Saat saya hampir mematikan mesin untuk parkir di depan warung rujak itu, si penjual, seorang ibu-ibu, memberi isyarat saya dengan lambaian tangan. Saya paham, isyarat itu merupakan tanda bagi saya agar tidak memarkir kendaraan di depan kedainya, meskipun tidak ada plang “P coret" di sekitar sana. Namun, sebelum dia bicara lebih lanjut, saya mendahuluinya,
“Bu, rujak, satu.” Saya mengacungkan jari telunjuk.
“Bungkus?”
“Tidak, makan di sini.”
Si ibu menghilang dari pandangan, mengaduk kacang dan tentu mengupas mentimun setelah itu. Dia menunaikan tugas untuk satu pesanan rujak, untuk saya. Larangan parkir tidak berlaku lagi.
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
2 komentar:
Saya kadang melakukan hal serupa. Karena ingin duduk di kursi yang teronggok di depan warung, saya membeli koran. Si pemilik tampak riang, lalu kami pun berbincang.
wah, mari kita coba itu di Malaysia. Apakah ada warung seperti yang saya ceritakan
Posting Komentar