Tiba di TKP, pihak PLN bersama petugas yang lain, langsung melakukan interogasi:
"Sampeyan kan penduduk biasa, seharusnya listriknya pakai tipe R, Pak. Ndak boleh begini caranya."
Pak Emmus berkelit, "Saya ndak tau apa-apa, Pak. Waktu daftar dulu, ya, saya cuma setor KTP dan pihak bapak telah mencatatnya. Yang salah saya apa salah yang mencatat, Pak?" Pak Emmus balik bertanya.
"Lha, iya, maksudnya, di atas rekening, atas namanya kok MUSOLLA, tapi kenyataannya Sampeyan pakai untuk pribadi. Emang ada di mana musala-nya?" Petugas memutar-mutar matanya, menyelidik keadaan sekitar, tanda curiga.
"Ya, saya ini!" Pak Emmus menepuk-nepuk dadanya.
"Iya ngerti. Maksud kami, Sampeyan bangun musala itu di sebelah mana? Biar kami mengecek meterannya.."
"Lah, bapak ini. Nama saya Musolla, Pak!" jawab Pak Emmus muwantab yang seketika itu pula membuat nyali petugas PLN tersebut lemas bagai kehabisan tegangan, ngedrop tiada tara.
Mangkanya...
(Catatan: Kisah nyata ini saya dapatkan dari Kiai Umar Faruk (Soklancar); dari Kiai Zainuddin (Taro'an); dan beliau dari si pelaku cerita; shahih)
8 komentar:
Baca tulisan ini saya merasa menjadi pihak PLN. karena akhirnya serba salah, saya 'kagiren, pengen nyubit Pak Emmus' hehehe.
ya, begitulah kelebihannya Madura. Nama Arab berlimpah:
Tak ada jama'ah, musolla pun jadi.
cerita ini menerbitkan tawa di sore hari. Duh, semua orang memang patut berbahagia dengan kehadiran Gus Faizi?!
Alhamdulillah jika demikian. Saya senang, tawanya sampai Malaysia...
Walah... :-)
Mungkin mbaca Shod nya kurang tartil kali ya, si Pelapor... :-)
Achen: he..he..
ini masih mending ketimbang di terminal-terminal yang demi terciptanya sensasi ke-Arab-an (yang justru jadi ARABPathe genah, he..he..) menggunakan akhiran "H"
--menjadi "musollaH"
ha ha ha ha.. :ngakak mode on.. :))
jangan2 musolla yang dimaksud dalam cerita itu teman saya waktu kelas III (Khusus)MTs1 A. Dulu mondok di Latee.. masih ada gak ya sekarang..?
bukan faizi kalau tulisannya tidak bergizi. ro' nyero'. kagiren.
Posting Komentar