga selamat sampai tujuan. Hati-hati di jalan. Jangan paksa kalau tubuh capai. Jangan menyalip kalau pandangan tak bebas. Itu bukan tekat, tapi kormeddal namanya!

* * *

Seolah punya perasaan, mobil itu berjalan pelan meninggalkan sesuatu di dada dan mataku. Dengan pengemudi Haji Alwalid dan co-driver Ahmad Kholis, cahaya lampu kota mobil itu merembes dalam gelap, merah di kanan dan putih di kiri karena kaca lampunya yang telah pecah, pelan-pelan semakin meredup, lalu menghilang di tikungan, di atas Sumber Daleman.


Catatan: kok bisa ada emosi di sana, ya? Padahal, ini kontak besi dengan hati. Dari mana chemistry itu? Lalu, jika dengan "besi" saja bisa tersentuh, masa aku tidak akan tersentuh dengan hati sesama? Keterlaluan, kan? :-)


13 September 2009

Napsu MeddaL

Siang ini, seleraku benar-benar meddal: pengen es nutrisari! Padahal, aku bermusuh dengan es batu: nyaris tak pernah minum es batu, terutama di bulan puasa. keras & pusing.


Lalu, disiapkanlah nutrisari. Tapi, Maghrib nanti juga harus buat kopi. Gak nendang tanpa kopi, si teman tembakau. Tapi, kayaknya, kolak pisang juga harus disipakan, karena ini, aromanaya, enak sekali. Tapi, nasi masak gak usah?


Semua itu rencana, tapi bila bila azan tanda berbuka telah tiba, segelas air putih ternyata, eh, ternyata mampu mengalahkan keinginan itu semua. Ya, begitulah.


Napsu dilawan, tak selesai-selesai.

Napsu pake turbo ganda, dan juga los solar.


Blog kiri, blong kanan. Meddal.

04 September 2009

Workshop Penonton


Saat nonton festival teater di Aula Asy-Syarqawi, kulihat penonton berjubel. Ramai sekali. Para penonotn umumnya siswa SLTA dan SLTP. Sebagian kecil saja yang sudah jadi mahasiswa. Aku menghitung selayang pandang, sekitar 400-450-an orang tumpek blek di sana.

Kondisi seperti ini jelas tidak kondusif, terutama untuk pementasan, mengignat peristiwa ini terjadi bukan di Balai Sarbini atau gedung teater modern milik Taman Ismail Marzuki, melainkan di sebuah aula yang bukan gedung pertunjukan, ruang tertutup berkapasitas 2000 hadirin, tidak dilengkapi dengan tata ruang ber-akustik baik. Suara berisik dan gaduh pastilah jadi problem ketaknyamanan yang pertama.

Namun, kegaduhan tidak terjadi di sana. Penonotn duduk manis menikmati jalannya pertunjukan. Kecuali hanya pada bebrapa titik saja terdengar orang mengobrol sesama kawan duduknya. Di aula itu, hadirin bukan saja datang untuk menonotn pertunjukan, malainkan ada juga pengunjung bazar yang berseliwer untuk melihat-lihat pameran buku di dalamnya. Dan secara umum, jika mengitung jumlah pengunjung seramai ini, aku merasa heran, justru karena pengunjung relatif tidak gaduh dan terkesan menikmati pertunjukan. Dalam hati aku membatin, “Alhamdulillah, anak-anak di sini rupanya sudah menjadi penonton yang baik, tidak seperti penonton pertunjukan seni/teater di Indonesia pada umumnya, bahkan mungkin bisa disejejarkan dengan masyarakat pecinta teater di negera-negara maju.”

Seorang kawan yang kebetulan tinggal di Jerman, Farid Mustofa namanya, mengirim surat seperti ini kepada saya beberapa waktu lalu:

...malamnya aku lihat musik klasik di lapangan. Orchstra kota ini, Gewandhaus orchestra namanya, sudah 6 abad usianya, J.Bach, Bethoven, Mandelson pernah di sini. Dlm rangka ultah salah satu komponis besarnya, Felix Mendelson, orchestra yg jadi barometer musik eropa dan dunia ini memberi kesempatan rakyat jelata menonton di lapangan, krn klo di gedung karcisnya mahal. Meski di lapangan tatacaranya sama dg di dlm ruang, misal ga boleh berisik, motret dg blitz, nyoting. Aku makan kacang...ditegur depanku. Cewek. Mangkel aku. Krn sblmnya dia dengan suara gemerecak dia cepokan sama pacarnya. Tahun depan kalo ada lagi, dan aku bs bhs jerman, mau genti tak marahi. Mentang2..

Betapa pentingnya menjadi penonton yang baik. Di Eropa, dan negara-negara maju yang lain, saat menonton pertunjukan seni, karena kebiasaan dan iklimnya, serta merta kita akan menjadi “terdidik dan terpelajar” dengan sendirinya. Tetapi di sini, apalagi pentas teater, tetap saja kurang bisa menghargai pementasan. Rame ya rame. Pentas dangdut dan pentas baca seni/teater nyaris sama gaduhnya. Yang membedakan hanya jumah penontonnya.
Sudah sering kudengar adanya wokrshop teater, workshop keaktoran, tetapi belum ada workhop penonton. Kita dilatih menjadi aktor, membuat naskah, menjadi sutradara yang baik, tetapi tidak pernah dilatih menjadi penonton yang baik. Barangkali, panitia acara ini, telah melakukan “workshop penonton” sebelumnya sehingga pada malam itu, di aula itu, hadirin benar-benar menikmati jalannya pertunjukan teater.

Kudatangi ketua panitianya dan aku berucap salam untuk memberikan selamat. “Hebat, sukses acaramu. Pentas teater sebegini banyaknya dihadiri oleh siswa-siswa Aliyah dan SMA, tetapi penonton cukup terkendali. Tidak gaduh. Apa caramu mengkondisikan suasana seperti ini mengignat pertunjukan kawan-kawan juga tidak begitu bagus?”

Apa jawabnya? Ini dia:
"Jika ada yang gaduh, saya datangi sumber suara, langsung jewer telingnya!”

Entri Populer

Shohibu-kormeddaL

Foto saya

Saya adalah, antara lain: 6310i, R520m, Colt T-120, Bismania, Fairouz, Wadi As Shofi, Van Halen, Puisi, Hard Rock dll

Pengikut

Label

666 (1) Abdul basith Abdus Shamad (1) adi putro (1) adsl (1) Agra Mas (1) air horn (1) akronim (1) Al-Husari (2) alih media (1) Alquran (1) amplop (1) Andes (1) Android (1) anekdot (3) aula asy-syarqawi (1) Bacrit (2) bahasa (5) baju baru (1) baju lebaran (1) Bambang Hertadi Mas (1) banter (1) Basa Madura (1) basabasi (1) batuk (1) bau badan (1) bau ketiak (1) becak. setiakawan (1) belanja ke toko tetangga (1) benci (1) bis (3) bismania (2) BlackBerry (1) Blega (1) blogger (2) bodong (1) bohong (2) bolos (1) bonceng (1) bromhidrosis (1) Buang Air Besar (BAB) (1) buat mp3 (1) budaya (1) buku (2) buruk sangka (2) catatan ramadan (4) celoteh jalanan (1) ceramah (1) chatting (1) chemistry (1) cht (1) Cicada (1) Colt T 120 (1) corona virus (1) Covid 19 (1) cukai (1) curhat (5) defensive driving behavior development (1) dering (1) desibel (2) diary (1) durasi waktu (1) durno (1) ecrane (1) etiket (17) fashion (2) feri (1) fikih jalan raya (1) fikih lalu lintas (1) fiksi (2) filem (1) flu (1) gandol (1) gaya (1) ghasab (1) google (1) guru (2) guyon (1) hadrah (1) handphone (1) Hella (1) hemar air (1) Hiromi Sinya (1) humor (2) ibadah (2) identitas (1) ikhlas (1) indihome (1) inferior (1) jalan raya milik bersama (1) jamu (1) jembatan madura (1) jembatan suramadu (2) jenis pekerjaan (3) jiplak (2) jual beli suara (1) Jujur (3) Jujur Madura (1) jurnalisme (1) jurnalistik (3) KAI (1) kansabuh (1) Karamaian (1) karcis (1) Karina (1) Karma (1) Kartun (1) kebiasaan (5) kecelakaan (2) kehilangan (1) kenangan di pondok (1) Kendaraan (2) kereta api (1) keselamatan (1) khusyuk (1) kisah nyata (7) Kitahara (1) kites (1) klakson (1) klakson telolet (1) kode pos (2) kopdar (2) kopi (1) kormeddal (19) korupsi (2) KPK (1) kuliner (2) L2 Super (2) lainnya (2) laka lantas (1) lakalantas (1) lampu penerangan jalan (1) lampu sein (1) layang-layang (1) lingkungan hidup (3) main-main (1) makan (1) makanan (1) malam (1) mandor (1) Marco (1) masjid (1) Mazda (1) menanam pohon (1) mengeluh (1) menulis (1) mikropon (1) mimesis (1) mirip Syahrini (1) mitos (1) modifikasi (1) money politic (1) Murattal (1) musik (1) nahas (1) napsu (1) narasumber (1) narsis (1) Natuna (1) ngaji (1) niat (1) Nokia (1) nostalgia (2) Orang Madura (1) Paimo (1) pandemi (1) pangapora (1) paragraf induktif (1) parfum (1) partelon (1) pasar (1) pekerjaan idaman (1) pemilu (1) peminta-minta (1) pendidikan (1) pendidikan sebelum menikah (1) penerbit basabasi (1) pengecut (1) penonton (1) penyair (1) penyerobotan (1) Pepatri (1) perceraian (2) Perempuan Berkalung Sorban (1) perja (1) perjodohan (1) pernikahan (1) persahabatan (1) persiapan pernikahan (1) pertemanan (1) pidato (1) plagiasi (2) plastik (1) PLN (1) pola makan (1) poligami (1) polisi (1) politik (1) polusi (1) polusi suara (2) Pondok Pesantren Sidogiri (1) ponsel (2) popok (1) popok ramah lingkungan (1) popok sekali pakai (1) PP Nurul Jadid (1) preparation (1) profesional (1) PT Pos Indonesia (1) puasa (5) publikasi (1) puisi (2) pungli (1) Qiraah (1) rasa memiliki (1) rekaan (1) rempah (1) ringtone (1) rock (1) rokok (1) rokok durno (1) rumah sakit (1) Sakala (1) salah itung (2) salah kode (3) sanad (1) sandal (1) santri (1) sarwah (1) sastra (1) sekolah pranikah (1) senter (1) sepeda (3) sertifikasi guru (1) sertifikasi guru. warung kopi (1) shalat (1) shalat dhuha (1) silaturrahmi (1) siyamang (1) SMS (1) sogok bodoh (1) sopir (1) soto (1) sound system (1) stereotip (1) stigma (1) stopwatch (1) sugesti (1) sulit dapat jodoh (1) Sumber Kencono (1) Sumenep (1) suramadu (1) syaikhona Kholil (1) takhbib (1) taksa (1) tamu (2) Tartil (1) TDL (1) teater (1) teknologi (2) telkomnet@instan (1) tengka (1) tepat waktu (1) teror (3) tertib lalu lintas (28) The Number of The Beast (1) tiru-meniru (1) TOA (2) tolelot (1) Tom and Jerry (2) tradisi (1) tradisi Madura (4) transportasi (1) ustad (1) wabah (1) workshop (1) Yahoo (1) Yamaha L2 Super (1)

Arsip Blog