25 Agustus 2013

Ter-Ater Mobil

Di dalam masyarakat Madura, dikenal tradisi ter-ater, yakni mengantar/berbagi makanan, dari tetangga yang satu ke tetangga yang lain. Ter-ater bisa pula satu arah, seperti dari para tetangga ke masjid (yang dikelola oleh kiai) yang tengah menyelenggarakan kegiatan keagamaan, seperti lebaran dan maulid nabi. Adapun oleh-oleh yang dibawa biasanya berupa nasi, sepiring lauk (terdiri dari sekerat daging, sejumput mi, perkedel, srundeng kelapa/acar, dll), dan semangkok kuah (biasanya gulai; baik gulai daging maupun gulai labu-kacang panjang).

Bukan lantaran bersedekah itu dianjurkan oleh Islam-lah yang menjadi dasar tradisi ini, melainkan adanya beberapa hadits nabi (sebagaimana termaktub dalam kitab-kitab hadits; antara lain Riyadus Shalihin) yang secara khusus mengindikasikan ter-ater. Pernyataan ini hanyalah analisa saya semata dalam memandang tradisi ini. Salah satunya adalah sebuah hadits Nabi tentang anjuran ter-ater alias berkirim makanan (kuah) ke rumah-rumah tetangga (terdekat) jika di antara kita sedang masak-masak.

Namun, ter-ater yang ini sungguh berbeda.

Tersebutlah Kiai Jauhari dari Jember. Secara nasab, beliau adalah juju’ (buyut/ayah kakek) saya. Buktinya adalah karena kakek/nenek saya memanggilnya ‘paman’. Dulu, semasa mendiang kakek-nenek saya masih ada, beliau sering bertandang ke rumah, membawa gula, kopi, dan selalu ater-ater benda yang tidak lazim, seperti perangkat pengeras suara misalnya, dll. Barang bawaannya yang berjibun itu juga dibagikan kepada saudara-saudara yang lain. Beliau membawa sebuah Holden tua untuk mengangkutnya. Kadang, beliau juga bersama rombongan pengiring dalam sebuah station wagon.

Nah, dalam empat tahun terakhir, ter-ater dari juju’ ini mengalami perubahan. Ia tetap membawa kopi dan oleh-oleh yang lain. Namun, yang ‘lain-lain’ inilah yang sungguh tidak lazim. Ter-ater-nya berupa mobil. Tahun pertama, ter-ater itu adalah sebuah Mitsubishi L300 bensin untuk Kiai Ahmad Basyir. Tahun kedua, ter-ater-nya adalah Toyota Hiace untuk Kiai A. Warits. Berikutnya di tahun ketiga, beliau kembali membawa L300 bensin untuk keluarga Kiai Ishom. Yang terakhir adalah tahun ini, 2013, ter-ater Suzuki Carry untuk keluarga Kiai Abdul Basith AS.

Kira-kira setahun yang lalu, saya sempat bertemu dengan putranya, Tantowi, lalu menanyakan perihal ter-ater yang unik ini. Dia malah menjawab dengan pertanyaan begini sambil tertawa: “Apakah ter-ater berikutnya mau digulirkan ke Sabajarin (tempat saya)?”. Ditanya begitu, saya menjawab begini: “Ha, ha, terima kasih, Mbah! Kebetulan saya juga sudah mendapatkan ter-ater serupa dari seseorang. Sementara ini kami belum butuh. Barangkali ada saudara kita yang lain dan membutuhkannya.”


Orang yang unik harus dilayani secara unik. Maka, si Mbah yang masih muda ini pun menghadiahi saya biji-biji kopi yang konon berasal dari perkebunannya. Tak ada mobil, kopi pun jadi. Itulah pepatahnya.

2 komentar:

  1. KARENA yang setiap hari berbunga tiada henti di depan rumah saya adalah turi, dan tak satu pun tetangga saya mempunyai pohonnya, maka semua orang di gang tempat tinggal saya ini semua telah merasakan ter-ater ala saya; satu tas kresek kembang turi.

    BalasHapus
  2. Ya, Mas Edi. Kembang turi akan menarik juga di antara kembang kembang plastik tentu, haha

    BalasHapus

Silakan berkomentar sesuai kegundulan