08 Januari 2020

Pulau Terluar



Pulau terdepan (dulu, dan kadang disebut juga pulau terluar) di Kabupaten Sumenep adalah Pulau Sakala. Pulau ini berjarak 271 km ke Kalianget, pelabuhan ujung timur pulau Madura sisi selatan. Jarak ini saya peroleh dengan cara mengukurnya menggunakan penggaris distance measure milik Wikimapia; tanpa mengikuti peta pelayaran; main tarik-tarik saja).  Secara garis bujur, Pulau Sakala (masuk kecamatan Sapeken) sejajar dengan Desa Kayangan, di Lombok Utara. Pulau Sakala merupakan batas timur zona Waktu Indonesia bagian Barat (adapun ujung baratnya adalah Pulau Rondo, pulau terluar Indonesia, sonoan dikit dari Pulau Weh, Sabang, Banda Aceh).

Adapun Pulau Karamaian, yang secara administratif berada di gugusan pulau Masalembu, berjarak 268 km (mestinya diukur mil, sila cari sendiri di Wikimapia) atau kurang (kalau mengikuti jaluar pelayaran kayaknya 265 km). Pengukuran ini juga saya lakukan dengan cara yang sama dengan yang di atas. Pulau Karamaian hanya berjarak kurang dari 100 km ke Tanjung Selatan,  kecamatan Banjarmasin Bar, kota Banjarmasin, ujung selatan Pulau Kalimantan. Tapi, kalau penduduk sana mau ngurus akta kelahiran ke Disdukcapil, ya, tetap harus berlayar ke kota Sumenep, bukan ke Banjarmasin. Cuman, bukan itu yang saya bayangkan, melainkan bagaimana nasib penduduk situ yang harus menempuh jalur laut ke kota, dengan kapal yang tidak setiap hari ada.

Tapi, semua itu belum seberapa jika dibandingkan dengan penduduk kota Rapa Nui alias Pulau Paskah di Chili. Orang pulau ini, kalau misalnya diare dan harus opname di rumah sakit tercanggih seantero negerinya yang ada di Santiago de Chile, ya, harus naik perahu sejauh 3750 km, setara dengan jarak darat dari Luk-Guluk (rumah saya) ke Ibioh, di Sabang sana, itupun jika perahunya berjalan lurus, beda lagi kalau diombang-ambingkan ombak dan gelombang pasang, bisa jadi 3999 kilometer jaraknya.  Zaman sekarang mungkin sudah ada pesawat terbang.

 
Lalu, mengapa Pulau Natura diperebutkan? Berdasarkan gambaran di atas ini, kiranya alasannya bukanlah karena "jarak terdekat dengan", tapi "kepentingan terdekat dengan". Jadi, urusan "memiliki" itu tidak berhubungan dengan jarak, melainkan dengan "kepentingan". Buktinya adalah adanya hubungan jarak jauh alias LDR.





04 Januari 2020

Beratnya Jadi Imam Jumat

Dua orang berbaju putih duduk di kanan-kiri mimbar. Begitu bilal selesai azan, keduanya bangkit dari duduk, saling bersitatap. Keduanya mulai ragu, giliran dia yang jadi imam ataukah bukan? Keduanya sama-sama berdiri, tapi mereka lalu ragu kembali, apakah hari ini Jumat Pon atau Legi. Keduanya sama-sama melangkah satu kali, mendekati mimbar.

Apa yang terjadi? Bayangkan saja sendiri!

***
Seorang imam Jumat yang baru diangkat pertama kali telah menyelesaikan shalat. Hadirin sudah bubar. Dia melihat amplop putih kecil di balik sajadah. Ia mengambilnya dan memasukkan ke kantong baju. Ia keluar menuju kamar kecil untuk pipis, tentu sembari mengobati rasa penasaran, ingin tahu berapa isi amplonya. “Wuih, seket ewu, Rek!” katanya.
Begitu ia kembali, orang-orang yang masih tetap di masjid menatapnya seraya tersenyum. Rupanya, bunyi cucuran dan kecipak air, serta suara dia barusan, terdengar di seluruh ruangan karena sang imam lupa melepas mikrofon nirkabel-nya yang masih aktif ketika tadi hendak keluar.
***
Seorang imam mendadak lupa saat membaca surah setelah Al-Fatihah. Rakaat pertama sudah aman. Al-A'la dibaca dengan khidmat. Pada ayat keduabelas entah ketigabelas Surah Ghasyiyah, surah yang dibaca pada rakaat kedua, mendadak ia lupa. Ia mencoba mengulang dari ayat kesepuluh, tetap lupa. Jamaah sudah mengingatkan, tapi ia benar-benar lupa. Tiba-tiba terlintas di dalam pikiraannya kejadian tadi pagi: saat mau menyalakan mobil tapi dinamo starternya enggak nyantol-nyantol juga, enggak ngangkat karena strum akinya lemah. Wah, celaka, pengalaman aki lemah kok terbawa-bawa ke dalam shalat, payah!
Akhirnya, sang imam membaca lagi dari depan, tapi ganti Surah Al-Kausar.
***
INI BUKAN PENGALAMAN SAYA. Saya sampaikan supaya ndak ada yang berkomentar “jangan-jangan ini pengalaman pribadi”.