sumber: harianmerapi |
Runtuhnya rumah tangga itu bermula ketika ada orang lain yang ikut campur urusan urusan dapur (urusan rumah tangga sepasang suami-istri). Kesimpulan ini didapat dari perbincangan saya dengan Jufri Halim, teman kelas di ibtidaiyah dulu yang sekarang menjadi dosen di UIN Syarif, beberapa waktu yang lalu. Pembicaraan tersebut berlanjut tadi siang dengan Nihwan di warung pentolnya Izzy. Akhirnya, obrolan pun bermuara pada gagasan untuk memberikan konseling kepada pasangan-pasangan sekitar yang siap-siap menikah dan/atau sedang berstatus menikah.
Menurut Jufri, dari sekian banyak pasangan yang dia datangi untuk konseling, karena hal itu termasuk program kampus, kasus perceraian terbanyak adalah dipicu oleh buntunya komunikasi antarpasangan karena kehadiran (ikut campur) orang lain. Contohnya seperti seseorang yang curhat bukan kepada pasangannya dan itulah yang disebut dengan curhat kepada orang lain. Sebab itu, ketika ada kasus dan salah satu keduanya mendatangkan lawyer, hampir pasti pernikahan sudah tidak dapat diselamatkan lagi.
Memang ada beberapa kasus—disebut ‘beberapa’ karena tidak banyak, artinya secara prosentase hanya berada di angka (mungkin) tidak sampai puluhan—yang disebabkan oleh faktor ekonomi, tapi itu pun tidak prinsip. Ada juga yang disebabkan oleh faktor lainnya (seperti kasus mandul atau impotensi, dll), dan ini lebih kecil lagi.
Dengan begitu, sebelum melibatkan dan kalau terpaksa harus melibatkan pihak luar, semua permasalahan harus selesai di dalam rumah. Tapi, jika terpaksa dan tidak dapat dibendung, Islam memberikan solusi syiqaq (perselisihan) ini dengan adanya perantara. Di masyarakat (Madura) biasanya menunjuk kiai (atau tokoh adat di tempat yang lain) untuk menjadi hakam (juru damai) yang dapat adil dan tidak berpihak kepada salah satu keduanya. Yang umum adalah pendamai (hakam), satu dari keluarga suami, yang lain dari keluarga istri. Sementara wali berperan memberi pembebanan kepada masing-masing keduanya, atau keluarga, dan rekan-rekannya. Kiranya, tindakan ini adalah langkah yang bijak,
Jadi, siapakah “orang lain” itu?
Orang lain adalah siapa pun selain pasangan. Orangtua dan mertua adalah orang lain, tetangga apalagi, media sosial pun juga. Pokoknya, selain suami yang curhat kepada istri atau sebaliknya maka itu disebut curhat kepada orang lain. Maka, curhat kepada orang lain dengan tanpa lebih dulu menyelesaikan persoalan rumah tangga secara tertutup adalah awal mula terbukanya orang lain masuk ke dalam kehidupan sebuah pasangan. Dan yang paling jahat di antara “orang lain” tersebut adalah orang yang melakukan takhbib: yaitu mereka yang sengaja menggoda-goda salah satu pasangan yang sudah sah, baik godaan secara langsung atau godaan pembuka yang membuat peluang untuk godaan selanjutnya. Saking jahatnya dosa takhbib ini sampai-sampai Rasul menyatakan bahwa orang yang melalukan takhbib bukanlah termasuk golongannya. Ia adalah dosa besar.
Hati-hati bertetangga dan bermedia sosial, ya, kawan!
4 komentar:
Self reminder, sakalangkong Yai.. 🙏🙏🙏
kembali kasih, Tantowi Ahmad
Terimakasih ilmu nya yai.
Mengandung advertensi 🤭🤭🤭
Posting Komentar