Syaikh Abdul Bastih Abdus Shamad merupakan salah seorang qari’ yang memiliki suara yang istimewa dalam segala sisinya, kejernihannya, kefasihannya, juga dalam tinggi-rendahnya suara. Lainnya, beliau juga memiliki nafas yang kuat sehingga terkadang beliau mampu membaca ayat yang satu ke ayat yang lain dengan satu tarikan napas. Biografi syaikh dapat Anda temukan di Wiki, di sini:
Terbitan ini saya naikkan demi permohonan teman yang secara tidak sengaja menemukan kerinduannya pada masa lalu, tepatnya pada suara Syaikh Khalil al-Husari pada terbitan saya yang berjudul “Al-Hujurat dan Ar-Rahman Versi Syaikh Mahmud al-Husari”.
Syaikh Abdul Bastih Abdus Shamad dan Syaikh Mahmud Khalil al-Husari hidup hampir semasa. Berdua mereka sama-sama berasal dari Mesir. Namun, popularitas syaikh Abdul Bastih Abdus Shamad ini dikenal lebih baik karena dia memiliki teknik bacaan yang istimewa dan beda daripada qari’ yang lain. Aritnya, syaikh ini tidak saja berbekal kebagusan suara saja. Dalam amatan saya, salah satu teknik sari syaikh Abdul Bastih Abdus Shamad yang menonjol adalah teknik “membuka-menutup mulut dengan tangan kanan guna menimbilkan efek derau” (seperti bunyi hujan yang dibawa nagin: kadang nyaring, kadang hilang). Anda bisa saksikan teknik seperti ini di dalam video-videonya yang mudah Anda temukan di internet.
Syaikh Abdul Bastih Abdus Shamad, menurut cerita yang saya peroleh dari Paman Abdul Bastih Bahar, pernah datang ke Indonesia, tepatnya di Gondanglegi, Malang. Qiraah yang beliau bacakan ini (silakan diunduh pada tautan di bawah) konon dibacakan pada sebuah haflah para qari’ yang ketika itu syaikh datang sebagai peserta biasa, bukan sebagai undangan. Namun, semua hadirin ketika itu takjub dan terkagum-kagum kepada suara beliau yang sama seklai tidak diduga sebelumnya. Tentang kebenaran riwayat di atas, saya kurang tahu persis karena berita ini saya dapat hanya dari mulut ke mulut.
(setelah membaca terbitan ini, saya mohon Anda mengirimkan sedekah surat Al-Fatihah untuk beliau. Untuk file mp3 Surat Ad-Duha, silakan unduh di sini)
06 Juni 2011
02 Juni 2011
Tambal Ban dan Pekerjaan Sampingan
Adalah Pak Sander. Dia adalah tukang tambal ban yang menekuni pekerjaannya sampai usia tua. Apa yang saya perlu ceritakan dari Pak Sander ini adalah karena dia menekuni pekerjaannnya itu tidak saja sebagai sumber penghidupan. Ya, memang seberapa banyakkah laba dari usaha tambal ban? Sering kali tengah malam orang mengetuk pintu rumahnya untuk minta tolong. Pak Sander tetap menganggap “pasien”-nya itu sebagai tamu. Karena itu, Pak Sander membuatkannya secangkir kopi lebih dulu sehingga orang tersebut bisa santai sambil menunggu ban sepeda motornya selesai ditambal.
Pak Sander adalah tukang tambal yang langka karena dia tidak akan marah dan tidak menggerutu jika dibangunkan tengah malam sekali pun. Namun, sisi lain dari kebaikan ini, ada pula terkadang orang yang memanfaatkannya. Misalnya, ada pengendara sepeda motor lalu meminta tolong ditambalkan bannya, tengah malam, dibikinkan kopi, dan meningglakan utang dengan alasan tidak membawa uang receh atau ketinggalan dompet. Utang-utang itu pun terus tak terlunasi sampai sekarang, sampai Pak Sander telah berpulang. Kasihan.
* * *
Tadi malam, saya menemukan hal serupa. Sewaktu numpang ojek dari Prenduan ke Guluk-Guluk pukul 02.10 dinihari, saya ikut ojek Pak Ram. Ban depan motor Kaze-nya pecah setelah kira-kia 4 kilometer perjalanan. Pak Ram ini menepikan kendaraannya di sebuah rumah di tepi jalan. Ia mengetuk sebuah sambil memanggil sebuah nama. Si tukang tambal keluar sambil kucek-kucek mata. Saya tidak melihat dia merengut. Ia mengeluarkan perkakas dan segera menambal. Kira-kira 20 menit, pekerjaannya selasai kami pun berngkat kembali. Pak Ram berkata, “Memang dia begitu. Dia mau dibangunkan kapan saja jika ada orang yang membutuhkan pertolongannya.”
Saya menjawab, “Orang seperti dia itu pasti sudah jarang kita temukan, ya, Pak.” Pak Ram mungkin tidak mendengar perkataan saya karena desir angin atau suara saya kalah pada bunyi knalpot sepeda motor. Saya meneruskan di dalam hati, “Dia yang bekerja jadi tukang tambal ban tidak semata sebagai sumber penghidupan, melainkan juga sebagai upaya menjadi manusia yang suka menolong.”
Pak Sander adalah tukang tambal yang langka karena dia tidak akan marah dan tidak menggerutu jika dibangunkan tengah malam sekali pun. Namun, sisi lain dari kebaikan ini, ada pula terkadang orang yang memanfaatkannya. Misalnya, ada pengendara sepeda motor lalu meminta tolong ditambalkan bannya, tengah malam, dibikinkan kopi, dan meningglakan utang dengan alasan tidak membawa uang receh atau ketinggalan dompet. Utang-utang itu pun terus tak terlunasi sampai sekarang, sampai Pak Sander telah berpulang. Kasihan.
* * *
Tadi malam, saya menemukan hal serupa. Sewaktu numpang ojek dari Prenduan ke Guluk-Guluk pukul 02.10 dinihari, saya ikut ojek Pak Ram. Ban depan motor Kaze-nya pecah setelah kira-kia 4 kilometer perjalanan. Pak Ram ini menepikan kendaraannya di sebuah rumah di tepi jalan. Ia mengetuk sebuah sambil memanggil sebuah nama. Si tukang tambal keluar sambil kucek-kucek mata. Saya tidak melihat dia merengut. Ia mengeluarkan perkakas dan segera menambal. Kira-kira 20 menit, pekerjaannya selasai kami pun berngkat kembali. Pak Ram berkata, “Memang dia begitu. Dia mau dibangunkan kapan saja jika ada orang yang membutuhkan pertolongannya.”
Saya menjawab, “Orang seperti dia itu pasti sudah jarang kita temukan, ya, Pak.” Pak Ram mungkin tidak mendengar perkataan saya karena desir angin atau suara saya kalah pada bunyi knalpot sepeda motor. Saya meneruskan di dalam hati, “Dia yang bekerja jadi tukang tambal ban tidak semata sebagai sumber penghidupan, melainkan juga sebagai upaya menjadi manusia yang suka menolong.”
Langganan:
Postingan (Atom)