15 Desember 2013

Perkecualian

Manusia itu hidup berdasarkan cara hidup orang kebanyakan. Jika di kanan-kirinya bercocok tanam, ia akan juga tertarik untuk turut bercocok tanam. Ini adalah pemandangan umum. Hidupnya seperti silogisme yang menyimpulkan dua premis mayor-minor.

Di antara yang begitu, ada pula yang mengambil jalan “perkecualian”. Mereka yang terkecualikan ini berada di luar jalur dan cara pandang kebanyakan. Dalam permainan anak (di Madura), ada ungkapan “sapa sé laén, daddi” (siapa yang beda, dia yang 'jadi'). Dia ‘jadi’ karena berbeda dengan kebanyakan, menjadi perkecualian. Dalam permainan tersebut tersirat satu statemen: bahwa keputusan atau pandangan umum itu biasanya ditetapkan berdasarkan kebanyakan, bukan berdasarkan asas perkecualian.

“Menjadi perkecualian” tidak selalu meninggalkan kesan baik/hebat di mata setiap orang, malah terkadang dianggap konyol atau tolol oleh yang lain. Baru-baru ini tersiar kabar adanya seseorang yang melepaskan sertifikasi guru-nya karena sadar akhir-akhir ini ia tidak mampu lagi mengajar secara maksimal. Ini adalah pilihan perkecualian di antara orang yang bahkan untuk lolos pun terkadang harus menyogok. Memilih hidup ugahari dan derana juga merupakan perkecualian di saat punya banyak kesempatan untuk berfoya-foya. Kedua contoh di atas tampak heroik di satu sisi, namun mungkin saja kelihatan konyol dari sudut pandang yang lain.

Dalam hal kesusastraan, dulu, Alquran menyindir ‘penyair kebanyakan’, yakni mereka yang disebut secara khusus dalam satu surah, Asy-Syu’ara’ (penyair-penyair) sebagai para pembual:  “Dan para penyair itu diikuti oleh orang-orang yang sesat” (224); “Tidakkah kamu melihat bahwasanya mereka mengembara di tiap-tiap lembah?” (225); “Dan bahwasanya mereka suka mengatakan apa yang mereka sendiri tidak mengerjakan(nya)?” (226). Akan tetapi, apakah para penyair itu pembual? Tunggu dulu, simak satu ayat lagi: “kecuali orang-orang (para penyair) yang beriman dan beramal saleh dan banyak menyebut Allah dan mendapatkan kemenangan sesudah menderita kezaliman. Dan orang-orang yang zalim itu kelak akan mengetahui ke tempat mana mereka akan kembali” (227).

Itulah kisah-kisah unik, terkadang juga aneh, yang ada di sekitar kita, saat ini. Dan karena anggapan kebanyakan orang adalah seperti itu, maka satu ‘orang waras’ di antara ‘orang gila’ akan ‘tampak gila’ karena ia telah menjadi perkecualian. Selamat berlibur!

5 komentar:

SUBAIDI mengatakan...

Inspiratif. Tidak banyak orang yang melakukan hal itu...

Edi Winarno mengatakan...

KARENA sebuah organisasi telah begitu dikuasai oleh kelompok orang kurang baik, saat satu orang baik ditugasi masuk ke dalamnya untuk membenahi, ia laksana setitik susu dalam belanga nila. Dalam kasus itu, doa untuknya adalah; semoga ia mampu mewarnai, bukan malah dilunturi warna yang sudah ada. Dan, ada kemungkinan ia mampu mengubah yang sudah mengakar di sana. Kecuali...

M. Faizi mengatakan...

@Subaidi: Iya, baiklah jika begitu

@Edi Winarno: betul, Mas. Itu juga yang saya maksud secara tersirat dalam posting kali ini. Banyak hal yang sebetulnya terjadi di sekitar kita dan itu unik, namun kita lupa memperhatikannya.

Hamiddin mengatakan...

Biasanya yang banyak selalu dianggap benar, padahal belum tentu. Hal-hal kecil yang tidak diperhatikan, karena orang tersebut mungkin belum memiliki pemahaman yang memadai....tapi kalo dalam menilai sikap atau perbuatan seseorang justru terbalik, kelasahan yang sedikit yang dilihat ketimbang kebaikannya yang menggunung.

M. Faizi mengatakan...

@Hamiddin:

untuk kasus yang tama (dalam komentarmu), jawabannya ada pada kaidah ushul: "hukum itu ditetapkan berdasarkan kasus kebanyakan, bukan perkecualian"

yang kedua sesuai pepatah: gara-gara nila setitik, rusak susu sebelanga

Entri Populer

Shohibu-kormeddaL

Foto saya

Saya adalah, antara lain: 6310i, R520m, Colt T-120, Bismania, Fairouz, Wadi As Shofi, Van Halen, Puisi, Hard Rock dll

Pengikut

Label

666 (1) Abdul basith Abdus Shamad (1) adi putro (1) adsl (1) Agra Mas (1) air horn (1) akronim (1) Al-Husari (2) alih media (1) Alquran (1) amplop (1) Andes (1) Android (1) anekdot (3) aula asy-syarqawi (1) Bacrit (2) bahasa (5) baju baru (1) baju lebaran (1) Bambang Hertadi Mas (1) banter (1) Basa Madura (1) basabasi (1) batuk (1) bau badan (1) bau ketiak (1) becak. setiakawan (1) belanja ke toko tetangga (1) benci (1) bis (3) bismania (2) BlackBerry (1) Blega (1) blogger (2) bodong (1) bohong (2) bolos (1) bonceng (1) bromhidrosis (1) Buang Air Besar (BAB) (1) buat mp3 (1) budaya (1) buku (2) buruk sangka (2) catatan ramadan (4) celoteh jalanan (1) ceramah (1) chatting (1) chemistry (1) cht (1) Cicada (1) Colt T 120 (1) corona virus (1) Covid 19 (1) cukai (1) curhat (5) defensive driving behavior development (1) dering (1) desibel (2) diary (1) durasi waktu (1) durno (1) ecrane (1) etiket (17) fashion (2) feri (1) fikih jalan raya (1) fikih lalu lintas (1) fiksi (2) filem (1) flu (1) gandol (1) gaya (1) ghasab (1) google (1) guru (2) guyon (1) hadrah (1) handphone (1) Hella (1) hemar air (1) Hiromi Sinya (1) humor (2) ibadah (2) identitas (1) ikhlas (1) indihome (1) inferior (1) jalan raya milik bersama (1) jamu (1) jembatan madura (1) jembatan suramadu (2) jenis pekerjaan (3) jiplak (2) jual beli suara (1) Jujur (3) Jujur Madura (1) jurnalisme (1) jurnalistik (3) KAI (1) kansabuh (1) Karamaian (1) karcis (1) Karina (1) Karma (1) Kartun (1) kebiasaan (5) kecelakaan (2) kehilangan (1) kenangan di pondok (1) Kendaraan (2) kereta api (1) keselamatan (1) khusyuk (1) kisah nyata (7) Kitahara (1) kites (1) klakson (1) klakson telolet (1) kode pos (2) kopdar (2) kopi (1) kormeddal (19) korupsi (2) KPK (1) kuliner (2) L2 Super (2) lainnya (2) laka lantas (1) lakalantas (1) lampu penerangan jalan (1) lampu sein (1) layang-layang (1) lingkungan hidup (3) main-main (1) makan (1) makanan (1) malam (1) mandor (1) Marco (1) masjid (1) Mazda (1) menanam pohon (1) mengeluh (1) menulis (1) mikropon (1) mimesis (1) mirip Syahrini (1) mitos (1) modifikasi (1) money politic (1) Murattal (1) musik (1) nahas (1) napsu (1) narasumber (1) narsis (1) Natuna (1) ngaji (1) niat (1) Nokia (1) nostalgia (2) Orang Madura (1) Paimo (1) pandemi (1) pangapora (1) paragraf induktif (1) parfum (1) partelon (1) pasar (1) pekerjaan idaman (1) pemilu (1) peminta-minta (1) pendidikan (1) pendidikan sebelum menikah (1) penerbit basabasi (1) pengecut (1) penonton (1) penyair (1) penyerobotan (1) Pepatri (1) perceraian (2) Perempuan Berkalung Sorban (1) perja (1) perjodohan (1) pernikahan (1) persahabatan (1) persiapan pernikahan (1) pertemanan (1) pidato (1) plagiasi (2) plastik (1) PLN (1) pola makan (1) poligami (1) polisi (1) politik (1) polusi (1) polusi suara (2) Pondok Pesantren Sidogiri (1) ponsel (2) popok (1) popok ramah lingkungan (1) popok sekali pakai (1) PP Nurul Jadid (1) preparation (1) profesional (1) PT Pos Indonesia (1) puasa (5) publikasi (1) puisi (2) pungli (1) Qiraah (1) rasa memiliki (1) rekaan (1) rempah (1) ringtone (1) rock (1) rokok (1) rokok durno (1) rumah sakit (1) Sakala (1) salah itung (2) salah kode (3) sanad (1) sandal (1) santri (1) sarwah (1) sastra (1) sekolah pranikah (1) senter (1) sepeda (3) sertifikasi guru (1) sertifikasi guru. warung kopi (1) shalat (1) shalat dhuha (1) silaturrahmi (1) siyamang (1) SMS (1) sogok bodoh (1) sopir (1) soto (1) sound system (1) stereotip (1) stigma (1) stopwatch (1) sugesti (1) sulit dapat jodoh (1) Sumber Kencono (1) Sumenep (1) suramadu (1) syaikhona Kholil (1) takhbib (1) taksa (1) tamu (2) Tartil (1) TDL (1) teater (1) teknologi (2) telkomnet@instan (1) tengka (1) tepat waktu (1) teror (3) tertib lalu lintas (28) The Number of The Beast (1) tiru-meniru (1) TOA (2) tolelot (1) Tom and Jerry (2) tradisi (1) tradisi Madura (4) transportasi (1) ustad (1) wabah (1) workshop (1) Yahoo (1) Yamaha L2 Super (1)

Arsip Blog