“Menyalakan lampu di siang hari” bagi sepeda motor merupakan
cara mutakhir yang diujicoba dan telah diterapkan untuk menekan angka kecelakaan
lalu lintas. Tentu, keputusan ini dibuat berdasarkan riset atas kenyataan di lapangan.
Begitu pula dengan “uji kir” bagi kendaraan “plat kuning” (karena relatif lebih
sering berjalan daripada “plat hitam”) juga merupakan salah satu cara yang
dilakukan demi keselamatan dan kenyamanan transportasi di jalan. Tidak menutup
kemungkinan, cara lain akan segera ditemukan di masa-masa yang akan datang.
Saya beranggapan, satu hal yang juga tak kalah penting adalah
“uji kecerdasan calon pemegang SIM”. Kepolisian yang bertugas menerbitkam SIM sebaiknya
membuat semacam Tes Potensi Akademik (TPA) bagi calom pemegang SIM. Jadi, tes
ini bukan sekadar uji simulasi menyetir/mengemudi. Emosi, temperamen,
intelektualitas, semua harus diukur dan dinilai. Ada skor tertentu yang telah disepakati. Pemarah,
suka naik pitam, tidak tahu sopan santun, misalnya, semua ini termasuk “golongan
orang bodoh” yang tidak boleh memiliki SIM meskipun mereka berhasil lulus
simulasi menyetir. Sebab, orang bodoh seperti ini sungguh berbahaya jika diberi
kesempatan menguasai jalan raya. Jika dia tidak celaka, maka orang lainlah yang
akan dibuatnya celaka.
Sudah pernahkah diselenggarakan uji kecerdasan bagi pelaku pelanggaran
lalu lintas, baik itu kecerdasan intelektual atau kecerdasan emosional? Mari kita
coba.
3 komentar:
Sayangnya, petugas yang ngetes juga tidak selalu cerdas. Hadooohhh.... Mun ncapo' Nidin, pasti dibilang: "Du kedimma-a kakeh, Pak!"
Bahaya kalau Nidin. Nanti asistennya juga para Endin
Bennar-bennar menjadi kewajiPan Sat LaMtas Mimang
Posting Komentar