26 Desember 2009

Tidak Ada yang Gratis di Dunia Ini?


-->
Setelah bangun pagi dan menyeruput secangkir kopi panas, aku dan tuan rumah yang kusambangi, bersantai di kebun belakang yang asri.

“Aku buru-buru. Aku mau ke Solo,” kataku padanya, pamit.
“Bawa saja mobilku!”
Jawabannya setengah kuduga. Terbayanglah perjalanan menyenangkan ke Solo hari itu. Semua akan berjalan lancar. Sayangnya—kalau harus kubilang “sayangnya”, semua kendaraan yang ditawarkan si empunya rumah bertransmisi otomatis. Menyesal diriku tak membiasakan diri dengan kendaraan macam ini.
“Yang manual gak ada?”
“Hanya Xenia.”
“Ya, gak apa-apa lah, yang penting ada bensinnya,” aku berseloroh. Maksudku, sekali dayung, dua pulau terlampaui.

Kami pergi ke garasi. Tapi, saat mobil Xenia itu dipanaskan untuk berangkat, kulihat jarum kontrl bensin itu—ah—menunjuk ke hurup E: kosong!
“Waduh, ini kontrolnya mati atau bagaiamana?”
Dia melhat, betul-betul kosong. “Oya, ya, maaf, kemarin di atas separo, kok.”
“Jadi, bagaimana mobil ini bis samapai Solo?”
“Ya, biar kuisi penuh dulu.”
Aku tersenyum, nyaris tertawa.

Karena hari ini hari Jumat, aku ngajak Mamat agar berangkat habis shalat. Tos, sepakat. Ketika kami berdua telah berada di dalam kabin, aku mengusulkan sesuatu.
“Mat, kita sudah gratis mobil dan bensin. Masak buat makan siang saja tak ada yang gratis?”
Mamat tidak menjawab, dia hanya tertawa. Namun, aku yakin, tawanya adalah tanda setuju, suatu persetujuan. Langsung kutelepon Bang Hendrik, si empunya rumah makan Kinantan (Seturan).
“Bang, ada di warung?”
“Iya, kamu di jogja, tah?”
“Iya Bang, saya mau ke situ, ya! Eh, Bang, masih jaulan lontong Medan tidak?
“Iya, kemari saja.”
Singkat cerita, kisah manis terulang siang itu, semanis es teh yang disuguhkan selepas menghabiskan satu porsi lontong medan.

Alhamdulillah. Rezeki Allah sungguh tersebar luas di mana-mana. Masih banyak lagi, yang tentu tak cukup kutuliskan di halaman blog yang sempit ini. Ya, Allah, jadikan aku makhluk yang pandai berskuyur. Siapa bilang di dunia ini tak ada yang gratis? Jika semua harus “dibayar dengan uang”, keseimbangan akan sulit tercapai: yang kayak makin kaya, yang miskin makin miskin, kata Rhoma Irama.

Jazakumullah Khairal jaza'

14 Desember 2009

Klakson


Entah karena faktor punya klakson baru atau karena menjajal tingkat kebisingan klakson angin Cap Hella, seorang sopir demam klakson. Sebentar-sebentar, tekan klakson.


Penumpang: perasaan, dari tadi Bapak main tekan klakson terus. Itu barusan; kayaknya Bapak tidak sedang dalam situasi berbahaya, juga tidak sedang berpapasan, tidak ada rintangan, hanya ada orang berjalan kaki, itupun di trotoar, kok Bapak juga bunyikan klakson?

Bapak Sopir: yang jalan kaki itu teman saya

Penumpang: kalau yang dari tadi itu, pak? Mobil-mobil yang berpapasan itu, apa bapak kenal mereka semua?

Bapak Sopir:semua semua pengguna jalan adalah saudara, kita berteman

Penumpang: tapi, kuping saya ini pak, jadi pusing kuping saya ini, Pak, tiodak berteman deh pak

Bapak Sopir:Kalau begitu, sampeyan tidur saja di rumah


CATATAN: Jadi bingung, fungsi klakson itu sebetulnya apa, ya?

Konsentrasi


Sopir 1: tadi kita berpapasan ya?

Sopir 2: di mana?

Sopir 1: di Talang Siring

Sopir 2: mana? Enggak, ah. Aku kok gak ingat, ya? Pas apa?

Sopir 1: kamu mau nyalip truk tapi gak jadi karena kres denganku. Kuberi lampu dim.

Masa kamu gak kenal mobilku?

Sopir 2: Nggak. Nyopir kan butuh konsentrasi, jadi aku gak sempat memperhatikan mobil kamu

Sopir 1: Jadi, kamu konsentrasi untuk mendahului tetapi tidak konsentrasi pada lampu dim-ku?


CATATAN: sejatinya, apakah makna konsentrasi dalam kamus lalu lintas di jalan raya?

09 Desember 2009

Pesan Nasi Apa?

Setelah rombongan takziyah pulang dari Besuki, dan aku terlena dibuai goyangan lembut Neoplan ex. Bis Bandara Soekarno-Hatta, aku terjaga. Kukucek-kucek mataku, menoleh, dan ternyata bis sudah diparkir rapi di depan Giant Probolinggo.

Para penumpang turun. Mereka berbelanja. Aku tidak. Uangku tidak sempurna untuk itu. tak dinyana, Aku melirik ke seberang jalan. Ada depot di situ. Aku pun masuk dan langsung kuamati sekeliling. Tak ada orang. Sepi.

Lalu, seorang pelayan datang mendekat, tetapi tidak mengajakku bicara, atau bertanya, seperti biasa. Aku mendongak, memperhatikan menu makanan dan minuman yang dipajang di dinding (memang, banyak depot/warung makan yang meletakkan menu di meja, tetapi ada pula yang memajangnya di dinding ruangan, bahkan ada yang lengkap dengan daftar harganya sekalian).


Kulihat di sana:
Soto Daging
Soto Ayam
Rawon
… … …
dan banyak lagi yang lainnya.

Mungkin karena aku tak kunjung memesan, pelayan itu akhirnya mengawali pembicaraan.

“Pesan apa, Pak?”
“Gak makan, kopi saja.”

05 Desember 2009

Terlalu Gesit

“Mat, tolong karburator ini diantar ke aku. Sekarang aku jumatan di Masjid Karduluk. Kamu cari Yono. Suruh dia yang berangkat. Cepetan, Mat. Pokoknya, habis Jumatan, aku tunggu. Makasih. Wassalamualaikum…”


Aku mengakhiri panggilan dan langsung menuju tempat wudhu’, siap shalat Jumat di Masjid Karduluk. Singkat cerita, beberapa menit sehabis Jumatan, aku telepon lagi Si Mamat.

“Sudah berangkat Yono-nya, kak.” Sergah suara di seberang, lebih dulu menjawab pertanyaanku yang telah diduganya.

“Oke, Makasih.”

“Iya. Saya kasih tahu dia agar langsung ke Masjid Karduluk, dan dia langsung berangkat, kira-jkira lima menit yang lalu.”


Dalam hitungan normal, jarak waktu tempuh dari rumahku ke Masjid Karduluk berkisar 20 menit, atau 15 menit jika agak ngebut. Tapi, sudah 40 menitan aku menunggu, si kurir tak kunjung datang juga. Perasaan was-was mulai membayang, “Jangan-jangan ban sepeda motornya pecah; jangan-jangan kehabisan bensin dan dia sedang tidak membawa uang; jangan-jangan…”

[Aku tahu secara haqqul yaqin, Si Yono ini jelas tidak membawa HP]


“Mana, Mat?” Teleponku lagi dengan suara memburu.

“Loh? Belum nyampe, apa?” Mamat justru menunjukkan intonasi keheranan.


Akhirnya, kuputuskan saja untuk kembali ke rumah, dengan harapan: semoga nanti bisa berpapasan di tengah jalan. Aku pun meninggalkan Masjid Karduluk dengan kecepatan 40 km / jam dan terus konsentrasi ke arah depan, memperhatikan semua sepeda motor yang datang dari arah berlawanan. Dan betul! Aku menjumpainya di depan Masjid Mustaqbil, Prenduan. Kucegat, dan langsung aku semprot:

“Ke mana saja kamu? Kok lama?”

“Saya sudaha sejak tadi di sini.”

“Lho, kok?”

“Saya cari-cari, tapi gak ketemu, bahkan saya sudah sampai ke kantor Telkom di Aeng Panas?”

“Loh???”


Sekarang, aku mulai paham. Ada yang tidak beres dengan ini semua.

“Memang masjid Karduluk itu sebelum kantor Telkom atau sesudah kantor Telkom?” tanyaku menguji kecapakan geogafi dan peta dasarnya. Tapi, Si Yono ini hanya diam tanpa ekspresi. Aku segera menjelaskan, “Masjid itu masih jauh ke arah timur kantor Telkom, masih dua kilometeran lagi, Yon.”

Aku diam, menarik napas, dan mengambil bungkusan plastik berisi karburator itu dari tangannya.

“Kamu tahu Masjid Karduluk, kan?”

“Tidak!” Jawabnya begitu cepat, begitu gesit.

Anak Gila

Ini cuplikan beneran, edisi nguping yang saya terima dari Kak Zainon. Dia pun mendapatkan cuplikan ini dari balik dinding rumahnya.

“Nak, jangan nakal, ayo mandi.”
“Enggak…”
“Ayo, Nak, mandi.”
“Enggak. Bapak gila!”

Ini anak rupanya sudah mulai keterlaluan. Masak, bapaknya dibilang gila. Namun, dengan bekal kesabaran tingkat tinggi, sang Bapak tidak mengurungkan niatnya untuk membujuk si anak agar segera mandi. Ia coba-coba menggoada:


“Kalau bapak gila, kamu memang anaknya siapa?”
Anaknya menjawab, “Anak orang gila.”

Entri Populer

Shohibu-kormeddaL

Foto saya

Saya adalah, antara lain: 6310i, R520m, Colt T-120, Bismania, Fairouz, Wadi As Shofi, Van Halen, Puisi, Hard Rock dll

Pengikut

Label

666 (1) Abdul basith Abdus Shamad (1) adi putro (1) adsl (1) Agra Mas (1) air horn (1) akronim (1) Al-Husari (2) alih media (1) Alquran (1) amplop (1) Andes (1) Android (1) anekdot (3) aula asy-syarqawi (1) Bacrit (2) bahasa (5) baju baru (1) baju lebaran (1) Bambang Hertadi Mas (1) banter (1) Basa Madura (1) basabasi (1) batuk (1) bau badan (1) bau ketiak (1) becak. setiakawan (1) belanja ke toko tetangga (1) benci (1) bis (3) bismania (2) BlackBerry (1) Blega (1) blogger (2) bodong (1) bohong (2) bolos (1) bonceng (1) bromhidrosis (1) Buang Air Besar (BAB) (1) buat mp3 (1) budaya (1) buku (2) buruk sangka (2) catatan ramadan (4) celoteh jalanan (1) ceramah (1) chatting (1) chemistry (1) cht (1) Cicada (1) Colt T 120 (1) corona virus (1) Covid 19 (1) cukai (1) curhat (5) defensive driving behavior development (1) dering (1) desibel (2) diary (1) durasi waktu (1) durno (1) ecrane (1) etiket (17) fashion (2) feri (1) fikih jalan raya (1) fikih lalu lintas (1) fiksi (2) filem (1) flu (1) gandol (1) gaya (1) ghasab (1) google (1) guru (2) guyon (1) hadrah (1) handphone (1) Hella (1) hemar air (1) Hiromi Sinya (1) humor (2) ibadah (2) identitas (1) ikhlas (1) indihome (1) inferior (1) jalan raya milik bersama (1) jamu (1) jembatan madura (1) jembatan suramadu (2) jenis pekerjaan (3) jiplak (2) jual beli suara (1) Jujur (3) Jujur Madura (1) jurnalisme (1) jurnalistik (3) KAI (1) kansabuh (1) Karamaian (1) karcis (1) Karina (1) Karma (1) Kartun (1) kebiasaan (5) kecelakaan (2) kehilangan (1) kenangan di pondok (1) Kendaraan (2) kereta api (1) keselamatan (1) khusyuk (1) kisah nyata (7) Kitahara (1) kites (1) klakson (1) klakson telolet (1) kode pos (2) kopdar (2) kopi (1) kormeddal (19) korupsi (2) KPK (1) kuliner (2) L2 Super (2) lainnya (2) laka lantas (1) lakalantas (1) lampu penerangan jalan (1) lampu sein (1) layang-layang (1) lingkungan hidup (3) main-main (1) makan (1) makanan (1) malam (1) mandor (1) Marco (1) masjid (1) Mazda (1) menanam pohon (1) mengeluh (1) menulis (1) mikropon (1) mimesis (1) mirip Syahrini (1) mitos (1) modifikasi (1) money politic (1) Murattal (1) musik (1) nahas (1) napsu (1) narasumber (1) narsis (1) Natuna (1) ngaji (1) niat (1) Nokia (1) nostalgia (2) Orang Madura (1) Paimo (1) pandemi (1) pangapora (1) paragraf induktif (1) parfum (1) partelon (1) pasar (1) pekerjaan idaman (1) pemilu (1) peminta-minta (1) pendidikan (1) pendidikan sebelum menikah (1) penerbit basabasi (1) pengecut (1) penonton (1) penyair (1) penyerobotan (1) Pepatri (1) perceraian (2) Perempuan Berkalung Sorban (1) perja (1) perjodohan (1) pernikahan (1) persahabatan (1) persiapan pernikahan (1) pertemanan (1) pidato (1) plagiasi (2) plastik (1) PLN (1) pola makan (1) poligami (1) polisi (1) politik (1) polusi (1) polusi suara (2) Pondok Pesantren Sidogiri (1) ponsel (2) popok (1) popok ramah lingkungan (1) popok sekali pakai (1) PP Nurul Jadid (1) preparation (1) profesional (1) PT Pos Indonesia (1) puasa (5) publikasi (1) puisi (2) pungli (1) Qiraah (1) rasa memiliki (1) rekaan (1) rempah (1) ringtone (1) rock (1) rokok (1) rokok durno (1) rumah sakit (1) Sakala (1) salah itung (2) salah kode (3) sanad (1) sandal (1) santri (1) sarwah (1) sastra (1) sekolah pranikah (1) senter (1) sepeda (3) sertifikasi guru (1) sertifikasi guru. warung kopi (1) shalat (1) shalat dhuha (1) silaturrahmi (1) siyamang (1) SMS (1) sogok bodoh (1) sopir (1) soto (1) sound system (1) stereotip (1) stigma (1) stopwatch (1) sugesti (1) sulit dapat jodoh (1) Sumber Kencono (1) Sumenep (1) suramadu (1) syaikhona Kholil (1) takhbib (1) taksa (1) tamu (2) Tartil (1) TDL (1) teater (1) teknologi (2) telkomnet@instan (1) tengka (1) tepat waktu (1) teror (3) tertib lalu lintas (28) The Number of The Beast (1) tiru-meniru (1) TOA (2) tolelot (1) Tom and Jerry (2) tradisi (1) tradisi Madura (4) transportasi (1) ustad (1) wabah (1) workshop (1) Yahoo (1) Yamaha L2 Super (1)

Arsip Blog