11 April 2018

Tengka




Barangkali, ‘tengka’ dibaca téngka dalam Bahasa Madura) ini berasal dari “tingkah”, “tingkah polah”. Dalam KBBI, tingkah berarti: (1) ulah (perbuatan) yang aneh-aneh atau yang tidak sewajarnya; lagak; canda, dan; (2) perangai; kelakuan. Ketika sebuah kata telah dipinjam untuk selanjutnya dimiliki oleh bahasa tertentu, bisa jadi maknanya bergeser, bahkan menyimpang. Contohnya adalah “kalimat” dalam bahasa Arab yang berarti “kata”, tetapi bermakna “satuan bahasa yang berdiri sendiri (mandiri) dan predikatif” di dalam bahasa Indonesia (yang disebut “kalam” dalam bahasa asalnya, Bahasa Arab).

Tengka adalah aturan tidak tertulis yang beredar di dalam kehidupan masyarakat, yang mengatur pola-pola dan tata cara berhubungan serta berkomunikasi antara-sesama anggota masyarakat/lingkungan. Misalnya, jika ada tetangga yang wafat, tetangga yang sebelahnya pergi melayat; jika ada hajatan, maka tetangga sebelahnya harus ikutan membantu atau menghadiri undangannya jika diundang. Inilah yang disebut tengka di dalam tradisi orang Madura.

Ada istilah “ompangan”. Di Jawa disebut (kalau tak salah) “baleke”. Ini bagian dari tengka. Ompangan adalah mengembalikan sumbangan yang pernah disumbangkan orang lain kepada kita terutama pada saat hajatan. Ompangan, umumnya, dicatat. Ompangan memang berkesan pamrih, dan tentu saja memberatkan bagi pihak-pihak tertentu. Di sebagian tempat, tradisi seperti ini tak ada.

Saya pernah bertemu dengan seseorang yang pulang dari Jakarta. Setelah berbasa-basi, saya simpulkan kalau kepulangannya itu demi tengka. Aslinya, dia tidak ingin pulang karena baru saja pergi ke perantauan. Kata dia, sang paman hendak membajak sawah. Orangtuanya menyuruh dia pulang agar turut bergotong royong.

Secara hitung-hitungan, sebetulnya dia bisa memberi uang kepada seseorang untuk menggantikan posisinya, tugasnya, yaitu membantu si paman dalam membajak. Jelas, secara matematis, kalkulasi ekonomi, ia butuh ongkos banyak untuk pulang dari Jakarta ke Sampang, lebih-lebih dia pulang bersama istrinya, harus menutup toko kelontongnya, dan tentu saja harus kehilangan banyak waktu. Tapi, apa daya, tengka-lah yang menuntutnya harus begitu, melampai logika bisnis tadi, demi aturan aturan di dalam masyarakat yang tak tertulis itu.

Di beberapa tempat, di Madura, banyak orang yang ingin umroh—karena kemungkinan untuk berkesempatan naik haji sudah sangat tipis—namun pada akhirnya menggagalkan sendiri rencananya atas satu pertimbangan tengka ini. Apa pasal? Uang untuk umroh cukup, tapi untuk tengka-nya tidak. Ada tengka yang besar setelah umroh, antara lain; menyiapkan pesta penyambutan; menyuguhi semua tamu dengan makanan berat, memberi mereka oleh-oleh. Terkadang, biaya tengka yang dikeluarkan sehabis umroh bisa dua kali lipat lebih dari biaya umrohnya. Memang, yang demikian ini tidak berlaku di semua daerah. Tetapi, hal seperti ini benar-benar ada di dalam kehidupan masyarakat.

Kalau diamati, di balik aturan tengka itu terdapat aturan paksaan agar kita peduli terhadap sesama. Sebab, berbuat baik, kalau tidak dipaksa dan diatur secara ketat, terkadang dilampaui juga, disepelekan juga. Orang akan berpikir tentang tengka itu, wong tidak wajib (secara fikih) dan seterusnya. Makanya, adat lalu membuat aturan tidak tertulis agar masyarakat terbiasa dalam berbagi, biasa saling menolong, biasa saling membantu. Dampak terbaik dari hal ini adalah rasa guyub yang sangat tinggi, tidak individualistik seperti mudah ditemukan di masyarakat yang tidak mengenal tradisi seperti ini, di kota besar, misalnya. Dampak buruknya? Antara lain adalah seperti yang disebutkan di muka.


Tidak ada komentar:

Entri Populer

Shohibu-kormeddaL

Foto saya

Saya adalah, antara lain: 6310i, R520m, Colt T-120, Bismania, Fairouz, Wadi As Shofi, Van Halen, Puisi, Hard Rock dll

Pengikut

Label

666 (1) Abdul basith Abdus Shamad (1) adi putro (1) adsl (1) Agra Mas (1) air horn (1) akronim (1) Al-Husari (2) alih media (1) Alquran (1) amplop (1) Andes (1) Android (1) anekdot (3) aula asy-syarqawi (1) Bacrit (2) bahasa (5) baju baru (1) baju lebaran (1) Bambang Hertadi Mas (1) banter (1) Basa Madura (1) basabasi (1) batuk (1) bau badan (1) bau ketiak (1) becak. setiakawan (1) belanja ke toko tetangga (1) benci (1) bis (3) bismania (2) BlackBerry (1) Blega (1) blogger (2) bodong (1) bohong (2) bolos (1) bonceng (1) bromhidrosis (1) Buang Air Besar (BAB) (1) buat mp3 (1) budaya (1) buku (2) buruk sangka (2) catatan ramadan (4) celoteh jalanan (1) ceramah (1) chatting (1) chemistry (1) cht (1) Cicada (1) Colt T 120 (1) corona virus (1) Covid 19 (1) cukai (1) curhat (5) defensive driving behavior development (1) dering (1) desibel (2) diary (1) durasi waktu (1) durno (1) ecrane (1) etiket (17) fashion (2) feri (1) fikih jalan raya (1) fikih lalu lintas (1) fiksi (2) filem (1) flu (1) gandol (1) gaya (1) ghasab (1) google (1) guru (2) guyon (1) hadrah (1) handphone (1) Hella (1) hemar air (1) Hiromi Sinya (1) humor (2) ibadah (2) identitas (1) ikhlas (1) indihome (1) inferior (1) jalan raya milik bersama (1) jamu (1) jembatan madura (1) jembatan suramadu (2) jenis pekerjaan (3) jiplak (2) jual beli suara (1) Jujur (3) Jujur Madura (1) jurnalisme (1) jurnalistik (3) KAI (1) kansabuh (1) Karamaian (1) karcis (1) Karina (1) Karma (1) Kartun (1) kebiasaan (5) kecelakaan (2) kehilangan (1) kenangan di pondok (1) Kendaraan (2) kereta api (1) keselamatan (1) khusyuk (1) kisah nyata (7) Kitahara (1) kites (1) klakson (1) klakson telolet (1) kode pos (2) kopdar (2) kopi (1) kormeddal (19) korupsi (2) KPK (1) kuliner (2) L2 Super (2) lainnya (2) laka lantas (1) lakalantas (1) lampu penerangan jalan (1) lampu sein (1) layang-layang (1) lingkungan hidup (3) main-main (1) makan (1) makanan (1) malam (1) mandor (1) Marco (1) masjid (1) Mazda (1) menanam pohon (1) mengeluh (1) menulis (1) mikropon (1) mimesis (1) mirip Syahrini (1) mitos (1) modifikasi (1) money politic (1) Murattal (1) musik (1) nahas (1) napsu (1) narasumber (1) narsis (1) Natuna (1) ngaji (1) niat (1) Nokia (1) nostalgia (2) Orang Madura (1) Paimo (1) pandemi (1) pangapora (1) paragraf induktif (1) parfum (1) partelon (1) pasar (1) pekerjaan idaman (1) pemilu (1) peminta-minta (1) pendidikan (1) pendidikan sebelum menikah (1) penerbit basabasi (1) pengecut (1) penonton (1) penyair (1) penyerobotan (1) Pepatri (1) perceraian (2) Perempuan Berkalung Sorban (1) perja (1) perjodohan (1) pernikahan (1) persahabatan (1) persiapan pernikahan (1) pertemanan (1) pidato (1) plagiasi (2) plastik (1) PLN (1) pola makan (1) poligami (1) polisi (1) politik (1) polusi (1) polusi suara (2) Pondok Pesantren Sidogiri (1) ponsel (2) popok (1) popok ramah lingkungan (1) popok sekali pakai (1) PP Nurul Jadid (1) preparation (1) profesional (1) PT Pos Indonesia (1) puasa (5) publikasi (1) puisi (2) pungli (1) Qiraah (1) rasa memiliki (1) rekaan (1) rempah (1) ringtone (1) rock (1) rokok (1) rokok durno (1) rumah sakit (1) Sakala (1) salah itung (2) salah kode (3) sanad (1) sandal (1) santri (1) sarwah (1) sastra (1) sekolah pranikah (1) senter (1) sepeda (3) sertifikasi guru (1) sertifikasi guru. warung kopi (1) shalat (1) shalat dhuha (1) silaturrahmi (1) siyamang (1) SMS (1) sogok bodoh (1) sopir (1) soto (1) sound system (1) stereotip (1) stigma (1) stopwatch (1) sugesti (1) sulit dapat jodoh (1) Sumber Kencono (1) Sumenep (1) suramadu (1) syaikhona Kholil (1) takhbib (1) taksa (1) tamu (2) Tartil (1) TDL (1) teater (1) teknologi (2) telkomnet@instan (1) tengka (1) tepat waktu (1) teror (3) tertib lalu lintas (28) The Number of The Beast (1) tiru-meniru (1) TOA (2) tolelot (1) Tom and Jerry (2) tradisi (1) tradisi Madura (4) transportasi (1) ustad (1) wabah (1) workshop (1) Yahoo (1) Yamaha L2 Super (1)

Arsip Blog