Menelepon gak bisa-bisa, padahal ini bukan malam Minggu.Kesal juga akhirnya, meskipun saya tahu, dengan slogan tarip termurah, operator selulerku ini berperangai jaringan sibuk.Tapi, itu dulu, sekarang enggak lagi, atau setidaknya, mendingan lah.
Lama-kelamaan, iseng-iseng saya panggil *sekian-sekian-sekian#. Ternyata, sisa pulsa hanya Rp 819,- saja. Yah, wajar saja enggak bisa menelepon. "Karena itu, Pak Operator, saya minta maaf. Saya telah shu’ud down kepada Sampeyan! Habis, akhlak Sampeyan dulu-dulunya sok begitu sih."
* * *
::citra buruk yang berlangsung dalam waktu lama sulit diperbaiki dalam waktu yang singkat; selalu berbuat baik dalam waktu yang lama, bisa dihancurkan citra buruk hanya dalam beberapa detik
Kemarin, saya merasakan sensasi istirahat yang benar-benar nikmat setelah beberapa hari ini tubuhku terasa capai-capai karena keseringan lembur: tidur jam 5 pagi, bangun jam 10 lewat. Lalu, lanjut lagi: tidur jam 1.30 siang, bangun jam 4 sore; bayi gede deh.
Sensasi ini menautkan ingatanku pada suatu siang, beberapa tahun yang lalu. Saat itu, dulu ketika anggota keluarga besarku masih lengkap, saya mempunyai pengalaman tidur siang yang begitu inspiratif, impulsif, rekreatif, dan if-if yang lain.
Siang itu, saya nawaitu istirahat, berbaring untuk rehat. Sambil mencolokkan charger untuk ngecas ponsel 5110-ku, saya berandai, “Nanti, batere pasti sudah penuh ketika aku bangun,” demikian pikirku. Saya ingat, waktu itu jam 2 siang kurang seperempat ketika saya berbaring. Dalam pikiran, saya bayangkan nanti saya akan bangun jam 4 sore, atau jam 4.30 paling telat (berhubung saya sedang sangat capai). Badan saya telentangkan, mata coba berpejam. Benar, tak butuh waktu lama, pikiran sudah melayang, terjadilah tidur yang sebenar-benar.
* * *
Kaget bukan alang-kepalang ketika saya bangun dan mata menjurus ke arah jam meja, pukul 5:10. "Astaghfirullah, belum shalat ashar,” pikirku spontan. Dengan reaksi cepat dan sigap, saya mengambil air wudhu dan shalat ashar pun dilakukan.
Selesai shalat, dengan pandangan mata cerah dan wajah gemilang, saya membuka pintu, hendak keluar untuk menikmati pemandangan senja yang mulai temaram. Saya melihat seorang santri melenggang keluar biliknya. Di dadanya, saya duga ia sedang mendekap kitab shahihbukhari. “Loh, kok mau ngaji kitab menjelang Maghrib?” batinku sambil mengurungkan niat, sembunyi ke balikpintu. Dan setelah mengusap mata, betul, saya sadar. Ternyata, waktu itu jam 5 pagi, di hari Kamis pagi. Sedangkan cerita pada paragraf pertama yang kutulis di atas berkisah tentang tidurku pada hari Rabu siang.
Astaghfirullah..
Subhanallah..
Andai saya tidur selama itu di atas jok kendaraan yang dipacu rata-rata 80-100 kilometer per jam, insya Allah, jika saya berangkat dari Guluk-Guluk, saat bangun, mungkin saya sudah tiba di tol Cikampek dan siap masuk kota Jakarta.
Sebelumnya, saya tidak pernah membayangkan ada sekelompok orang datang dari jauh, (dari Jakarta tujuan Sumenep), yang tidak membawa urusan berat/serius, dan pulang kembali ke tempat mereka berasal setelah 2,5 jam duduk sebagai tamu di rumahku.
Sabtu kemarin, 3 April 2010, hal itu benar-benar aku alami. Rekan-rekan dari Bismania Community dan Haryanto Mania Jakarta, bertandang ke rumahku di desa Guluk-Guluk. Mereka menempuh perjalanan sekitar 1000-an kilometer dalam waktu hampir 24 jam. Ini merupakan satu di antara sedikit pengalamanku yang paling berkesan, juga aneh, karena merupakan sebuah “kunjungan kehormatan” dari sebuah komunitas penggemar bis Indonesia kepada seseorang yang rumahnya berada jauh di pelosok, bukan di dekat jalur yang biasa dilalui bis.