30 Maret 2009

SARWAH TEMOR SOK-SOK

Setiap pergi sarwah, saya selalu dikawal oleh Pak Amir. Seperti biasanya, sepanjang perjalanan, dia selalu meddal dengan komentar-komentar segar yang kerap ada unsur “kor”-nya; tentang apa saja; dari soal pupuk sampai kopi, dari soal caleg sampai kedelai. Singkatnya, tidak ada tema yang terlepas dari komentarnya.


Nah, kebetulan, rute sarwah malam itu termasuk medan semi off road. Saya lewat di jalan setapak dengan jarak tempuh kira-kira (PP) 1300-an meter. Jalan ini jarang dilewati. Rumpuntya tinggi di atas mata kaki, bahkan hampir menutupi jalan. Meskipun medan begitu, seolah telah mengantongi sertifikat dari perkumpulan Off-Roader, saya tetap jalan bergegas (gancang). Saya berjalan terdoyong-doyong karena lampu senternya juga sangat tidak terang. Saya khawatir datang terlambat di TKP.


Entah di tikungan yang keberapa, saya terpeleset, dari nyaris jatuh dari tastabun ke kali (kurang lebih 2 meter dalamnya). Pak Amir pun meddal dari belakang: “Beh, ma’ munyer, Keh?! Pola eb-ban-a tepes?” (Beh, kok selip? Apa sudah gundul bannya?).


Saya tersenyum. Datar saja..


Hanya beberapa langkah kemudian, kembali saya nyaris terjatuh lagi karena jalan setapak itu memang betul-betul medan yang tidak akrab terhadap sandal jepit biasa. Maka, Pak Amir pun menambah komentarnya, “Loronga e attas, Keh! Mun se e bhaba ka’ essa sok-sok. Tengate, ta’ asareya adung-ghindung sampeyan kaula.. (jalannya itu di sini (di atas), Keh. Kalau yang di bawah itu kali namanya. Hati-hati, saya ogah mau gendong Sampeyan kalau ntar terjatuh ke kali).


Nah, malam ini, dua pekan berikutnya, saya juga bareng dia ke sarwah. Kali ini, saya bawa lampu senter berpemantul lebar, tapi sayang giliran mata saya yang sakit, kelelahan. Dan inilah saran penyajian dari Pak Amir: “Ja’ lako amaenan komputer, Keh. Tak asareya atontonton, kaula, ha..ha….” (jangan komputer saja dipelotot, saya ogah kalau harus nuntun sampeyan, ha..ha…)


25 Maret 2009

TRANSPARANSI



Anggaran dana ini perlu juga dijadikan rujukan. Dengan tanpa ragu-ragu, biaya cabis untuk sarang atau "tolak hujan" bagi sang pawang, juga ditampilkan

24 Maret 2009

Berita Bernasib Malang

Beberapa waktu yang silam, saya membaca beberapa kali ke-kormeddal-an berita di sebuah koran. Sayang, saya baru sempat menulisnya sekarang. Saya tidak perlu menyebut nama koran dan kode/nama(-nama) wartawan tersebut. Anggapalah ini sebuah fragmen, sebuah cerita tutur yang dituliskan:

Sang wartawan menulis berita bertema lingkungan hidup. Dia menulis "green force", padahal maksudnya "green peace" (saya ngerti karena yang pertama itu julukan Persebaya, sedang yang terakhir LSM).

Di lain kesempatan, pada berita tentang terbaliknya sebuah kapal cepat di perairan Sepudi (?), dalam berita tertulis "speed board" untuk "speed boat" (tahu, kan? Yang pertama itu papan luncur beroda, sedangkan yang kedua itu terjemahan Inggrisnya kapal cepat).

Lagi-lagi, wartawan bernasib malang ini menulis berita ringan tentang kegemaran remaja zaman sekarang dalam hal memodifikasi sepeda motornya. Dia menulis "shock biker" pada saat tidak seharusnya dia bermain plesetan pada frase "shock breaker".

Semua ini, dalam sementara anggapan saya, disebabkan oleh dominasi budaya nguping. Akibatnya, nulis berita pun kormeddal alias waton alias kor-ngocol alias asmuni (asal muni) alias asbun (asal bunyi). Berita pun menentang hukum berita: peristiwa terjadi di lapangan, bukan di meja redaksi.

WASPADALAH!!
Hati-hati dengan mazhab kormeddal. Karena kormeddal seperti senjata: berbahaya hanya di tangan yang tidak berpengalaman!

21 Maret 2009

PEMILU: 10 TAHUN YANG LALU


Menurut Aploh, cerita pendek ini tidak dimuat di rubrik budaya koran minggu, tapi benar-benar terjadi di sebuah TPS, pada Pemilu 1999 yang lalu:


“Mbah, kok lama?”


Dari bilik suara, seorang kakek-kakek yang hanya kelihatan kopyahnya tidak menoleh sedikit pun ke arah sumber panggilan. Si Embah ini sudah sangat lama berada di dalam bilik. Ukuran lamanya tentu jika diitung dengan waktu yang seharusnya dihabiskan untuk hanya sekadar mencoblos. Paling-paling, tidak sampai setengah menit, kan? Tapi, si Embah ini sudah menghabiskan waktu untuk empat orang.


“Mbah, sudah?”


“Sebentar, tinggal sedikit lagi. Nih saya coblos semua, satu-satu, kok sulit rasanya, ya?!!


semoga, pemilu 9 April 2009 medatang tidak banyak terjadi kesalahan dan penipuan

Diskusi dan Debat


DISKUSI adalah tukar pendapat, berbagi ide untuk menemukan kesimpulan. Jika santai, maka diskusi dapat berlangsung tanpa moderator. Jika diskuis ilmiah, biasanya diskusi dipandu oleh seorang moderator. Moderator berfungsi sebagai pengatur lalu lintas arah pembicaraan.

Sedangkan …

DEBAT: juga berarti tukar pendapat, tetapi cenderung lebih mengutamakan adu argumen yang logis, memiliki acuan. Sedangkan "KUSIR", disebut juga sais, adalah pengemudi/sopir dokar (roda dua) atau andong (roda empat). Di suatu kantor polisi resor, tahun 1997 dulu saat ambil SIM A pertama kali, saya lihat ada brosur SIM-D, SIM untuk sais. Sekarang kok gak ada saya tidak tahu.

DEBAT KUSIR adalah kumpulan dua kata (debat dan kusir) yang telah memiliki makna baru; disebut frase. Debat jenis ini biasanya cenderung mengedepankan argumen dan kurang mempedulikan simpulan. Ciri-cirinya: 1.mengabaikan moderator; 2.tensi tinggi; 3.kata-kata yang sering terlontar antar lain adalah "pokoknya", dst. Debat kusir bukanlah debat yang direncanakan. Ia muncul di tengah perjalanan. Sejenis 'ashi fis safar, maunya pergi ziarah/silaturrahmi, tapi karena ada bis yang diparkir sendirian lengkap dengan kunci kontaknya, dicurilah bis itu (Curanbis). Debat kusir umumnya muncul karena salah satu penyaji/pemateri tidak memperhatikan tata tertib, seperti berjidal dengan alasan yang tidak masuk akal, keluar konteks, disertai pemojokan, dan bahkan bisa sampai pada ancaman kekerasan (fisik).

Ciri lain dari debat kusir adalah: argumen-argumen yang dipertaruhkan dan diadu lebih banyak unsur kormeddal-nya daripada ilmiahnya! Cokop.

17 Maret 2009

Presento in Absentia


Sejak malam pertama hingga malam ketiga, Ablo dan Aing (bukan nama sebenarnya—red) berangkat bergabung secara live and exclusive, ikut jamaah tahlil di Langgar Asem. Di antara yang lain di Sabajarin, Ablo dan Aing termasuk di antara barisan paling rajin dalam urusan pergi tahlil. Sementara kedua kakak mereka, Tofu dan Apang (juga bukan nama asli—red), level dan intensitas kehadirannnya—dalam urusan tahlil—masih di bawah adik-adik mereka berdua itu.


Beberapa hari kemudian, insya Allah pada hari kelima, keluarga Ibu Ablo dkk. berangkat takziyah (melayat) ke rumah duka di Langgar Asam. Tuan rumah menyambut ramah. Mereka menebar senyum sumringah. Rupanya, tuan rumah ingin berterima kasih atas sikap “peduli-dan-kesetiakawanan-sosial” yang telah ditunjukkan si Ablo dan si Aing selama ini. Kegetolan mereka berdua untuk datang bertahlil setiap malam disampaikannya dengan penuh suka cita:


“Wah, wah, kalau Ra Tofu dan Ra Apang sering kemari. Saya lihat, tiga malam berturut-turut mereka berdua selalu hadir dan ikut tahlilan...”


Presento in absentia..

07 Maret 2009

Pekerjaan 'Menunggu'


‘Agama’, juga ‘pekerjaan’, merupakan dua hal yang selalu menjadi persyaratan kelengkapan pengisian sembarang formulir di negeri ini, sementara tidak di negeri itu dan tidak pula di negeri yang lain. oleh karenanya, WNI harus ‘beragama’ dan ‘harus bekerja’ agar punya KTP. Cek saja kalau tidak percaya. Untung saja, tidak ada peraturan khusus, misalnya, harus mencantumkan nomor ponsel di dalam KTP.

Saat mau isi formulir pembuatan KTP, Su’din yang tidak punya pekerjaan secara spesifik, ditanyai petugas:

“Pekerjaannya?”
“Apa, ya?” Su’din mengernyitkan kening, menautkan alis, memicingkan mata. “Enaknya diisi apa?” Malah-balik-bertanya si Su’din ini.
“Loh, kok malah enaknya. Sampeyan ini gimana? Pekerjaannya sampeyan itu apa?” Petugas menggunakan oktaf ketiga dengan nada dasar B.
“Ya, diisi saja yang enak, apa lah…” jawab Su’din sekenanya.
“Wah, harus jelas!”

Sejurus berpikir, Su’din pun kormeddal,
“Isi saja: ‘menunggu’!”

“Maksudnya apa? Pekerjaan kok ‘menunggu’? Kasih pekerjaan wiraswasta saja, ya!
“Enggak, ah, ‘menunggu’ saja, lebih jujur dan realistis!”
“Menunggu bagaimana maksudnya sampeyannya ini?” Lama-lama, petugas itu tampak mulai tidak sabar. Ia menggunakan teknik vokal falseto berkekuatan 120 desibel untuk pertanyaannya ini.

“Saya ndak punya kantor, saya mangkal di warung kopi yang dekat kantor, dekat samsat, pokoknya dekat dengan urusan “menunggu” lah… Saya menunggu orang minta dibantu, seperti nunggu orang minta diantar ke samsat; perpanjangan surat-surat kendaraan, mau beli tanah, ya, cem-macem lah pokoknya. Tapi, pada intinya, saya cuma menunggu, kok!”

Su’din menatap petugas itu sambil berkata, “Paham Sampeyan?”


[buat Mumunk Bandaran: saya menunggu inspirasi kormeddal-mu yg lain]

03 Maret 2009

DVD = DAVADA ALIAS SAWA'UN


Pagi hari sebelum matahari terbit, Marguntap berangkat ke sawah. Sementara Kelesap baru saja pulang dari mushalla. Di jalan setapak menuju Congap, mereka berpapasan:

Marguntap: Keh, dari mana?
Kélesap: (tidak ada respon)
Marguntap: Whoi! Dari mana?
Kélesap: (tersenyum)
Marguntap: Keh [setengah membentak], d—a—r—i—m—a—n—a—?
Kélesap: O, dari langgar! (sambil tersenyum ulang)
Marguntap: (tersenyum juga) Saya kira sampeyan baru pulang dari langgar??

Keduanya berlalu…

CATATAN:
Marguntap punya gangguan indra pendengaran, Kélesap juga demikian, hanya saja 3 tingkat lebih tinggi.

02 Maret 2009

Al-Hujurat dan Ar-Rahman Versi Syaikh Mahmud al-Husari


DI SUATU SAAT:

“Mendekati tengah malam, hujan deras yang mengguyur sejak adzan Isya tadi, mulai mereda. Tak ada orang keluar rumah. Jalanan sepi. Suara kodok, sisa gerimis, serta sisa tetes air di pancuran menambah suasana semakin sunyi. Dari kejauhan, di arah timur laut rumahku, aku mendengar sebuah resital sesayup sampai, dipancarkan dari sebuah loudspeaker yang kuyakin mereknya TOA. “Surat Al-Hujurat dengan qari’ bersuara tebal itu…” Dan malam, seperti semakin menemukan warna gelapnya. Membeku, semua yang tersimpan di masa lalu, datang kembali: ta’ perna (tidak kerasan)

Pernahkah Anda punya pengalaman seperti ini? Atau mungkin Anda pernah "merasakannya seolah-olah" hingga berulang-kali (déjà vu)?

Tersebutlah Syaikh Mahmud Khalil Al-Khusari, seorang qari’ Mesir. Di Indonesia, di Jawa Timur khususnya, beliau sangat terkenal. Shalawat dan adzan-nya telah direkam oleh PT Lokananta Solo (biasanya, kaset berwarna kombinasi kuning-hitam atau kuning-oranye: [Izin Deperind. No. 172/5. 3m/S. IV/76 // 3960/135. 7/5] No.001/ASIRI/78) dan telah tersebar ke mana-mana, ke masjid-masjid, mushalla-mushalla. Di sana, Syaikh Al-Husari membaca secara tartil (pembacaan ayat tidak diulang-ulang), meskipun pelaguannya bergaya mujawwad.




Kaset tersebut berisi Adzan-Shalawat, Al-Hudjurat (oleh Al-Husari), lalu Ath-Thoriq dan Al-A’la (oleh Ustadz Abdul Aziz Muslim yang bergaya cengkok Abdul Basith Abdusshomad) di side A; sementara di side-B, berisi Surat Ar-Rahman (Al-Husari) dan Al-Hadid (Noor Asyiah Jamil). Yang hebat adalah, bahwa kaset ini hampir dimiliki oleh setiap mushalla/masjid yang--terutama--ber-loudspeaker TOA, bertape Philips tepa’ (segi empat dan tipis), dan ber-amplifier "Matahari". Di tempatku, setiap mau adzan Maghrib, selalu memperdengarkan shalawat “Ash-shalatu wassalamu ‘alaik. Ya, imamal Mujahidin… Ya Rasulallah….”-nya Al-Husari ini.

Pada usia 63 tahun (1917-1980), syaikh mangkat. Dia tidak tahu, atau mungkin “tahu”, kalau pemutaran resital Al-Hujurat dan Ar-Rahman di sekitar kampungku, konon kata si empunya cerita, selalu mengacu pada “referensi khusus” bagi undangan jamaah syarwah/kompolan/kamrat. Jika tuan rumah memutar Al-Hujurat, maka berkat/oleh-olehnya nanti akan berisi, antara lain, dudul (dodol siwalan) dan tettel (wajik gurih berwarna putih); sedangkan jika memutar Ar-Rahman, berkatnya akan berisi kocor (penganan berbahan baku gula merah, bentuknya seperti "piring terbang"-nya U.F.O) dan nangginang (rengginang).



Jika butuh sensasi tertentu, di saat-saat tertentu, aku selalu memutar murattal ini. Nah, bagi yang ingin mendengarkan atau memiliki koleksi tartil beliau (dengan lagu yang seperti saya ceritakan), silakan hubungi saya, bawa flashdrive. Atau jika hanya ingin mendengar/mengunduh, silakan klik DI SINI

[jika berkenan, mohon mengirim al-fatihah untuk beliau selepas membaca artikel ini]
NB: sumber gambar: http://sukolaras.files.wordpress.com/2008/10/kaset-tari.jpg

Entri Populer

Shohibu-kormeddaL

Foto saya

Saya adalah, antara lain: 6310i, R520m, Colt T-120, Bismania, Fairouz, Wadi As Shofi, Van Halen, Puisi, Hard Rock dll

Pengikut

Label

666 (1) Abdul basith Abdus Shamad (1) adi putro (1) adsl (1) Agra Mas (1) air horn (1) akronim (1) Al-Husari (2) alih media (1) Alquran (1) amplop (1) Andes (1) Android (1) anekdot (3) aula asy-syarqawi (1) Bacrit (2) bahasa (5) baju baru (1) baju lebaran (1) Bambang Hertadi Mas (1) bani (1) banter (1) Basa Madura (1) basabasi (1) batuk (1) bau badan (1) bau ketiak (1) becak. setiakawan (1) belanja ke toko tetangga (1) benci (1) bis (3) bismania (2) BlackBerry (1) Blega (1) blogger (2) bodong (1) bohong (2) bolos (1) bonceng (1) bromhidrosis (1) Buang Air Besar (BAB) (1) buat mp3 (1) budaya (1) buku (2) buruk sangka (2) catatan ramadan (4) celoteh jalanan (1) ceramah (1) chatting (1) chemistry (1) cht (1) Cicada (1) Colt T 120 (1) corona virus (1) Covid 19 (1) cukai (1) curhat (5) defensive driving behavior development (1) dering (1) desibel (2) diary (1) durasi waktu (1) durno (1) ecrane (1) etiket (17) fashion (2) feri (1) fikih jalan raya (1) fikih lalu lintas (1) fiksi (2) filem (1) flu (1) gandol (1) gaya (1) ghasab (1) google (1) guru (2) guyon (1) hadrah (1) handphone (1) Hella (1) hemar air (1) Hiromi Sinya (1) humor (2) IAA (1) ibadah (2) identitas (1) ikhlas (1) indihome (1) inferior (1) jalan raya milik bersama (1) jamu (1) jembatan madura (1) jembatan suramadu (2) jenis pekerjaan (3) jiplak (2) jual beli suara (1) Jujur (3) Jujur Madura (1) jurnalisme (1) jurnalistik (3) KAI (1) kansabuh (1) Karamaian (1) karcis (1) Karina (1) Karma (1) Kartun (1) kebiasaan (5) kecelakaan (2) kehilangan (1) kenangan di pondok (1) Kendaraan (2) kereta api (1) keselamatan (1) khusyuk (1) kisah nyata (7) Kitahara (1) kites (1) klakson (1) klakson telolet (1) kode pos (2) kopdar (2) kopi (1) kormeddal (19) korupsi (2) KPK (1) kuliner (2) L2 Super (2) lainnya (2) laka lantas (1) lakalantas (1) lampu penerangan jalan (1) lampu sein (1) layang-layang (1) lingkungan hidup (3) main-main (1) makan (1) makanan (1) malam (1) mandor (1) Marco (1) masjid (1) Mazda (1) MC (1) menanam pohon (1) mengeluh (1) menulis (1) mikropon (1) mimesis (1) mirip Syahrini (1) mitos (1) modifikasi (1) money politic (1) Murattal (1) musik (1) nahas (1) napsu (1) narasumber (1) narsis (1) Natuna (1) ngaji (1) niat (1) Nokia (1) nostalgia (2) Orang Madura (1) Paimo (1) pandemi (1) pangapora (1) paragraf induktif (1) parfum (1) partelon (1) pasar (1) pekerjaan idaman (1) pemilu (1) peminta-minta (1) penata acara (1) pendidikan (1) pendidikan sebelum menikah (1) penerbit basabasi (1) pengecut (1) penonton (1) penyair (1) penyerobotan (1) Pepatri (1) perceraian (2) Perempuan Berkalung Sorban (1) perja (1) perjodohan (1) pernikahan (1) persahabatan (1) persiapan pernikahan (1) pertemanan (1) pidato (1) plagiasi (2) plastik (1) PLN (1) pola makan (1) poligami (1) polisi (1) politik (1) polusi (1) polusi suara (2) Pondok Pesantren Sidogiri (1) ponsel (2) popok (1) popok ramah lingkungan (1) popok sekali pakai (1) PP Nurul Jadid (1) preparation (1) profesional (1) PT Pos Indonesia (1) puasa (5) publikasi (1) puisi (2) pungli (1) Qiraah (1) rasa memiliki (1) rekaan (1) rempah (1) ringtone (1) rock (1) rokok (1) rokok durno (1) rumah sakit (1) Sakala (1) salah itung (2) salah kode (3) sanad (1) sandal (1) santri (1) sarwah (1) sastra (1) sekolah pranikah (1) senter (1) sepeda (3) sertifikasi guru (1) sertifikasi guru. warung kopi (1) shalat (1) shalat dhuha (1) silaturahmi (1) silaturrahmi (1) siyamang (1) SMS (1) sogok bodoh (1) sopir (1) soto (1) sound system (1) stereotip (1) stigma (1) stopwatch (1) sugesti (1) sulit dapat jodoh (1) Sumber Kencono (1) Sumenep (1) suramadu (1) syaikhona Kholil (1) syawalan (1) takhbib (1) taksa (1) tamu (2) Tartil (1) TDL (1) teater (1) teknologi (2) telkomnet@instan (1) tengka (1) tepat waktu (1) teror (3) tertib lalu lintas (28) The Number of The Beast (1) tiru-meniru (1) TOA (2) tolelot (1) Tom and Jerry (2) tradisi (1) tradisi Madura (4) transportasi (1) ustad (1) wabah (1) workshop (1) Yahoo (1) Yamaha L2 Super (1)

Arsip Blog