Alhamdulillah, senang sekali karena tarawih (yang tidak baku adalah teraweh atau taraweh) saya di bulan Ramadan 1440 hijriyah (yang baku hijriah) ini mulus tanpa putus, tanpa bolong. Namun, berbeda dengan beberapa tahun yang lalu yang kesemua shalat dikerjakan di langgar sendiri, tahun ini ada beberapa tarawih yang dikerjakan di masjid atau musala orang.
Di media sosial, hampir seriap ramadan, ramai dibicarakan soal tarawih cepat. Entah apa maksud media itu ngumbar berita seperti ini. Apa pentingnya pamer kecepatan jika tarawih memang bukan balapan? Saya tidak akan bicara soal tumakninah (berhentinya pergerakan anggota tubuh di saat ia mestinya berhenti, jeda, dengan durasi lama kira-kira bacaan “subhaanallaah” [atau ditulis dengan “subhānallāh”]) dan sah-tidaknya shalat. Saya hanya akan bicara data-data.
Yang jelas harus jadi pertimbangan adalah; sebelum bicara soal kualitas, kita harus lebih dulu bicara rukun dan syarat. Dan setiap kali kita bicara soal kecepatan tarawih, kita lantas terangsang untuk ikut membicarakan “rekor” serupa di tempat yang lain, yang kita alami atau yang kita sebatas dengar nguping saja. Sebentar, apa perlunya, sih? Saya menulis ini hanya untuk mereka yang keranjingan data, atau untuk mereka agar terbiasa menyajika fakta berdasarkan data-data.
Nah, berkat kerjasama yang baik antara imam dan makmum, hamdalah, telah terlaksana pencatatan rakaat taraweh berbasis.
Tahun-tahun sebelumnya, saya sempat membukukan catatan durasi tarawih ini. Sayangnya, data tersebut tersimpan di hardisk yang sekarang sedang rusak. Maka, pada malam ke 18, shalat (yang baku salat) tarawih tercatat: diselesaikan dalam tempo 34 menit, 24 detik, 53 sekon. Untuk pengambilan sampel rata-rata diambil pada dua rakaat pertama (satu kali salam). Terbukukan durasi waktu: dari takbiratul ihram hingga menjelang rukuk = 57 detik. Total waktu untuk 1 salam (dua rakaat pertama) beres dalam hitungan waktu 2 menit, 38 detik. Adapun interval untuk nida' pada rakaat ganjil = 10 detik;
nida' + doa di rakaat genap = 33-38 detik.
Data ini dihitung sejak 2-3 detik menjelang takbiratul ihram hingga salam terakhir shalat witir yang secara keseluruhan berjumlah 23 rakaat (12 kali salam). Seingat saya, tahun-tahun sebelumnya, durasi shalat taraweh biasanya selesai dalam waktu 40 menit atau 41 menit. Tapi, saya tidak tahu, apakah itu termasuk zikir di akhir salat atau tidak. Makanya, saya tidak dapat memastikan karena datanya tidak ada. Yang hanya dapat dikira-kira memang tidak boleh dipastikan karena khawatir akan timbul salah paham.
Pada malam ke 22, saya melaksanakan taraweh di Al-Anwar, Gapura. Datanya adalah sebagai berikut: Total waktu untuk shalat adalah 30 menit 20 detik. Rakaat pertama 38 detik. Salam pertama 2 menit, 5 detik. Dan pada malam ke 25 Ramadan, saya ikut taraweh di Sampang. Ini agaknya yang tercepat. Meksipun hitungan waktu dari takbiratul ihram ke rukuk sama-sama memakan waktu 38 detik, tapi secara total taraweh hanya 24 menit lebih beberapa detik saja.
Makanya, berdasarkan pengalaman seperti in, saya tetap penasaranj jika masih ada yang lbih cepat darui salat yang sudah satya lamai ini.
Jadi, data-data ini sebetulnya untuk apa? Sebetulnya, ini tidak penting. Membandingkan kecepatan tarawih di satu langgar dengan langgar yang lain itu tidak ada gunanya. Ada banyak faktor yang menjadi masalah, di antaranya adalah kondisi makmum. Langgar yang semua makmumnya santri dan muda-muda akan berbeda situasinya dengan shalat di masjid yang jumlah makmumnya sangat banyak dan terdiri dari berbagai lapisan masyarakat, tua dan muda, yang sakit encok dan masih perkasa. Sebab itulah, dalam sebuah hadis riwayat Abi Hurairah (Bab “Hurumaat al-Muslimin” dalam “Riyadus Shalihin”), Nabi bersabda “fal yukhaffif”: shalat diringankan, dipersingkat, sementara beliau bilang “fal yuthawwil” jika kita shalat sendirian, seperti shalat sunnah dan shalat malam.
Karena kita suka membanding-bandingkan kecepatan, akibatnya warganet keranjingan adu kecepatan, padahal shalat itu mikraj, bukan balapan. Adapun yang saya tulis di sini berujuan agar kita terbiasa mengajukan data saat bicara fakta supaya ketika yang satu bilang cepat itu kita semua jadi tahu, cepat seperti apa dan seberapa lama.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar