Hari Raya Idulfitri selalu menjadi ajang silaturahmi, baik bagi perantau dengan sanak kerabat di rumahnya maupun atau bagi penduduk setempat atau pemukim dengan saudara dan tetangganya. Ajang silaturahmi ini dimulai sejak hari pertama Lebaran (1 Syawal) dan berlangsung hingga hari ke-3, ke-4, atau malah ada yang baru selesai setelah hari ke-8, alias Hari Raya Ketupat, yaitu hari rayanya orang yang berpuasa syawal selama 6 hari.
Pada praktiknya, belakangan, ajang silaturahmi ‘berkembang’. Salah satu tanda perkembangan itu adalah dibentuknya pertemuan bani. Yang dimaksud “bani” di sini adalah perkumpulan anak keturunan seberinda dari seseorang yang sepuh (yang biasanya dijadikan nama baninya). Bani yang kita pahami dimaknai sebagai “anak keturunan”, tidak seperti pengertian asalnya yang berasal dari Bahasa Arab, di mana bani selalu berkaitan dengan “keturunan dari jalur laki-laki”. Di Indonesia, Madura khususnya, kata bani diambil dari bahasa Indonesia dengan pengertian Indonesia, yakni keturunan saja, tidak mempedulikan dari jalur ayah atau ibu.
Pertemuan Bani Fattaqi di PP Sekar Anyar |
Tujuan pertemuan bani ini adalah merawat famili, menjaga silaturahmi. Di Jawa, acara semacam itu bisa disebut “syawalan” karena selalu diacarakan pada bulan Syawal, sementara di Madura, tidak demikian. Selain, Syawal, banyak acara pertemuan bani ini dibulan yang lain, baik dipastikan tanggal bulannya maupun secara berkala dan temporal.
Adapun rangkaian acaranya adalah tahlil (mendokan buyut, kakek, orangtua, pini sepuh, dll). Selebihnya, acaranya adalah perkenalan antar-anggota, foto bersama, dan ramah tamah. Setiap pertemuan, antar-famili menjadi semakin akrab dan terkadang berlanjut ke hubungan bisnis atau ikatan pertunangan. Sesama bani yang mungkin sudah berjauhan tempat tinggalnya—karena ikut istri atau ikut suami—kadang saling menawarkan diri untuk dihampiri di momen tersebut, tentu saja jika salah satu anggota bani sedang bepergian atau sedang melakukan perjalanan dan melintasi rumahnya, atau memang sengaja hendak berkunjung ke rumahnya. Adapun acara tambahan yang lain disesuaikan dengan keadaan dan situasi masing-masing penyelenggara yang berbeda-beda kebiasaannya.
Pengalaman berlebaran saya tahun ini malah lebih meriah, lebih lama. Penyebabnya adalah bertambahnya dua pertemuan keluarga yang baru (karena saya menikah dengan orang yang baru; dari dua jalur, mertua laki-laki dan mertua perempaun), juga karena adanya perubahan penyelenggaraan pertemuan bani dari keluarga besar almarhumah—istri yang sudah wafat—yang tahun ini dipindah, dari tanggal 9 ke tanggal 9 syawal dan berpindah lokasi). Jadinya, nyaris setiap hari (kecuali hari ke-7 saya di rumah), saya pergi bersilaturahmi.
ketemu dengan famili baru di Maron, Probolinggo |
Dari pengalaman ini, saya merasakan adanya manfaat dan keunggulan pertemuan bani-bani ini, antara lain dapat menghemat waktu silaturahmi. Kunjungan seseorang yang biasanya harus datang ke rumah per rumah, sekarang cukup datang ke satu tempat yang ditentukan, dibarengkan dengan acara pertemuan bani yang biasanya dilaksanakan secara bergilir, setiap tahun. Persatuan bani ini dikuatkan oleh hubungan ikatan famili atau ikatan darah. Warga Madura yang terkenal sangat erat dalam merawat dan menjaga hubungan familinya menjadi tempat bani-bani tumbuh dan berkembang. Hal ini mungikin berbeda dengan di tempat lain, di Jawa misalnya, yang meskipun ada pertemuan seperti itu tapi tidak seseru pertemuan bani-bani di Madura dan area Tapal Kuda.
Tentu saja, efek lainnya juga ada, sosialnya juga ada, ewuh-pakewuh terhadap yang lebih kaya. Kesenjangan sosial pastilah muncul di acara seperti ini, kecuali di lingkungan sangat dekat yang memang biasa bertemu setiap hari. Sebab itu, dalam kondisi seperti ini, yang status sosialnya lebih tinggi (lebih kaya, lebih berpangkat) memang sewajarnya harus lebih dulu menyambut, jangan justru menjauh.
Acara seperti ini menjadi salah satu pelaksanaan anjuran silaturahmi yang berpijak pada banyak hadis Nabi. Lebih dari itu, silaturahmi dalam pertemuan bani-bani ini lebih terjamin ‘kemurnian’ tujuannya silaturahminya. Soalnya, tidak jarang silaturahmi dijadikan ‘kambing hitam’: menyatakan silaturahmi tapi sebetulnya hendak pinjam uang.