-->
26 Desember 2009
Tidak Ada yang Gratis di Dunia Ini?
-->
14 Desember 2009
Klakson
Entah karena faktor punya klakson baru atau karena menjajal tingkat kebisingan klakson angin Cap Hella, seorang sopir demam klakson. Sebentar-sebentar, tekan klakson.
Penumpang: perasaan, dari tadi Bapak main tekan klakson terus. Itu barusan; kayaknya Bapak tidak sedang dalam situasi berbahaya, juga tidak sedang berpapasan, tidak ada rintangan, hanya ada orang berjalan kaki, itupun di trotoar, kok Bapak juga bunyikan klakson?
Bapak Sopir: yang jalan kaki itu teman saya
Penumpang: kalau yang dari tadi itu, pak? Mobil-mobil yang berpapasan itu, apa bapak kenal mereka semua?
Bapak Sopir:semua semua pengguna jalan adalah saudara, kita berteman
Penumpang: tapi, kuping saya ini pak, jadi pusing kuping saya ini, Pak, tiodak berteman deh pak
Bapak Sopir:Kalau begitu, sampeyan tidur saja di rumah
CATATAN: Jadi bingung, fungsi klakson itu sebetulnya apa, ya?
Konsentrasi
Sopir 1: tadi kita berpapasan ya?
Sopir 2: di mana?
Sopir 1: di Talang Siring
Sopir 2: mana? Enggak, ah. Aku kok gak ingat, ya? Pas apa?
Sopir 1: kamu mau nyalip truk tapi gak jadi karena kres denganku. Kuberi lampu dim.
Masa kamu gak kenal mobilku?
Sopir 2: Nggak. Nyopir
Sopir 1: Jadi, kamu konsentrasi untuk mendahului tetapi tidak konsentrasi pada lampu dim-ku?
CATATAN: sejatinya, apakah makna konsentrasi dalam kamus lalu lintas di jalan raya?
09 Desember 2009
Pesan Nasi Apa?
Para penumpang turun. Mereka berbelanja. Aku tidak. Uangku tidak sempurna untuk itu. tak dinyana, Aku melirik ke seberang jalan. Ada depot di situ. Aku pun masuk dan langsung kuamati sekeliling. Tak ada orang. Sepi.
Lalu, seorang pelayan datang mendekat, tetapi tidak mengajakku bicara, atau bertanya, seperti biasa. Aku mendongak, memperhatikan menu makanan dan minuman yang dipajang di dinding (memang, banyak depot/warung makan yang meletakkan menu di meja, tetapi ada pula yang memajangnya di dinding ruangan, bahkan ada yang lengkap dengan daftar harganya sekalian).
Kulihat di sana:
Soto Daging
Soto Ayam
Rawon
… … …
dan banyak lagi yang lainnya.
Mungkin karena aku tak kunjung memesan, pelayan itu akhirnya mengawali pembicaraan.
“Pesan apa, Pak?”
“Gak makan, kopi saja.”
05 Desember 2009
Terlalu Gesit
“Mat, tolong karburator ini diantar ke aku. Sekarang aku jumatan di Masjid Karduluk. Kamu cari Yono. Suruh dia yang berangkat. Cepetan, Mat. Pokoknya, habis Jumatan, aku tunggu. Makasih. Wassalamualaikum…”
Aku mengakhiri panggilan dan langsung menuju tempat wudhu’, siap shalat Jumat di Masjid Karduluk. Singkat cerita, beberapa menit sehabis Jumatan, aku telepon lagi Si Mamat.
“Sudah berangkat Yono-nya, kak.” Sergah suara di seberang, lebih dulu menjawab pertanyaanku yang telah diduganya.
“Oke, Makasih.”
“Iya. Saya kasih tahu dia agar langsung ke Masjid Karduluk, dan dia langsung berangkat, kira-jkira
Dalam hitungan normal, jarak waktu tempuh dari rumahku ke Masjid Karduluk berkisar 20 menit, atau 15 menit jika agak ngebut. Tapi, sudah 40 menitan aku menunggu, si kurir tak kunjung datang juga. Perasaan was-was mulai membayang, “Jangan-jangan ban sepeda motornya pecah; jangan-jangan kehabisan bensin dan dia sedang tidak membawa uang; jangan-jangan…”
[Aku tahu secara haqqul yaqin, Si Yono ini jelas tidak membawa HP]
“Mana, Mat?” Teleponku lagi dengan suara memburu.
“Loh? Belum nyampe, apa?” Mamat justru menunjukkan intonasi keheranan.
Akhirnya, kuputuskan saja untuk kembali ke rumah, dengan harapan: semoga nanti bisa berpapasan di tengah jalan. Aku pun meninggalkan Masjid Karduluk dengan kecepatan 40 km / jam dan terus konsentrasi ke arah depan, memperhatikan semua sepeda motor yang datang dari arah berlawanan. Dan betul! Aku menjumpainya di depan Masjid Mustaqbil, Prenduan. Kucegat, dan langsung aku semprot:
“Ke mana saja kamu? Kok lama?”
“Saya sudaha sejak tadi di sini.”
“Lho, kok?”
“Saya cari-cari, tapi gak ketemu, bahkan saya sudah sampai ke kantor Telkom di Aeng Panas?”
“Loh???”
Sekarang, aku mulai paham.
“Memang masjid Karduluk itu sebelum kantor Telkom atau sesudah kantor Telkom?” tanyaku menguji kecapakan geogafi dan peta dasarnya. Tapi, Si Yono ini hanya diam tanpa ekspresi. Aku segera menjelaskan, “Masjid itu masih jauh ke arah timur kantor Telkom, masih dua kilometeran lagi, Yon.”
Aku diam, menarik napas, dan mengambil bungkusan plastik berisi karburator itu dari tangannya.
“Kamu tahu Masjid Karduluk,
“Tidak!” Jawabnya begitu cepat, begitu gesit.
Anak Gila
“Nak, jangan nakal, ayo mandi.”
“Enggak…”
“Ayo, Nak, mandi.”
“Enggak. Bapak gila!”
Ini anak rupanya sudah mulai keterlaluan. Masak, bapaknya dibilang gila. Namun, dengan bekal kesabaran tingkat tinggi, sang Bapak tidak mengurungkan niatnya untuk membujuk si anak agar segera mandi. Ia coba-coba menggoada:
“Kalau bapak gila, kamu memang anaknya siapa?”
Anaknya menjawab, “Anak orang gila.”