Di sebuah ruas jalan, selepas Gunung Gigir (sebelah barat Blega, Bangkalan), terjadilah peristiwa ini: ketika itu arus lalu lintas tersendat-sendat. Antrian sudah mengular, panjang sekali. Saya lihat ada banyak orang di halaman rumahnya, duduk-duduk atau berdiri di pinggir jalan, menonton kemacetan ini. Ya, rupanya, kemacetan lalu lintas menjadi hiburan tersendiri bagi mereka.
Nah, pada saat mobil-mobil sudah tidak bergerak, tiba-tiba saya melihat sebuah mobil nyerobot, masuk lewat jalur kanan, muncul begitu saja dari belakang. Eh, malah ada seorang lelaki berkoar-koar, mirip seorang supporter.
“Ayo, Pak. Masuk, masuk, masuk!”
Lelaki yang berdiri persis di tepi jalan samping saya ini mengaba-aba dengan tangannya, mempersilakan mobil-mobil yang berjejer dalam antrian agar melanggar, yaitu dengan melawan arus, ambil kanan, mengikuti mobil yang tadi sudah buka jalur lebih dulu. Tak ayal lagi, seperti mendapatkan lisensi untuk melanggar, beberapa kendaraan pun menerobos masuk, menyalip mobil-mobil lainnya yang berbaris rapi di jalur kiri. Orang yang terburu-buru atau terbiasa menerobos pasti tergoda dengan tawaran ini.
Akan tetapi, apa yang terjadi? Begitu mobil-mobil para pelanggar itu sudah menerobos masuk, mungkin ada 7 atau 10 mobil, orang yang tadi berteriak itu mendadak tertawa terbahak-bahak. Dia lantas balik badan, menghadap ke muka, sambil beteriak tak kalah nyaringnya.
“Pak polisiii… pentungin itu orang-orang, biar kapok. Dasar!”
Rupanya, perbaikan jalan di lokasi itu dijaga oleh beberapa orang aparat yang membawa pentungan. Sepertinya, pelanggaran dan penerobosan seperti ini sering terjadi di sana dalam beberapa hari ini sehingga banyak petugas yang berjaga-jaga. Saya tidak tahu, ada berapa orang yang kena semprot atau terkena pentungan. Yang pasti, saya melihat seorang polisi sedang memegang pentungan; saya juga melihat beberapa mobil kelabakan dan berusaha masuk jalur kembali (ke kiri) namun dihalang-halangi oleh mobil lainnya. Lumayan, setelah agak lama merengut, akhirnya saya tersenyum melihat komedi jalan raya ini.
Demikianlah, orang-orang di sekitar kita memang suka melakukan tindakan yang berbeda pada saat berada dalam pengawasan dan di luar pengawasan. Siapa yang mendidik cara munafik seperti ini? Yang jelas, pendidikan di dalam keluarga tidak pernah mengajari seorang anak untuk berlaku begitu. Tindakan curang seperti ini jelas bersumber dari tindakan serupa yang telah dilakukan oleh pendahulu mereka, juga aturan yang plin-plan karena uang sogokan, juga dari ketidakjujuran hanya demi hawa nafsu yang sementara saja sifatnya.
Di bawah ini adalah foto-foto yang saya cuplik dari video kualitas rendah:
Minta jalan |
mau nyerobot, masih ragu |
menggunting |
di kejauhan, di depan, tampak seorang polisi |
9 komentar:
wah semoga ini tidak merefleksikan karakter masyarakat madura dewasa ini ya..
@Mas Maoe: iya, semoga tidak seperti yang Anda sebutkan. Cuma, yang seperti ini memang terjadi di mana-mana, di Jakarta apalagi. Saya perhatikan, dulu-dulunya, di Madura, yang model begini masih belum ada. Sekarang malah ada di mana-mana
Lapor: Di Mlandingan juga macet yang disebabkan oleh pelebaran ruas jemabatan.
Eh, jujur, setiap saya mudik ke Madura, perjalanan yang teramat membosankan adalah di sepanjang Bangkalan. Hhh... Suasana pasar yang semrawut dan tak enak dipandang, membikin macet jadi sangat membosankan. Kapan ini akan berakhir?
@Zyadah: saya tidak tahu, memang begitu kok, pasar-pasar dibangun dekat jalan raya sementara terminal yang mestinya di tengah kota malah dipindah ke tengah sawah.
Banyak sekali yanag membiasakan diri memakan hak orang lain, termasuk memakan arus/jalur di jalan raya. Kecelakaan biasanya dipicu hal2 seperti ini....
keep sharing dan posting yg berkualitas gan :)
esssippp itu... Orang madura mimang selalu bikin greget.
Kita memerlukan pengajaran akhlak di ranah umum. Bukankah begitu Mas Kyai?
@mudhar asyik: kalau dalam acara walimah, tahlilan, seminar, contoh ngeblong adalah biasanya sudah berdiri ketika penata acara baru berkata, “demikianlah, acara demi acara telah dilewati…” dan belum sempat shalawat dibaca, orang-orang sudah bubar
@san san: terima kasih atas komentar
@Addarori: dalam banyak hal iya, tapi dalam hal yang lain mereka ulet dan bertenaga. Biar imbang, kita pasang dua-duanya
@Ahmad Sahidah: iya, Pak Cik. Untuk kasus seperti ini, saya sedang menyusunnya dengan bahan baku hadits. Tunggu saja, ya!
Posting Komentar