30 Agustus 2009

Warung Betis


Bulan puasa seperti sekarang, di daerahku, warung-warung makan biasanya pada tutup. Pemilik warung menyadari, mayoritas penduduk di sini merupakan pemeluk agama Islam dan tentu saja mereka—umumnya—berpuasa. Jalan raya di sini juga bukan jalan provinsi yang tentu tidak begitu ramai dilalui orang-orang yang punya “Surat Izin Tidak Berpuasa” karena sedang dalam perjalanan jarak-jauh (musafir) dengan kompensasi/rukhshah (diperbolehkan buka/tidak berpuasa dengan syarat harus menggantinya suatu saat, di lain hari).


Tetapi, di terminal-terminal, umumnya di kota, tetap saja ada “Warung Betis” yang online. “Warung Betis” ini merupakan kedai makanan kaki lima yang hanya bertabir kain memanjang. Mereka tetap buka siang-siang (meskipun di antara para pelanggan itu ada yang benar-benar mengantongi “Surat Izin Tidak Berpuasa”, tetapi bukan berarti memang ada pula yang benar-benar tidak mau berpuasa). Di warung ini, wajah para penyantap saja yang di-klik_kanan>properties>attributes>hidden pada orang lain, kaki dan betisnya, tetaplah kelihatan. Asap rokok, bau rempah-rempah, dan aroma makanan pada umumnya tetap mengumbar dari sana.


Catatan: hanya ada bagian kecil dari anggota tubuh seseorang yang dapat ditandai sebagai bagian “rawan dan malu jika ditampakkan”, antara lain adalah “wajah/muka”. Rupanya, betis tidak termasuk pada bagian ini. Kasihan kau, betis!


3 komentar:

  1. Huahahaahahahahah........
    kalo di daerahku hanya sendalnya doang kok yang kelihatan.....hehehehehe...
    Betis yang Payah yah....Moga besok Betis2nya pun malu kalo kelihatan....

    BalasHapus
  2. Oiya Pak, Torn Nya Udah Di ganti Nggak Enak Ama kenangan nya Bapak...Jadi ta Ganti Patience nya GNR...Moga Nggak bermasalah wes....^_^

    BalasHapus
  3. a-chen: makasih. Patience! ini kenangan manis, meskipun saat main gitar, di ending, kayaknya Slash lagi mabox, he...he...

    BalasHapus

Silakan berkomentar sesuai kegundulan