27 Februari 2015

Pergi Sebelum Jumat, Pulang Sebelum Maghrib

Hari ini saya keluar rumah untuk takziyah sekaligus menghadiri haul pertama KH. A. Warits Ilyas sekaligus tahlil bersama untuk para almarhumin masyayih Pondok Pesantren Annuqayah di Rubaru. Perjalanan dari rumah ke tempat acara pertama (takziyah) di Sumenep sekitar 23 km. Dari Kota Sumenep ke Rubaru mungkin 17-an km. Begitu rencana yang saya catat.

Saat masuk jalan lingkar atau ringroad menjelang kota, saya mengeluarkan uang 2 x 50 ribuan dari dompet untuk belanja bahan bakar. Jadinya, uang saya tinggal seratus ribu lebih sedikit yang tersisa. Kepada dua lembar uang pecahan 50 ribuan itu saya berkata, layaknya ngomong kepada manusia.

“Hai uang, kali ini engkau akan berpindah ke tangan orang lain. Sebab ini adalah niscaya dan memang begitu yang seharusnya terjadi, pergilah, tapi ingat: jangan lama-lama!”

Semua penumpang mobil yang saya kemudikan itu tertawa seketika melihat apa yang saya lakukan. Mereka kita saya berkelakar, padahal saya bersungguh-sungguh. Saya percaya, apa pun itu sebetulnya bisa diajak bicara. Barangkali hanya cara meresponnya saja yang berbeda-beda, dan kita tak paham. Jelas, yang mendengarnya tentu hanyalah Yang Esa.

Pagi ini saya melayat ke rumah duka di Kolor, Sumenep. Yang wafat adalah H. Abdul Aziz, orangtua dari kawan saya Edi Mulyono. Sebelum masuk perumahan, saya menemukan kejutan: bertemu dengan Pak Nurhadi, ketua pak RT setempat yang dulu pernah bekerja dengan saya di Jurnal Edukasi. Sepuluh langkah berikut, saya bertemu dengan Pak Zawawi Imron yang menyapa dari belakang saat beliau dibonceng dengan sepeda motor; tujuan kami sama. Lima langkah berikutnya, eh, giliran Pak Pri yang menyapa. Beliau adalah mantan sopir AKAS II Sumenep-Jogja yang dulu sering saya turuti bisnya.


* * *

Sehabis takziyah, saya langsung menuju Rubaru untuk mengukuti haul masyayikh Annuqayah. Acara ini digagas oleh IAA (Ikatan Alumni Annuqayah) Rubaru. Acaranya dikemas sederhana, yakni menggunakan pranata acara standar: pembukaan, pembacaan Yasin, tahlil, ceramah, doa. Acara sedikit molor karena kendala teknis namun saya sudah tiba di TKP 10 menit sebelum pukul 13.00, yitu waktu yang dijadwalkan.

Selepas acara, salah seorang panitia memberi saya amplop, katanya ‘uang transport’. “Oh, tidak!” balas saya. “Hari ini saya memang mau takziyah juga, jadi ‘di-sekalian-kan’ saja keluar dari rumah. Tidak perlu ganti uang BBM segala. Terima kasih!”. Dia ngotot, memaksa agar saya menerimanya. Singkat cerita, amplop itu masuk ke kantong baju. Sebab itu, akhirnya saya ceritakan kepadanya bahwa tadi sebelum masuk SPBU, saya sempat “berbicara ini-itu kepada uang dengan maksud sebagai doa”. Saya tertawa dan beliau tertawa karena tawa saya. “Boleh dicoba kapan-kapan,” katanya.

Alhamdulillah, doa terkbaul. Benar rupanya, uang yang dibelanjakan untuk suatu maslahah cenderung akan dapat ganti dengan mudah, begitu yang saya perhatikan selama ini. Benar-benar singkat, uang yang tadi pergi ke dompet orang lain sebelum Jumat, kini sudah kembali lagi ke dompet saya sebelum Maghrib.

02 Februari 2015

Model Komunikasi di Media Sosial

Foto ini adalah tangkap layar (printed screen atau screenshot) dari sebuah akun di Facebook, yakni Abuya Busro Karim. Beliau merupakan Bupati Sumenep. Di Facebook, Bapak Bupati membagikan tautan berita tentang penerbangan komersial dari Bandara Trunojoyo (Sumenep) yang kemudian ditanggapi oleh banyak komentator. Mari kita simak:

STATUS TAUTAN DARI PAK BUPATI: 
"Trigana Air : Penerbangan Perdana Komersial Pertengahan Agustus"

KOMENTAR WARGANYA: “Maaf pak kyai rencana audiensi dengan jennengan tidak bisa terlaksana hari ini karena saya habis sakit mata saya kuatir bapak ketularan karena mata saya masih merah…insyaallah hbs lebaran saya akan sowan ke jennengan….membangun visi pengembangan kebudayaan madura ke depan nya….”

Sepintas, status dan komentar di atas ini (sebagaimana dapat dilihat di dalam foto) biasa saja terjadi (di Facebook), namun jika ditelisik, maka ia akan tampak sebagai sebuah gejala komunikasi yang tidak sehat. Tidak masalah masyarakat menyampaikan aspirasi kepada Bupati lewat media apa pun, termasuk juga Facebook, sebagaimana mereka juga menyampaikannya lewat email atau pengaduan SMS, apakah hubungun status Bapak Bupati dengan tanggapan di bawahnya? Nggak nyambung. Soal kepantasan, apakah hal itu pantas disampaikan dengan cara seperti itu? Tidak mungkin itu terjadi di luar Facebook. Apakah komentar di atas sudah dianggap konfirmasi? Jelas tidak cukup.

Media sosial, termasuk Facebook, telah menghapus banyak kesenjangan antarkelas. Bicara soal kesetaraan dan komunikasi, kenyataan ini bagus. Akan tetapi, yang juga perlu diingat adalah bahwa cara seperti ini juga menyisakan masalah aturan main berkomunikasi, seperti hubungan guru-murid, kiai-santri, tua-muda, dan atau juga sebagaimana tampak di atas, warga dengan pemerintah. Komunikasi seperti ini kerap menjadi masalah. Komentar ‘asbun’ alias ‘asal bunyi’ kerap terjadi di media sosial, yang tragis (namun mungkin tanpa sepengetahuan orang lain) seperti komentar antipati dan sinisme, yang ditulis di toilet atau sambil tiduran untuk keputusan yang dipikir dan telah dimusyawarahkan berbulan-bulan.

Itulah, lalu lintas komunikasi di sosial media begitu kacaunya sehingga orang bisa seenaknya bicara dan menulis. Mengapa hal ini terjadi adalah karena anggapan dan sudut pandang orang yang menggunakannya, misal bahwa ia hanya main-main di Facebook atau Twitter; atau pula ia terpengaruh pada jarigan atau teman yang ada dilingkungan pertemanannya yang rata-rata mempunyai anggapan seperti itu. Apa beda dunia maya dan dunia nyata? Selama kita menganggapnya tidak ada perbedaan berarti di dalam komunikasi, maka tak perbedaan tidak itu. Pada saat berkomunikasi, kita tidak dekat dengan lawan bicara; secara jarak dan secara emosi: itu saja perbedaannya. Tata cara dan aturan berkomunikasinya—seharusnya—tetaplah berlaku sama.



Entri Populer

Shohibu-kormeddaL

Foto saya

Saya adalah, antara lain: 6310i, R520m, Colt T-120, Bismania, Fairouz, Wadi As Shofi, Van Halen, Puisi, Hard Rock dll

Pengikut

Label

666 (1) Abdul basith Abdus Shamad (1) adi putro (1) adsl (1) Agra Mas (1) air horn (1) akronim (1) Al-Husari (2) alih media (1) Alquran (1) amplop (1) Andes (1) Android (1) anekdot (3) aula asy-syarqawi (1) Bacrit (2) bahasa (5) baju baru (1) baju lebaran (1) Bambang Hertadi Mas (1) banter (1) Basa Madura (1) basabasi (1) batuk (1) bau badan (1) bau ketiak (1) becak. setiakawan (1) belanja ke toko tetangga (1) benci (1) bis (3) bismania (2) BlackBerry (1) Blega (1) blogger (2) bodong (1) bohong (2) bolos (1) bonceng (1) bromhidrosis (1) Buang Air Besar (BAB) (1) buat mp3 (1) budaya (1) buku (2) buruk sangka (2) catatan ramadan (4) celoteh jalanan (1) ceramah (1) chatting (1) chemistry (1) cht (1) Cicada (1) Colt T 120 (1) corona virus (1) Covid 19 (1) cukai (1) curhat (5) defensive driving behavior development (1) dering (1) desibel (2) diary (1) durasi waktu (1) durno (1) ecrane (1) etiket (17) fashion (2) feri (1) fikih jalan raya (1) fikih lalu lintas (1) fiksi (2) filem (1) flu (1) gandol (1) gaya (1) ghasab (1) google (1) guru (2) guyon (1) hadrah (1) handphone (1) Hella (1) hemar air (1) Hiromi Sinya (1) humor (2) ibadah (2) identitas (1) ikhlas (1) indihome (1) inferior (1) jalan raya milik bersama (1) jamu (1) jembatan madura (1) jembatan suramadu (2) jenis pekerjaan (3) jiplak (2) jual beli suara (1) Jujur (3) Jujur Madura (1) jurnalisme (1) jurnalistik (3) KAI (1) kansabuh (1) Karamaian (1) karcis (1) Karina (1) Karma (1) Kartun (1) kebiasaan (5) kecelakaan (2) kehilangan (1) kenangan di pondok (1) Kendaraan (2) kereta api (1) keselamatan (1) khusyuk (1) kisah nyata (7) Kitahara (1) kites (1) klakson (1) klakson telolet (1) kode pos (2) kopdar (2) kopi (1) kormeddal (19) korupsi (2) KPK (1) kuliner (2) L2 Super (2) lainnya (2) laka lantas (1) lakalantas (1) lampu penerangan jalan (1) lampu sein (1) layang-layang (1) lingkungan hidup (3) main-main (1) makan (1) makanan (1) malam (1) mandor (1) Marco (1) masjid (1) Mazda (1) menanam pohon (1) mengeluh (1) menulis (1) mikropon (1) mimesis (1) mirip Syahrini (1) mitos (1) modifikasi (1) money politic (1) Murattal (1) musik (1) nahas (1) napsu (1) narasumber (1) narsis (1) Natuna (1) ngaji (1) niat (1) Nokia (1) nostalgia (2) Orang Madura (1) Paimo (1) pandemi (1) pangapora (1) paragraf induktif (1) parfum (1) partelon (1) pasar (1) pekerjaan idaman (1) pemilu (1) peminta-minta (1) pendidikan (1) pendidikan sebelum menikah (1) penerbit basabasi (1) pengecut (1) penonton (1) penyair (1) penyerobotan (1) Pepatri (1) perceraian (2) Perempuan Berkalung Sorban (1) perja (1) perjodohan (1) pernikahan (1) persahabatan (1) persiapan pernikahan (1) pertemanan (1) pidato (1) plagiasi (2) plastik (1) PLN (1) pola makan (1) poligami (1) polisi (1) politik (1) polusi (1) polusi suara (2) Pondok Pesantren Sidogiri (1) ponsel (2) popok (1) popok ramah lingkungan (1) popok sekali pakai (1) PP Nurul Jadid (1) preparation (1) profesional (1) PT Pos Indonesia (1) puasa (5) publikasi (1) puisi (2) pungli (1) Qiraah (1) rasa memiliki (1) rekaan (1) rempah (1) ringtone (1) rock (1) rokok (1) rokok durno (1) rumah sakit (1) Sakala (1) salah itung (2) salah kode (3) sanad (1) sandal (1) santri (1) sarwah (1) sastra (1) sekolah pranikah (1) senter (1) sepeda (3) sertifikasi guru (1) sertifikasi guru. warung kopi (1) shalat (1) shalat dhuha (1) silaturrahmi (1) siyamang (1) SMS (1) sogok bodoh (1) sopir (1) soto (1) sound system (1) stereotip (1) stigma (1) stopwatch (1) sugesti (1) sulit dapat jodoh (1) Sumber Kencono (1) Sumenep (1) suramadu (1) syaikhona Kholil (1) takhbib (1) taksa (1) tamu (2) Tartil (1) TDL (1) teater (1) teknologi (2) telkomnet@instan (1) tengka (1) tepat waktu (1) teror (3) tertib lalu lintas (28) The Number of The Beast (1) tiru-meniru (1) TOA (2) tolelot (1) Tom and Jerry (2) tradisi (1) tradisi Madura (4) transportasi (1) ustad (1) wabah (1) workshop (1) Yahoo (1) Yamaha L2 Super (1)

Arsip Blog