Di sebuah lajur, di
Beberapa puluh meter di belakang becak, ada sebuah mobil.
Ketika sudah dekat, mobil mengerem sebab posisi becak masih di tengah. Lajur kanan
di memang kosong tetapi mobil tidak bisa melaju karena ada becak di depannya
dan terhalang separator. Mobil membunyikan klakson panjang. Tujuannya adalah
agar becak segera minggir, padahal itu itu jelas tidak mungkin karena posisi becak
juga sedang mendahului orang-orang yang sedang berjalan dan mobil yang diparkir.
Inilah contoh “membuang klakson ke sembarang telinga”. Memang
cuma merenungkan penciptaan jagat raya saja yang harus mikir? Mencet klakson
pun juga perlu berpikir, Bro!
Karena ketika kita membunyikan klakson itu merupakan
pertanda bahwa kita sedang butuh perhatian dari orang lain, maka mari kita
berpikir bahwa orang lain itu juga membutuhkan perhatian kita. Kurangi sifat arogan
dengan cara tidak terlalu sering minta perhatian orang lain. Berikan sikap mengayomi
dengan cara tidak terlalu sering minta perhatian, seperti ngebut di jalan
sempit atau padat dan ramai sambil membunyikan klakson bertubi-tubi. Orang-orang
itu jelas tidak suka jika disuruh mendengarkan bebunyian yang tidak merdu itu: bunyi
klakson.
3 komentar:
Saya membayangkan; ketika orang-orang lebih bangga dengan mengemudi kendaraan pribadi dengan klakson yang bervariasi, betapa sesaknya jalanan... Betapa ramainya dunia dengan kesenangan pribadi yang enggan terbagi. Saat semua orang tak peduli, pulanglah ke Kormeddal! Rumah tempat memperbaiki diri.
cerita yang hampir sama dengan status tadi. Ya, klakson adalah "simbol" sekaligus "tanda", simbol sebagai animals symbolic dan tanda sebagai benda mati. Inilah yang menurut Hussel sebagai kesadaran yang membedakan antara benda mati dan benda sosial.
@Corn dan Edu: terima kasih atas komentar.
Posting Komentar