17 Juni 2017

Menuju Keselamatan Berkendara



Macet di Bawen, truk nyaris 'adu banteng' dengan bis (9 Peberuari 2013) 
Pendahuluan: artikel ini merupakan rangkuman dan juga pengembangan dari artikel Riyanto Hino yang mula-mula diterbitkan di mailinglist bismania pada 14 November 2010 dengan subjek ‘Defensive Driving Behavior Development’ (terbagi dalam empat rangkaian pesan: bagian ke-1, ke-2, ke-3, dan ke-4). Menurutnya, artikel disusun berdasarkan pengalaman penulis sebagai pelaku, teknisi, dan dari hasil workshop keselamatan berkendara. Artikel ini boleh disebarkan. Penyuntingan dan penambahan dilakukan oleh saya (M. Faizi).

* * *


Beberapa pakar menyatakan bahwa terjadinya kecelakaan lalu lintas tidak pernah disebabkan oleh satu hal saja. Artinya, tidak ada kecelakaan karena faktor tunggal.  Setiap peristiwa kecelakaan selalu didukung oleh faktor lainnya. Jadi, kecelakaan tidak identik dengan takdir, dengan maksud bahwa melalui usaha dan upayanya, manusia mestinya dapat menghindari kecelakaan. Secara teoretis, kecelakaan kendaraan bermotor dapat dicegah karena ia merupakan kumpulan beberapa kesalahan: unsur manusia, kendaraan, dan lingkungan.
Anda pernah mendengar slogan “kecelakaan selalu didahului oleh pelanggaran”? Polisi lalu lintas mengkampanyekan hal ini di papan-papan dan poster di tepi jalan. Memang betul, slogan tersebut berlaku umum. Contohnya begini: Apabila ada mobil yang menyalip pada pandangan tidak bebas, lalu terjadi tabrakan “adu kambing”, itu bukan takdir. Ia telah dengan sengaja membuka lebar kemungkinan terjadinya kecelakaan karena menyalip tidak pada tempatnya, yakni menyalip di tikungan (marka jalan: garis-putih-sambung). Ada pula kasus truk yang terperosok ke jurang. Kesalahannya tidak pernah tunggal. Kemungkinan, truk melanggar beberapa aturan: sopir tidak konsentrasi; rem tidak pakem karena tidak dicek oleh montir yang ahli; muatan melebihi kemampuan (overload; melampaui batas tonase), dll.
Kalau misalnya ada seorang polisi lalu lintas (polantas) mengalami kecelakaan di jalan, (anggap saja karena “kecelakaan tunggal”), apakah hal itu lantas boleh membuat kita membikin anggapan umum bahwa kecelakaan itu takdir dan karenanya siapa saja mungkin mengalami celaka sebab seorang polantas pun mengalaminya? Berhentilah mengambil sudut pandang seperti itu. Dalam kasus ini, kita harus melihat banyak faktor pendukung: laka lantas terjadi di ruas jalan yang rusak (faktor Dinas Pekerjaan Umum); si polantas menghindari pengendara sepeda motor yang belok mendadak (faktor manusia di luar dirinya); jalan licin karena ada longsoran tanah (faktor alam); atau memang karena hal itu adalah kasus perkecualian, seperti bahwa dia adalah oknum polantas yang memang melanggar aturannya sendiri, seperti menerima panggilan telepon sambil berkendara, misalnya. Ingatlah silogisme. Karena itu, perkecualian tidak dapat dijadikan pandangan umum.
Sekarang, mari kita pelajari faktor-faktor penyebab terjadinya kecelakaan kendaraan bermotor.


I. FAKTOR-FAKTOR PENYEBAB KECELAKAAN

Kondisi lalu lintas berhubungan erat dengan perkembangan wilayah dan sosial ekonomi. Demikian pula, ia berhubungan dengan para pelaku (manusia), terkait tingkat pendidikan dan wawasannya.  Penyebab lainnya berhubungan dengan kerjasama antar-lapisan masyarakat, termasuk antar-instansi. Jika pemerintah (melalui Polri, Dishub, dll,) hanya bekerja sendirian, keselamatan berkendara hanya akan menjadi slogan saja. Jika tokoh-tokoh masyarakatnya gemar melanggar, anak-anak mudanya dibiarkan sembrono tanpa tindakan, perusahaan transportasi tidak memberikan bekal wawasan keselamatan yang baik kepada para pekerjanya, maka slogan “keselamatan berkendara” dan “nol kecelakaan” hanya akan jadi omong kosong belaka.

A. Faktor Yang Berpengaruh Langsung

Ada beberapa faktor penyebab terjadinya kecelakaan yang sebetulnya dapat dikendalikan secara langsung. Bagian ini meliputi unsur pengemudi dan kendaraan.

  1. Faktor pengemudi: aspek kesadaraan akan bahaya serta keterampilan mengendarai merupakan penentu utama. Berdasarkan studi para ahli di DOT USA, dan “National Safety Council”, penyebab kecelakaan kendaraan bermotor—dari segi kuantitas—dapat digambarkan sebagai berikut: tidak mengenal bahaya, tidak fokus, kurang terampil mengendarai, kurang sehat.
  2. Faktor kendaraan: meliputi faktor teknis kendaraan. Secara berurutan, penyebabnya adalah: kemampuan sistem rem (tromol; cakram; ABS; dll); ban pecah/gundul; suspensi/kerusakan mekanis; kerusakan mesin.

B. Faktor Yang Berpengaruh Tidak Langsung

Selain faktor yang berpengaruh langsung, ada pula penyebab kecelakaan yang tidak bersifat langsung, antara lain: kondisi jalan dan lingkungan (karena cuaca dan unsur alam); kebijakan pemerintah (seperti tidak adanya pertimbangan dampak kemacetan akibat adanya penyempitan jalan [jalan leher botol] pada simpul-simpul wilayah baru); rendahnya penegakan hukum (mobil tidak berlampu rem tapi lolos dari tilang karena uang sogokan); dll.


II. MENGENAL PERILAKU PENGEMUDI: OFENSIF DAN DEFENSIF

“Pengemudi ofensif”: Mudahnya, tipe ini dapat disebut sebagai tipe pengemudi ‘ganas’. Mereka cenderung memiliki sikap tidak taat norma-norma lalu lintas, kurang memperhatikan kepentingan dan hak-hak pemakai jalan lainnya. Pengemudi semacam ini memiliki potensi sangat besar sebagai penyebab kecelakaan. Sementara “pengemudi defensif” (gampangnya kita sebut pengemudi tipe ‘kalem’), tidak termasuk di dalam kelompok accident prone (mudah mendapat kecelakaan) karena telah memiliki pengetahuan keselamatan dan kehati-hatian, namun mungkin saja menjadi korban ulah pengemudi ofensif tersebut.

Beberapa Faktor Penyebab Perilaku Ofensif:  

            Adanya tipe pengemudi ofensif (ganas) dan defensif (kalem) bagaimana mata ulang dan keduanya tidak dapat dipisahkan. Kehadiran mereka selalu ada di jalan raya. Jika kita perhatikan, di negara-negara maju, kemunculan tipe pengemudi ofensif jauh lebih kecil daripada tipe pengemudi defensif. Maka sebab itulah, angka kecelakaan di jalan rayanya pun sangat rendah. Apa saja penyebab yang membuat seorang pengemudi bertabiat seperti ini? Banyak alasannya, antara lain:

1.            Latar belakang pendidikan (tidak pernah belajar teori, terlalu percaya diri pada skil yang tidak dilandaskan pada ilmu namun hanya spekulasi; tidak pernah atau menolak ditegur oleh orangtua/keluarga/senior)
2.            Pengalaman: tidak paham medan jalan, hanya pernah mempelajari kasus kecelakaan untuk pencegahan
3.            Bakat/sifat bawaan: temperamental, mudah emosi (disebut juga ‘sumbu pendek’), suka ambil menang sendiri alias tidak pernah mau mengalah  
4.            Motivasi: pengemudi tidak paham tugasnya sebagai pengemudi. Ia tidak sempat memikirkan tanggung jawabnya sebagai pengemudi, bahwa ia membawa kendaran yang berpengaruh pada orang lain, pada penumpang, dll. Apa dan mengapa ia melakukan manuver, misalnya, tidak dilandaskan pada pertimbangn yang matang, hanya karena suka-suka saja.
5.            Beban mental: beban pikiran saat mengemudi, tekanan pekerjaan, masalah keluarga, dll, dapat mengurangi konsentarasi di jalan dan dapat mengganggu aktivitas saat mengemudi
6.            Lingkungan: lingkungan yang menganggap biasa sebuah pelanggaran akan membuat mental seorang yang disiplin berubah wataknya, yakni ikut-ikutan untuk gemar melanggar juga.

III. EMPAT SYARAT MENJADI PENGEMUDI DEFENSIF:

Untuk menjadi pengemudi defensif (pengemudi kalem, berwawasan aman), seseorang harus melewati beberapa tahap pembelajaran. Pengemudi yang telah membekali dirinya dengan wordshop, pelatihan, memperkaya bacaan, kursus, akan lebih mudah memiliki karakter ini. Ia tidak serta merta ada, melainkan harus dipelajari, diupayakan. Adapun syarat-syaratnya, antara lain, adalah sebagai berikut:

1.            Kesadaran akan bahaya dan resiko (risk awareness). Pengendara harus paham soal ini. Contohnya: jika kita menyalip di tikungan, di siang hari, maka kemungkinan terjadinya tabrakan adu kambing/adu banteng sangat besar karena munculnya kendaraan dari arah lawan sama sekali tidak dapat ditebak. Jika tidak sadar akan bahaya resiko, orang akan mudah melakukan apa pun hanya berdasarkan emosi dan suka-suka saja di jalan raya.
2.            Manajemen perjalanan. Termasuk dari manajemen perjalanan adalah mengajukan pertanyaan sebelum berangkat: ‘Apakah fisik dan mental saya siap dan mampu untuk melakukan perjalanan? Apakah kendaraan saya laik jalan, seperti rem dan kemudi dalam keadaan normal?’. Jika tidak, atau tidak mungkin, atau harus dilakukan tapi situasinya berbeda, ajukan pertanyaan lagi: ‘Apakah perjalanan ini perlu dilakukan? Tidak bisakah ditunda? Atau, bisakah perjalanan ini menggunakan kendaraan lain seperti bis, kereta api, pesawat udara, atau kapal laut?’. Semua pengajuan pertanyaan ini merupakan bagian pengujian dalam manajemen perjalanan yang harus dilakukan oleh para “pengemudi defensif”.
3.            Perawatan kondisi kendaraan. Cek kendaraan secara berkala, terutama bagian vital, seperti rem, tekanan angin, stir, adalah tindakan untuk mengurangi kemungkinan terjadinya kecelakaan dan masalah di jalan. Adapun kontrol bagian lain, seperti pengecekan air, oli, dll, menempati peran berikutnya. Tindakan ini lebih-lebih diperlukan jika kendaraan yang akan Anda gunakan adalah kendaraan rental/bukan pegangan sendiri. Anda—misalnya—dapat sembari melakukan pengecekan rem pada kecepatan rendah dan kecepatan sedang, mengecek steering, dll., tentu dalam situasi jalan yang aman.
4.            Penguasaan teknik mengendarai (low risk driving techniques). Ia meliputi kemampuan menganalisa dan menyikapi ancaman terhadap bahaya.  Kemampuan indera mata adalah alat utama yang dapat digunakan. Pahami cara mengerem, menikung, juga mempertimbangkan jarak aman saat akan menyalip, dll.

IV. TAMBAHAN

Banyak orang tidak sadar bahwa mengendarai dan menjalankan kendaraan itu adalah aktivitas yang beresiko tinggi. Oleh sebab itu, aturan lalu lintas dibuat untuk membantu kelancaran dan keamanannya. Karenanya, kita harus menjaga keamanan dan keselamatan mulai dari diri sendiri. Caranya: sadar dan tahu apa yang dilakukan; mengenal bentuk dan macam-macam bahaya yang dihadapi; mengetahui resiko yang timbul/muncul dan dapat menyikapinya dengan cepat dan tepat, serta; menguasai teknik mengendarai kendaraan bermotor dengan benar.
Terkait hal tersebut, penting bagi kita untuk mengetahui resiko dan manajemen resiko serta mengenal kemungkinan bahaya di jalan raya.
“Manajemen Resiko”: Pemahaman dan penguasaan resiko adalah pengetahuan manajemen resiko. Secara naluriah, manusia akan sepontan menghindari hal-hal yang mempunyai potensi merugikan dirinya. Kenyataannya, meskipun banyak kejadian yang menunjukkan bahwa aktivitas mengemudi telah menimbulkan kerugian, baik nyawa maupun harta, aktivitas mengemudi tetap saja digeluti. Lemahnya pemahaman terhadap manajemen resiko menyebabkan kecelakaan dan berbagai sabab-musababnya (di jalan raya) tidak dipelajarinya/tidak dijadikan pelajaran (dianalisa).
“Bahaya”: Bahaya adalah suatu obyek, kondisi fisik atau pengaruh fisik, yang mempunyai potensi untuk menyebabkan suatu kehilangan, kerusakan, kehancuran, atau kerugian, bahkan kematian. Bahaya itu selalu ada dan resiko akan muncul bilamana terjadi aktivitas di jalan raya karena jalan raya adalah suatu tempat berkumpulnya segala macam bahaya (pejalan kaki, pengendara, kendaraan bermotor, kepadatan pemakai jalan, kondisi permukaan jalan, cuaca).  Jika kita dapat mendeteksinya, maka kita harus segera mengambil sikap untuk menghindarinya.
“Resiko”: Resiko adalah akibat dari suatu aktivitas. Resiko—dalam konteks “health, safety, and environmental”—didefinisikan sebagai ukuran kemungkinan terjadinya suatu insiden dan potensi keparahan dari insiden tersebut. Dengan demikian, jika dikatakan bahwa bahaya akan selalu ada, maka resiko adalah sebaliknya: tidak pasti harus ada. Faktor yang hilang dalam mata rantai di sini adalah aktivitas. Artinya, jika Anda melakukan aktivitas maka akan ada resiko. Tingkat resiko terdiri dari tingkat yang minim hingga tingkat yang serius. Frekuensi aktivitas Anda berhubungan dengan tingkat resiko: semakin tinggi tingkat frekuensinya, maka semakin tinggi pula potensi resiko yang akan diterima.
Dengan begitu, orang bijak akan dapat menekan resiko kerugian dari aktivitas yang dilakukan serendah-rendahnya. Ia akan memulai sesuatu setelah mengetahui secara pasti: apa saja yang akan ia lakukan; mengapa ia harus lakukan, dan; bagaimana ia melakukannya dengan benar. Semua ini diawali dengan langkah-langkah, antara lain, sebagai berikut: mengetahui segala bahaya dan potensi resiko; mengkaji kembali mengapa dan bagaimana menyikapi bahaya dan resiko-resiko yang akan dihadapinya, dan; membuat rencana aktivitas yang akan dilakukan. Jika ini dijabarkan di dalam aktivitas mengemudi, maka seorang pengemudi diharapkan betul-betul mengerti dan mampu mengoperasikan kendaraan dengan benar, mempunyai alasan yang kuat untuk mengoperasikan, fokus di dalam mendeteksi segala bahaya dan bereaksi dengan cepat dan tepat terhadap segala ancaman.
Itulah beberapa hal dasar yang dapat dipelajari untuk kita terapkan di jalan raya. Intinya, berjalan dengan benar saja tidak cukup karena kita juga harus berhati-hati sebab kerapkali muncul orang yang sembarangan dan berperilaku serampangan di jalan. Tidak perlu tergesa-gesa jika harus melakukan pelanggaran terhadap aturan lalu lintas sebab jika itu kita lakukan, maka tempat yang kita tuju akan semakin jauh, bahkan tidak tercapai, jika kita telah mengalami kecelakaan.

Bijaklah di jalan raya. Jalan raya milik bersama. 

Entri Populer

Shohibu-kormeddaL

Foto saya

Saya adalah, antara lain: 6310i, R520m, Colt T-120, Bismania, Fairouz, Wadi As Shofi, Van Halen, Puisi, Hard Rock dll

Pengikut

Label

666 (1) Abdul basith Abdus Shamad (1) adi putro (1) adsl (1) Agra Mas (1) air horn (1) akronim (1) Al-Husari (2) alih media (1) Alquran (1) amplop (1) Andes (1) Android (1) anekdot (3) aula asy-syarqawi (1) Bacrit (2) bahasa (5) baju baru (1) baju lebaran (1) Bambang Hertadi Mas (1) banter (1) Basa Madura (1) basabasi (1) batuk (1) bau badan (1) bau ketiak (1) becak. setiakawan (1) belanja ke toko tetangga (1) benci (1) bis (3) bismania (2) BlackBerry (1) Blega (1) blogger (2) bodong (1) bohong (2) bolos (1) bonceng (1) bromhidrosis (1) Buang Air Besar (BAB) (1) buat mp3 (1) budaya (1) buku (2) buruk sangka (2) catatan ramadan (4) celoteh jalanan (1) ceramah (1) chatting (1) chemistry (1) cht (1) Cicada (1) Colt T 120 (1) corona virus (1) Covid 19 (1) cukai (1) curhat (5) defensive driving behavior development (1) dering (1) desibel (2) diary (1) durasi waktu (1) durno (1) ecrane (1) etiket (17) fashion (2) feri (1) fikih jalan raya (1) fikih lalu lintas (1) fiksi (2) filem (1) flu (1) gandol (1) gaya (1) ghasab (1) google (1) guru (2) guyon (1) hadrah (1) handphone (1) Hella (1) hemar air (1) Hiromi Sinya (1) humor (2) ibadah (2) identitas (1) ikhlas (1) indihome (1) inferior (1) jalan raya milik bersama (1) jamu (1) jembatan madura (1) jembatan suramadu (2) jenis pekerjaan (3) jiplak (2) jual beli suara (1) Jujur (3) Jujur Madura (1) jurnalisme (1) jurnalistik (3) KAI (1) kansabuh (1) Karamaian (1) karcis (1) Karina (1) Karma (1) Kartun (1) kebiasaan (5) kecelakaan (2) kehilangan (1) kenangan di pondok (1) Kendaraan (2) kereta api (1) keselamatan (1) khusyuk (1) kisah nyata (7) Kitahara (1) kites (1) klakson (1) klakson telolet (1) kode pos (2) kopdar (2) kopi (1) kormeddal (19) korupsi (2) KPK (1) kuliner (2) L2 Super (2) lainnya (2) laka lantas (1) lakalantas (1) lampu penerangan jalan (1) lampu sein (1) layang-layang (1) lingkungan hidup (3) main-main (1) makan (1) makanan (1) malam (1) mandor (1) Marco (1) masjid (1) Mazda (1) menanam pohon (1) mengeluh (1) menulis (1) mikropon (1) mimesis (1) mirip Syahrini (1) mitos (1) modifikasi (1) money politic (1) Murattal (1) musik (1) nahas (1) napsu (1) narasumber (1) narsis (1) Natuna (1) ngaji (1) niat (1) Nokia (1) nostalgia (2) Orang Madura (1) Paimo (1) pandemi (1) pangapora (1) paragraf induktif (1) parfum (1) partelon (1) pasar (1) pekerjaan idaman (1) pemilu (1) peminta-minta (1) pendidikan (1) pendidikan sebelum menikah (1) penerbit basabasi (1) pengecut (1) penonton (1) penyair (1) penyerobotan (1) Pepatri (1) perceraian (2) Perempuan Berkalung Sorban (1) perja (1) perjodohan (1) pernikahan (1) persahabatan (1) persiapan pernikahan (1) pertemanan (1) pidato (1) plagiasi (2) plastik (1) PLN (1) pola makan (1) poligami (1) polisi (1) politik (1) polusi (1) polusi suara (2) Pondok Pesantren Sidogiri (1) ponsel (2) popok (1) popok ramah lingkungan (1) popok sekali pakai (1) PP Nurul Jadid (1) preparation (1) profesional (1) PT Pos Indonesia (1) puasa (5) publikasi (1) puisi (2) pungli (1) Qiraah (1) rasa memiliki (1) rekaan (1) rempah (1) ringtone (1) rock (1) rokok (1) rokok durno (1) rumah sakit (1) Sakala (1) salah itung (2) salah kode (3) sanad (1) sandal (1) santri (1) sarwah (1) sastra (1) sekolah pranikah (1) senter (1) sepeda (3) sertifikasi guru (1) sertifikasi guru. warung kopi (1) shalat (1) shalat dhuha (1) silaturrahmi (1) siyamang (1) SMS (1) sogok bodoh (1) sopir (1) soto (1) sound system (1) stereotip (1) stigma (1) stopwatch (1) sugesti (1) sulit dapat jodoh (1) Sumber Kencono (1) Sumenep (1) suramadu (1) syaikhona Kholil (1) takhbib (1) taksa (1) tamu (2) Tartil (1) TDL (1) teater (1) teknologi (2) telkomnet@instan (1) tengka (1) tepat waktu (1) teror (3) tertib lalu lintas (28) The Number of The Beast (1) tiru-meniru (1) TOA (2) tolelot (1) Tom and Jerry (2) tradisi (1) tradisi Madura (4) transportasi (1) ustad (1) wabah (1) workshop (1) Yahoo (1) Yamaha L2 Super (1)

Arsip Blog