01 Januari 2011

Malam Tahun Baru di Desaku

Sejak habis shalat Isya, yang terdengar dari balik kamarku, hanyalah suara merdu Syaikh Mahmud Khalil al-Husari melagukan surat Al-Hujurat. Suara merdu ini terdengar cempreng melalui speaker TOA, di arah timur laut rumahku. Sementara, entah di arah mana, aku juga mendengar seseorang membunyikan lagu dangdut koplo dari seperangkat sound system, lumayan keras juga, sih. Di luar itu, bunyi-bunyian lainnya adalah rintik hujan dan bunyi kodok bersahutan.

Pada pukul 23.58 (31/12/2010), dua detik menjelang pergantian tahun (berdasarkan jam di komputerku), terdegar bunyi sepeda motor 4 tak (mungkin Astrea Grand) lewat di jalan depan rumah. Pengemudinya membunyikan klakson panjang, kira-kira selama 7 detik tanpa putus, merusak keheningan. Setelah itu, sampai pagi, tak ada suara apa-apa selain, ya, bunyi rintik hujan dengan selingan bunyi gelgar guntur, kiriman salam dari langit yang murung. 

Hingga Subuh, aku terus duduk di depan komputer. Tak ada pesta di sini, tak ada hura-hura, tak terdengar hiruk-pikuk terompet ataupun letusan kembang api. Aku hanya mendengar suara qurra’, pembacaan ayat-ayat suci akhir surat Ali Imran, dari pengeras suara masjid jamik yang berjarak sekitar 375-an meter dari rumahku. Ya, itulah qurra’ sebelum azdan Subuh dikumandangkan. 


5 komentar:

  1. 2 jam sebelum pergantian tahun, saya masih menikmati wifi dan kopi...

    BalasHapus
  2. Apa sampeyan Kak. Kok dak ada hujannya? Sampeyan masik sariawan ya, kok semua orang LAIK mummu, tapi sampeyan ndak? Hehehe

    BalasHapus
  3. @Apokpak: wifi + kopi ditukar dengan dua bungkus kripik. Begitulah barter dalam hukum ekonomi
    @Pangapora: Ada hujan sedikit. Itu artinya gerimis. Kamu jahat padaku via mummu

    BalasHapus
  4. khusyuk..."terompet" dibiarkan gak bunyi ya...

    BalasHapus
  5. @Rampak naong: ada doa khusus untuk itu...

    BalasHapus

Silakan berkomentar sesuai kegundulan