Barusan saya naik bis bumel dari Tanah Merah (Bangkalan) sampai Prenduan (Sumenep). Dari Blega, naiklah dua orang bercelana, bertambang mahasiswa S2. satu di antaanya ngomong tiada henti, dan terus ngomong hampir sejam lamanya, sampai bis tiba di terminal Sampang karena dia tidur. Saya senang. Setelah itu yang terdengar hanya bunyi mesin, klakson, dan knalpot. Eh, kok hanya dalam tujuh menit, dia bangun lagi dan mulailah dia ngomong lagi. Kawan duduknya hanya mendengarkan. Sesekali menanggapi. Saya meliriknya, dan dia tidak peduli dengan air muka saya yang menunjukkan kalau saya tidak suka. Adapun kata-kata kunci yang dibicarakannya adalah penguatan, pemberdayaan, pembangunan, dan sejenisnya.
Orang-orang desa yang bertampang kumuh di dalam kabin bis tua itu diam. Tidak ada orang yang berbicara secara keras. Merekalah yang justru diam. Rasanya, butuh adanya pelatihan untuk menjadi pendengar yang baik, bukan saja pelatihan untuk menjadi pembicara yang baik.