Di Madura, di daerah tempat saya tinggal, ada istilah “sarmo” dan “ponar”. Dua istilah ini selalu disebut secara berdampingan. Sarmo berarti akur. Misalnya, dua mempelai itu telah sarmo. Istilah ini menandakan bahwa pada umumnya, perjodohan antarpasangan biasanya direncanakan oleh orang tua kedua pihak dan tanpa kehendak pasangan bedua. Karena itu, banyak pasangan yang tidak saling mengenal satu sama lain, seperti umumnya di kota-kota yang kenal lebih dulu (pacaran). Mereka baru berkenalan di pelaminan, tentunya setelah akad nikah.
Sementara ponar adalah jenis makanan. Ia adalah ketan berwarna kuning. Apakh filosofi warna ini? Entahlah. Yang jelas, ponar diberi warna agar ia tidak dianggap ketan biasa, atau sebagai makanan biasa. Ponar adalah makanan istimewa, makanan pertanda. Hanya saja, adanya hantaran (ter-ater) atau suguhan ponar kepada tetamu menunjukkan bahwa kedua mempelai telah sarmo alias akur alias telah tidur bersama.
Saat ini, ponar masih terus disuguhkan. Namun, keberadaan ponar mulai kehilangan pelambangan/simbolisasinya karena ia telah mulai menjauh dari pengertian asalnya. Ponar mulai tidak berdampingan lagi dengan sarmo. Ponar, ya, ponar sebagai makanan semata. Demikian pula, istilah sarmo kini sungguh jarang dibicarakan mengingat lebih banyak pasangan yang kenal lebih dulu sebelum mereka berdua beranjak ke pelaminan.
8 komentar:
di daerah madura aneh juga ya,mungkinkan itu adat dari leluhurnya??
Iya, betul memang demikian adanya.
Wah, cetusan Gus adalah tema besar. Betapa pun sarmo itu berbeda tipis dengan akor, kata ini menantang kita untuk menyelongkar asal-usulnya. Adakah ia berasal dari Sanskrit?
Ahmad Sahidah: saya tidak tahu, namun tradisi ini saya hanya dapatkan di tempat saya, entah di temapt yang lain karena saya belum pernah melakukan penelitian.
SARMO = ARNAW
@Partelon: sepertinya istilah itu, arnaw, juga bisa masuk, ya.. ha..ha..
kenalan gan di kunjungan siang...
salam kenal kembali, Obat
Posting Komentar