Setiap habis panen temabkau, biasanya tanah tegalan menjadfi lapang. Sisa-sisa batang pohon pun dicabut dan tanah keras pejal meranggas siap diinjak kaki-kaki penarik layang-layang. Inilah hiburan masyarakat sehabis panen.
Di malam hari, di desa saya, biasanya orang-orang mulai ramai bermain layang-layang berlampu. Layangan ini dipasangi lampu led dengan tenaga batere ataupun dinamo mini. Langit desa penuh lampu warna-warni.
Namun, layang-layang seperti ini tergolong baru. Sejak dulu, masyarakat desa biasanya mengampai layang-layang cangka (lajangan cangka), layang-layang yang besar. Layangan ini, untuk ukuran yang relatif besar, harus ditarik-ulur oleh dua orang sekeligus. Jarak penarik dengan layang-layang bisa mencapai 150-200 meter. Ia akan terbang tinggi jika telah mencapai angin balabad.
6 komentar:
Ya, saya pernah baca tentang tradisi layangan ini pada salah satu tulisan pak Dahlan Iskan. Konon, layang-layang berlampu itu menjadi masalah tersendiri bagi PLN, institusi yang sekarang dinakhodai pak Dahlan. Pasalnya, lajangan itu terbang nyaris semalaman. Bahkan sampai si empunya sudah tidur. Disaat si pemilik tidur, angin rupanya juga malas berhembus. Dampaknya, si lajangan menjadi menurun semangat terbangnya. Dampaknya (lagi) benang-benang lajangan itu menyentuh kabel-kabel milik PLN. Sentuhan kabel itulah yang menjadi masalah. Karena aliran listrik bisa 'trouble'.
Iya, betu;. Orang sering kali mengampai layang-layang seperti ini dan ditinggal tidur, lalu diturunkan esok paginya.
jadi inget ketika masa kanak-kanak. kalau di rumah katanya langan yang bagus itu "lomuk"
@Rampak naong: iya. betul itu. masih sama istilah ini jgua dipakai di sekitar tempat saya.
kalo layangan tu kecil ya bisa jatuh tapi kalo besar ya gak jatuh saya sendiri membuat layangan 5 meter gak pernah jatuh,,,
Anonim: saya cuma bisa bikin layangan yang kecil, itupun dulu. Kalau sekarang tampaknya sudah nggak bisa :(
Posting Komentar