Saya selalu merasa risih setiap menerima pertanyaan “kerja di mana?”. Tentu, hal ini disebabkan oleh, antara lain, karena saya sendiri adalah seorang “pengangguran”. Pengangguran? Ya, kalau pun saya bekerja sebagai penulis, sebagai penerjemah misalnya, sebagai guru ngaji umpamanya, semua jenis pekerjaan yang tekuni itu tidak dapat dicantumkan di dalam KTP. Mengapa? Ya, karena pekerjaan itu, oleh pandangan umum, dianggap “bukan jenis pekerjaan”. Buktinya, penghasilan dengan menjadi penulis an sich di negeri ini nyaris tidak dapat diandalkan untuk menjadi jawaban yang meyakinkan kepada calon mertua ketika kita hendak melamar anaknya.
Oleh karena itu, terus terang, saya tetap merasa risih ketika ada orang yang bertanya profesi dan jenis pekerjaan itu. Masa saya mau bilang wiraswasta? Rasanya itu kok hanya alasan yang dibuat-buat. Sungguh, saya selalu merasa risih untuk menjawab pertanyaan seperti itu sama risihnya dengan—andaikan—ada orang yang bertanya “Apa agama Anda?”. Umumnya, pertanyaan seperti ini memang cuma pertanyaan basa-basi yang terjadi karena pertemuan singkat di suatu tempat, di atas kendaraan umum misalnya. .
Begitulah, masih banyak orang yang selalu mengidentikkan pekerjaan itu dengan PNS, ngantor, dan jenis pekerjaan harin/rutin lainnya. Bagaimana nasib pekerjaan yang berada luar jenis seperti itu? Mari, kita datang bersama-sama ke kantor catatan sipil untuk menanyakan jawabannya.