27 Februari 2013

Periksa Golongan dan Gula Darah

"Sakit, ya, kalau diambil darah untuk cek golongan dan gula darah?"
"Ya, ndak lah, cuma sedikit saja, kok."
"Saya takut mendadak pusing dan roboh."

Mbak petugas Apotek Setia di Jalan Kesehatan, Pamekasan, itu tersenyum. Mungkin maksudnya heran bertemu pasien seperti saya. Ternyata, setelah menunggu hanya 5 menitan, saya pun diperiksa, duduk di sebuah kursi. Urutan kejadiannya seperti ini: Buka lengan baju hem; tangan diluruskan, mengepal; tarik napas panjang; jarum disuntikkan; napas teratur; darah diambil; tarik napas panjang; jarum dicabut; tangan ditekuk; petugas menempel 'plast' ke bekas luka suntikan; selesai. 

"Sudah, Pak!"
"Cuma begini?"
"Ya, silakan bapak kembali!"

Awalnya, saya membayangkan bahwa memeriksa golongan darah dan gula darah itu ribet dan serem. Mungkin karena pra-anggapan ini menunggui pikiran saya maka saya pun terlalu cemas untuk menjalaninya. Namun, setelah dijalani, ternyata, ya, biasa-biasa saja. Kiranya, ini merupakan gambaran untuk hal lain yang kita hadapi. Banyak hal yang tampak menyeramkan sebelum dijalani, lalu ternyata biasa-biasa saja setelah dijalani.

Dulu saya pernah cek golongan darah, namun data sudah saya lupakan. Jadi, saya tak ingat apakah golongan darah saya. Kini, saya lakukan lagi, sekaligus mengecek kadar gulanya. Bukan karena saya ditengara sakit karena tanda-tanda. Tidak, saya hanya ingin tahu saja. Sambil menunggu hasil laborat, saya menulis catatan ini. Demikianlah.


22 Februari 2013

Dekat tapi Berjauhan

Kalau kita datang ke sebuah tempat yang menyediakan hotspot gratis, di sebuah kafe misalnya, atau di tempat lain di mana beberapa orang yang  mempunyai gadget dan terkoneksi dengan internet sedang berkumpul, sering dijumpai apa yang disebut “dekat tapi berjauhan” itu. Mereka berada ada di sebuah tempat, duduk dan saling berdekatan. Setelah itu, satu orang mengeluarkan gadget mulailah mereka berhunganan dengan orang lain, bukan dengan orang yang ada di dekatnya.

Irfan buka blog di PC;  Agus buka Youtube di MacBook
Tampaknya sepela, tapi sebetulnya kecenderungan semacam ini sering kali memicu masalah tersendiri dalam hal komunikasi. Terkadang, kita asyik dengan orang lain tetapi melupakan mereka yang ada dan senantiasa bersama dengan kita, dengan kelurga misalnya. Ini saya alami, dan mungkin juga Anda juga alami.

“Dekat tapi berjauhan” adalah fenomena komunikasi mutakhir umat manusia. Dengan koneksi internet, yang semula tidak terjangkau jadi terasa dekat sekali. Bahkan, terkadang kita merasa sangat akrab dengan mereka yang sama sekali belum pernah bertatap muka secara langsung daripada dengan mereka yang saban hari berada di dekat kita. Maka, dengan gambaran di atas, nilai intensitas sebuah komunikasi sedikit banyak akan bergeser dari pemahanan semula. Antara lain, nilainya didasarkan atas kekerapan komunikasi, bukan sekadar pada jumlah kekerapan tatap muka semata.