17 Maret 2025

Berpuasa di Rumah Sakit

Yang ada di bawah ini adalah pengalaman seorang perempuan, bukan saya. Sayang sekali kalau tidak saya tuliskan di sini pengalamannya sebab saya tidak menyangka dia mengalami pengalaman seperti itu. Ini tentang pengalaman orang yang tidak menyangka sama sekali kalau di sekitarnya banyak orang-orang yang tidak berpuasa di lingkungan yang dikiranya berpuasa semua.

Saya beberapa hari ini ada di RSUD Sumenep karena menjaga anak yang sakit. Saya tidak tahu kalau lapar mau makan di mana. Hari ini saya haid, makanya saya tidak berpuasa. Setelah bertanya, orang menunjukkan kantin di belakang rumah sakit. Saya pun pergi ke sana siang hari.

Yang ada di dalam pikiran saya, nanti saya akan berjumpa dengan sesama orang yang tidak berpuasa, orang-orang seperti saya, ibu-ibu yang sedang haid atau sedang berhalangan berpuasa. Ternyata, setelah saya masuk ke kantin itu, saya hanya melihat satu orang perempuan, yaitu saya sendiri. Sisanya mungkin ada 15 orang bapak-bapak yang sedang makan dan merokok dan sambil ngopi. Di kantin itu, saya bahkan merasa ini bukan Ramadan, seolah-olah hari biasa, bukan bulan puasa.

Selama ini saya memang tinggal di lingkungan yang terbiasa berpuasa dan tidak pernah melihat orang yang tidak berpuasa kecuali hanya ibu-ibu yang sedang haid. Di rumah maupun di pondok selalu saja begitu yang saya lihat. Saya kira orang-orang di sini semuanya taat-taat. Di bulan Ramadan tahun 2025 ini saya menemukan kenyataan yang tidak disangka-sangka terutama karena hal itu terjadi di kantin rumah sakit di Sumenep, di kota yang tampaknya sangat religius.

Dalam hati saya bertanya, ini bapak-bapak punya masalah apa kok sampai tidak berpuasa? Saya kira mereka itu kuat sebagaimana laki-laki biasanya. Menahan lapar saja mereka ternyata tidak mampu, mana mungkin mereka kuat menghadapi ujian hidup yang sesungguhnya?


Pengalamannya itu terrjadi di tahun ini, 2025, di awal-awal bulan Ramadan 1446. Pengalaman seperti di atas mungkin juga Anda alami juga di tempat Anda, di Jawa atau di kota-kota besar. Tapi, yang demikian itu tidak mengherankan. Ini mengherankan karena terjadi di lingkungan yang sepertinya semua penduduknya taat dan relegius.

29 Desember 2024

Lampu Jauh dan Illeterate

Barusan saya pergi ke Prenduan. Saya naik sepeda motor Astrea Prima yang lampu utamanya masih menggunakan bohlam. Sinarnya tampak redup.

Motor buatan Honda di periode 1989-1991 ini, di zaman 2024, setelah 35 tahun luntang-luntung di dunia, banyak yang pajaknya sudah “disuntik mati” alias tidak dibayar lagi. Saya sering menjadi korban stereotifikasi seperti ini, seolah-olah motor saya juga begitu. Taat pajak untuk motor generasi segitu seolah-olah menjadi anomali di negeri pengemplang pajak.

Bukan soal pajak dan ketangguhan mesin yang mau saya ceritakan, melainkan soal lampu sepeda saya dan lampu-lampu sepeda motor lain yang berpapasan. Jarak dari rumah ke pertigaan Prenduan itu 7,5 kilometer. Dalam perjalanan barusan (21.30), saya berpapasan dengan 29 sepeda motor. Dari angka segitu, ada 13 sepeda motor yang lampunya dibiarkan menyala jauh (lampu atas; lampu jauh). Saking terangnya sinar-sinar lampu itu mengenai muka saya, beberapa kali saya sampai harus melambatkan laju kendaraan karena kesilauan hingga nyaris berhenti. Begitulah dampak kesilauan di saat cahaya kendaraan sendiri redup dan berpapasan dengan kendaraan lain yang sangat terang.  

Orang-orang yang membiarkan cahaya lampunya menyala tinggi dan terang sehingga mengenai muka pengendara dari lawan arah, alih-alih jalannya sendiri, bukanlah orang yang buta huruf. Mereka adalah orang dewasa yang saya yakin pasti bisa membaca dan menulis. Jika ada istilah illiterate, saya kira jenis orang seperti inilah contohnya: mereka yang bisa baca tulis tapi tidak terberdayakan oleh apa pun dari yang dibaca dan ditulis.

22 April 2024

Silaturahmi Idulfitri dan Acara Bani-Bani


Hari Raya Idulfitri selalu menjadi ajang silaturahmi, baik bagi perantau dengan sanak kerabat di rumahnya maupun atau bagi penduduk setempat atau pemukim dengan saudara dan tetangganya. Ajang silaturahmi ini dimulai sejak hari pertama Lebaran (1 Syawal) dan berlangsung hingga hari ke-3, ke-4, atau malah ada yang baru selesai setelah hari ke-8, alias Hari Raya Ketupat, yaitu hari rayanya orang yang berpuasa syawal selama 6 hari.


Pada praktiknya, belakangan, ajang silaturahmi ‘berkembang’. Salah satu tanda perkembangan itu adalah dibentuknya pertemuan bani. Yang dimaksud “bani” di sini adalah perkumpulan anak keturunan seberinda dari seseorang yang sepuh (yang biasanya dijadikan nama baninya). Bani yang kita pahami dimaknai sebagai “anak keturunan”, tidak seperti pengertian asalnya yang berasal dari Bahasa Arab, di mana bani selalu berkaitan dengan “keturunan dari jalur laki-laki”. Di Indonesia, Madura khususnya, kata bani diambil dari bahasa Indonesia dengan pengertian Indonesia, yakni keturunan saja, tidak mempedulikan dari jalur ayah atau ibu.
 

Pertemuan Bani Fattaqi di PP Sekar Anyar

Tujuan pertemuan bani ini adalah merawat famili, menjaga silaturahmi. Di Jawa, acara semacam itu bisa disebut “syawalan” karena selalu diacarakan pada bulan Syawal, sementara di Madura, tidak demikian. Selain, Syawal, banyak acara pertemuan bani ini dibulan yang lain, baik dipastikan tanggal bulannya maupun secara berkala dan temporal.
 
Adapun rangkaian acaranya adalah tahlil (mendokan buyut, kakek, orangtua, pini sepuh, dll). Selebihnya, acaranya adalah perkenalan antar-anggota, foto bersama, dan ramah tamah. Setiap pertemuan, antar-famili menjadi semakin akrab dan terkadang berlanjut ke hubungan bisnis atau ikatan pertunangan. Sesama bani yang mungkin sudah berjauhan tempat tinggalnya—karena ikut istri atau ikut suami—kadang saling menawarkan diri untuk dihampiri di momen tersebut, tentu saja jika salah satu anggota bani sedang bepergian atau sedang melakukan perjalanan dan melintasi rumahnya, atau memang sengaja hendak berkunjung ke rumahnya. Adapun acara tambahan yang lain disesuaikan dengan keadaan dan situasi masing-masing penyelenggara yang berbeda-beda kebiasaannya.

Pengalaman berlebaran saya tahun ini malah lebih meriah, lebih lama. Penyebabnya adalah bertambahnya dua pertemuan keluarga yang baru (karena saya menikah dengan orang yang baru; dari dua jalur, mertua laki-laki dan mertua perempaun), juga karena adanya perubahan penyelenggaraan pertemuan bani dari keluarga besar almarhumah—istri yang sudah wafat—yang tahun ini dipindah, dari tanggal 9 ke tanggal 9 syawal dan berpindah lokasi). Jadinya, nyaris setiap hari (kecuali hari ke-7 saya di rumah), saya pergi bersilaturahmi. 

ketemu dengan famili baru di Maron, Probolinggo


Dari pengalaman ini, saya merasakan adanya manfaat dan keunggulan pertemuan bani-bani ini, antara lain dapat menghemat waktu silaturahmi. Kunjungan seseorang yang biasanya harus datang ke rumah per rumah, sekarang cukup datang ke satu tempat yang ditentukan, dibarengkan dengan acara pertemuan bani yang biasanya dilaksanakan secara bergilir, setiap tahun. Persatuan bani ini dikuatkan oleh hubungan ikatan famili atau ikatan darah. Warga Madura yang terkenal sangat erat dalam merawat dan menjaga hubungan familinya menjadi tempat bani-bani tumbuh dan berkembang. Hal ini mungikin berbeda dengan di tempat lain, di Jawa misalnya, yang meskipun ada pertemuan seperti itu tapi tidak seseru pertemuan bani-bani di Madura dan area Tapal Kuda.

Tentu saja, efek lainnya juga ada, sosialnya juga ada, ewuh-pakewuh terhadap yang lebih kaya. Kesenjangan sosial pastilah muncul di acara seperti ini, kecuali di lingkungan sangat dekat yang memang biasa bertemu setiap hari. Sebab itu, dalam kondisi seperti ini, yang status sosialnya lebih tinggi (lebih kaya, lebih berpangkat) memang sewajarnya harus lebih dulu menyambut, jangan justru menjauh.

Acara seperti ini menjadi salah satu pelaksanaan anjuran silaturahmi yang berpijak pada banyak hadis Nabi. Lebih dari itu, silaturahmi dalam pertemuan bani-bani ini lebih terjamin ‘kemurnian’ tujuannya silaturahminya. Soalnya, tidak jarang silaturahmi dijadikan ‘kambing hitam’: menyatakan silaturahmi tapi sebetulnya hendak pinjam uang.


19 April 2024

BEBERAPA ATURAN TIDAK TERTULIS SEPUTAR ACARA & PENATA ACARA

PERHATIAN: artikel ini sebetulnya saya tulis untuk Ikatan Alumni Annuqayah supaya dibuat catatan ketika menyelenggarakan acara. Jika masyarakat umum merasa perlu menggunakannya juga, bisa ditambah atau dikurangi, disesuaikan dengan keadaan dan kondisi lingkungannya

1) Kordinator acara SEHARUSNYA memastikan lebih dulu kesiapan pengisi acara (terutama untuk sesi acara yang lumayan penting dalam persiapannya, seperti yang akan memimpin tahlil [pada acara haul] atau yang akan memberikan mauizah hasanah [pada acara walimatul ursy] sehingga tidak ada kesan main todong karena itu kurang elok ketika direkam oleh kamera dan diketahui publik, apalagi pengisi acara sampai menyampaikan hal-hal yang tidak perlu disampaikan [seperti berkata “sebetulnya saya tidak siap, tapi karena saya dipaksa untuk berkata-kata...” atau sebetulnya saya tidak menyangka akan diminta untuk begini dan begini...”] ke muka umum).

2) Penata acara SEBAIKNYA dan menjalin komunikasi dengan kordinator acara sehingga mengetahui rentetan acara secara detil, siapa saja yang berhalangan, dan siapa saja penggantinya.

3) Penata acara SEHARUSNYA mencatat nama-nama pengisi acara dengan sangat tepat/benar (seperti penyebutan Kiai Bushiri Ali Mufi [sering disebut secara keliru dengan “Abusiri”]). Dulu, juga kadang terjadi pada nama—Allah yarhamh—Kiai Warits (meskipun nama beliau itu Drs. KH. “Abdul Warits Ilyas”, tapi biasa disebut dengan Drs. KH. “A. Warits Ilyas”), bahkan beliau itu sangat detil dengan menganjurkan pembawa acara agar menyebut nama “Annuqayah” dengan sedikit dipanjangkan, menjadi “Annuqaaayah” supaya lebih tepat. Demikian pula, penyebutan gelar (seperti S.Ag, atau M. Hum, atau S.Pd.I) tidak begitu penting dicantumkan pada acara-acara non-akademik. Penyebutan gelar (seperti) "kiai haji" tidak boleh salah, apalagi sampai direvisi (seperti ucapan pembaca acara "akan disampaikan oleh kiai haji Sibaweh, maaf, saya ulangi: kiai Sibaweh" sebab itu kurang elok). Demi alasan “keselamatan dari kekeliruan”, sebut saja nama-nama pengisi acara (terutama bagi yang tidak diketahui secara pasti) hanya dengan sebutan "kiai" tanpa embel-embel yang lain dan itu sudah benar dan akan “lebih aman”

4) Moderator SEHARUSNYA membaca biodata narasumber lebih dulu sehingga ketika memimpin acara dan memperkenalkan nara sumbernya, ia tidak akan gelagapan di saat membaca curriculum vitae-nya (ini sering terjadi, dianggap sepele, sehingga sering salah saat membaca).

5) Moderator atau kordinator acara SEBAIKNYA tidak perlu meminta CV kepada narasumber di saat acara sudah akan dilaksanakan. Lebih elok jika dia mencari data-data narasumber sendiri sebelumnya dan narasumber cukup mengonfirmasi kebenaran datanya menjelang acara dimulai (Bukankah seorang narasumber itu diundang karena si pengundang telah tahu CV dan kapasitas si narasumber tersebut sebelumnya? Jika begitu, lalu untuk apa meminta CV pada saat acara akan berlangsung?)

6) Grup hadrah/rohah/banjari SEBAIKNYA tidak perlu terus-menerus ditampilkan (pembukaan, tengah acara, pasca-acara) karena hal itu akan menurunkan marwahnya sebagai tim pembaca shalawat dan juga akan membuat tuan rumah/panitia tidak bisa bersilaturahmi dengan kiai-kiai (karena bising).
 
7) Tata suara (sound system) SEBAIKNYA dikontrol saat sebelum acara dan/atau setelah acara usai agar ada jeda untuk berbincang-bincang (tidak terlalu bising). Di saat acara usai, seperti pada saat makan-makan, tata suara dimatikan, atau dinyalakan tapi dengan volume yang kecil sehingga hadirin akan merasa nyaman untuk memanggil temannya atau berbincang-bincang, toh acaranya sudah selesai.

8) Tata suara SEBAIKNYA diatur agar menghadap ke hadirin, bukan memunggungi hadirin (seperti diletakkan di belakang dan menghadap ke depan), dan sebaiknya juga ada kontrol ke narasumber / pengisi acara. Cobalah perhatikan acara-acara besar, mana ada speaker/sound system yang memunggungi hadirin? Tata suara pasti menghadap/mengarah ke telinga hadirin dari arah depan, bukan dari arah belakang. Kejadian seperti ini sering terjadi sehingga meskipun suaranya lantang, tapi hasil suara tidak jelas, bahkan terkadang pengisi acara/penceramah malah tidak mendengar suaranya sendiri dengan jelas. Acapkali terjadi, di acara-acara pernikahan/walimah, tata suara hanya didengar oleh kalangan pria, sementara kalangan putri tidak mendengar sama sekali.

9) Pembawa acara, meskipun suaranya bagus, SEHARUSNYA tidak perlu ikut-ikutan mengikuti atau meningkahi pengisi acara, seperti pada saat mahallul qiyam, misalnya. Pembawa acara hanya bertugas menjadi pengatur acara, bukan merangkap jadi backing vocal.

SEMOGA BERMANFAAT. SILAKAN DIPERTIMBANGKAN, DIPERBAIKI, DITAMBAH, ATAU DIKURANGI!



Entri Populer

Shohibu-kormeddaL

Foto saya

Saya adalah, antara lain: 6310i, R520m, Colt T-120, Bismania, Fairouz, Wadi As Shofi, Van Halen, Puisi, Hard Rock dll

Pengikut

Label

666 (1) Abdul basith Abdus Shamad (1) adi putro (1) adsl (1) Agra Mas (1) air horn (1) akronim (1) Al-Husari (2) alih media (1) Alquran (1) amplop (1) Andes (1) Android (1) anekdot (3) aula asy-syarqawi (1) Bacrit (2) bahasa (5) baju baru (1) baju lebaran (1) Bambang Hertadi Mas (1) bani (1) banter (1) Basa Madura (1) basabasi (1) batuk (1) bau badan (1) bau ketiak (1) becak. setiakawan (1) belanja ke toko tetangga (1) benci (1) bis (3) bismania (2) BlackBerry (1) Blega (1) blogger (2) bodong (1) bohong (2) bolos (1) bonceng (1) bromhidrosis (1) Buang Air Besar (BAB) (1) buat mp3 (1) budaya (1) buku (2) buruk sangka (2) catatan ramadan (4) celoteh jalanan (1) ceramah (1) chatting (1) chemistry (1) cht (1) Cicada (1) Colt T 120 (1) corona virus (1) Covid 19 (1) cukai (1) curhat (5) defensive driving behavior development (1) dering (1) desibel (2) diary (1) durasi waktu (1) durno (1) ecrane (1) etiket (17) fashion (2) feri (1) fikih jalan raya (1) fikih lalu lintas (1) fiksi (2) filem (1) flu (1) gandol (1) gaya (1) ghasab (1) google (1) guru (2) guyon (1) hadrah (1) handphone (1) Hella (1) hemar air (1) Hiromi Sinya (1) humor (2) IAA (1) ibadah (2) identitas (1) ikhlas (1) indihome (1) inferior (1) jalan raya milik bersama (1) jamu (1) jembatan madura (1) jembatan suramadu (2) jenis pekerjaan (3) jiplak (2) jual beli suara (1) Jujur (3) Jujur Madura (1) jurnalisme (1) jurnalistik (3) KAI (1) kansabuh (1) Karamaian (1) karcis (1) Karina (1) Karma (1) Kartun (1) kebiasaan (5) kecelakaan (2) kehilangan (1) kenangan di pondok (1) Kendaraan (2) kereta api (1) keselamatan (1) khusyuk (1) kisah nyata (7) Kitahara (1) kites (1) klakson (1) klakson telolet (1) kode pos (2) kopdar (2) kopi (1) kormeddal (19) korupsi (2) KPK (1) kuliner (2) L2 Super (2) lainnya (2) laka lantas (1) lakalantas (1) lampu penerangan jalan (1) lampu sein (1) layang-layang (1) lingkungan hidup (3) main-main (1) makan (1) makanan (1) malam (1) mandor (1) Marco (1) masjid (1) Mazda (1) MC (1) menanam pohon (1) mengeluh (1) menulis (1) mikropon (1) mimesis (1) mirip Syahrini (1) mitos (1) modifikasi (1) money politic (1) Murattal (1) musik (1) nahas (1) napsu (1) narasumber (1) narsis (1) Natuna (1) ngaji (1) niat (1) Nokia (1) nostalgia (2) Orang Madura (1) Paimo (1) pandemi (1) pangapora (1) paragraf induktif (1) parfum (1) partelon (1) pasar (1) pekerjaan idaman (1) pemilu (1) peminta-minta (1) penata acara (1) pendidikan (1) pendidikan sebelum menikah (1) penerbit basabasi (1) pengecut (1) penonton (1) penyair (1) penyerobotan (1) Pepatri (1) perceraian (2) Perempuan Berkalung Sorban (1) perja (1) perjodohan (1) pernikahan (1) persahabatan (1) persiapan pernikahan (1) pertemanan (1) pidato (1) plagiasi (2) plastik (1) PLN (1) pola makan (1) poligami (1) polisi (1) politik (1) polusi (1) polusi suara (2) Pondok Pesantren Sidogiri (1) ponsel (2) popok (1) popok ramah lingkungan (1) popok sekali pakai (1) PP Nurul Jadid (1) preparation (1) profesional (1) PT Pos Indonesia (1) puasa (5) publikasi (1) puisi (2) pungli (1) Qiraah (1) rasa memiliki (1) rekaan (1) rempah (1) ringtone (1) rock (1) rokok (1) rokok durno (1) rumah sakit (1) Sakala (1) salah itung (2) salah kode (3) sanad (1) sandal (1) santri (1) sarwah (1) sastra (1) sekolah pranikah (1) senter (1) sepeda (3) sertifikasi guru (1) sertifikasi guru. warung kopi (1) shalat (1) shalat dhuha (1) silaturahmi (1) silaturrahmi (1) siyamang (1) SMS (1) sogok bodoh (1) sopir (1) soto (1) sound system (1) stereotip (1) stigma (1) stopwatch (1) sugesti (1) sulit dapat jodoh (1) Sumber Kencono (1) Sumenep (1) suramadu (1) syaikhona Kholil (1) syawalan (1) takhbib (1) taksa (1) tamu (2) Tartil (1) TDL (1) teater (1) teknologi (2) telkomnet@instan (1) tengka (1) tepat waktu (1) teror (3) tertib lalu lintas (28) The Number of The Beast (1) tiru-meniru (1) TOA (2) tolelot (1) Tom and Jerry (2) tradisi (1) tradisi Madura (4) transportasi (1) ustad (1) wabah (1) workshop (1) Yahoo (1) Yamaha L2 Super (1)

Arsip Blog