07 April 2025

Mengenang Kiai Ali Syakir

Setelah seseorang meninggal dunia, maka akan tersisa namanya, amalnya, hal-hal yang mendalam yang paling berkesan darinya yang tetap eksis di dalam ingatan seseorang atau komunitas. Itulah sejatinya warisan terbesar yang ditinggalkan oleh seseorang ketika dia sudah berpulang. Ini berlaku bagi siapa pun, termasuk bagi KH Muhammad Ali Syakir.

Bagi sebagian anggota kelompok pengajian Al-Mahabbah Shonar Pornama, yang terkenang dari Kiai Syakir tentu aktivitas beliau dalam bermasyarakat, terutama dalam mengajak orang bershalawat. Beliau telah merintis majlis ini dari kecil hingga sekarang menjadi sangat besar. Jamaahnya ribuan. Acaranya selalu meriah. Banyak kisah teladan yang dapat dipetik dari kegiatannya. Sebab itu, pada saat beliau dikabarkan wafat pada tangga 1 Syawal 1446 lalu (Senin, 31 Maret 2025), masyarakat datang berduyun-duyun menghadiri penguburannya, menjadi saksi kebaikan seorang tokoh yang sangat muda (usia kepala empat) tapi telah membuat dampak kebaikan yang sangat besar di dalam masyarakat.  

Saya pun juga begitu, punya kesan yang amat baik dan mendalam terhadap kiprahnya, tapi dalam hal lain. Saya ingat sekitar 12 tahun yang lalu beliau menggandeng masyarakat setempat untuk memperbaiki jalan residental yang ada desanya yang rusak parah tanpa tersentuh perbaikan selama bertahun-tahun. Beliau membuat amal di tepi jalan yang umumnya dilakukan masyarakat untuk pembangunan masjid, tapi ini untuk memperbaiki jalan. Hal itu juga ia lakukan lagi di tahun yang lalu, 2024, sehingga saat beliau wafat, jalan rusak di depan komplek madrasahnya sudah bagus.

Membut cegatan amal di jalan umum memang berpotensi menjadi terlarang jika ia mengganggu orang yang melintas karena mereka punya hak untuk itu. Tapi bagaimana jika cegatan itu untuk kebaikan mereka? Yaitu untuk memperbaiki jalan yang mereka lewati? Dari cerita yang saya dapatkan, hasil sumbangan dana yang diperoleh di situ jauh lebih cepat terkumpul dengan mereka yang membuat hal serupa untuk pembangunan masjid. Ini akan ‘pekerjaan rumah’ baru bagi kita semua tentang banyak hal: tentang pemerintah yang justru disokong oleh rakyatnya, tentang kemandirian yang nyaris terlalu mandiri sehingga yang bertanggung jawab malah bermanja, dan tentang banyak pelajaran kebaikan lain yang dapat kita renungkan.

Saya sudah sampaikan kepada salah satu saudaranya (Lora Abror) pada saat takziyah bahwa yang paling terkesan dari beliau adalah itikad baiknya untuk fasilitas umum, mempermudah orang melintas, dan semua itu ada hadis dan dalilnya. Saya bersaksi bahwa yang dia lakukan itu insya Allah akan menjadi salah satu jalan pintas yang akan memudahkannya menuju Surga, yaitu memudahkan orang untuk melintas sebagai tergambar dalam hadis Nabi 


 عن أبي هريرة رضي الله عنه عن النبي صلى الله عليه وسلم قال
 «لقد رأيت رجلا يَتَقَلَّبُ في الجنة في شجرة قطعها من ظهر الطريق كانت تؤذي المسلمين»

Saya menulis ini sebagai kesan baik dan persaksian baik sepulang menghadiri acara hari-7 wafatnya, barusan. 

 

17 Maret 2025

Berpuasa di Rumah Sakit

Yang ada di bawah ini adalah pengalaman seorang perempuan, bukan saya. Sayang sekali kalau tidak saya tuliskan di sini pengalamannya sebab saya tidak menyangka dia mengalami pengalaman seperti itu. Ini tentang pengalaman orang yang tidak menyangka sama sekali kalau di sekitarnya banyak orang-orang yang tidak berpuasa di lingkungan yang dikiranya berpuasa semua.

Saya beberapa hari ini ada di RSUD Sumenep karena menjaga anak yang sakit. Saya tidak tahu kalau lapar mau makan di mana. Hari ini saya haid, makanya saya tidak berpuasa. Setelah bertanya, orang menunjukkan kantin di belakang rumah sakit. Saya pun pergi ke sana siang hari.

Yang ada di dalam pikiran saya, nanti saya akan berjumpa dengan sesama orang yang tidak berpuasa, orang-orang seperti saya, ibu-ibu yang sedang haid atau sedang berhalangan berpuasa. Ternyata, setelah saya masuk ke kantin itu, saya hanya melihat satu orang perempuan, yaitu saya sendiri. Sisanya mungkin ada 15 orang bapak-bapak yang sedang makan dan merokok dan sambil ngopi. Di kantin itu, saya bahkan merasa ini bukan Ramadan, seolah-olah hari biasa, bukan bulan puasa.

Selama ini saya memang tinggal di lingkungan yang terbiasa berpuasa dan tidak pernah melihat orang yang tidak berpuasa kecuali hanya ibu-ibu yang sedang haid. Di rumah maupun di pondok selalu saja begitu yang saya lihat. Saya kira orang-orang di sini semuanya taat-taat. Di bulan Ramadan tahun 2025 ini saya menemukan kenyataan yang tidak disangka-sangka terutama karena hal itu terjadi di kantin rumah sakit di Sumenep, di kota yang tampaknya sangat religius.

Dalam hati saya bertanya, ini bapak-bapak punya masalah apa kok sampai tidak berpuasa? Saya kira mereka itu kuat sebagaimana laki-laki biasanya. Menahan lapar saja mereka ternyata tidak mampu, mana mungkin mereka kuat menghadapi ujian hidup yang sesungguhnya?


Pengalamannya itu terrjadi di tahun ini, 2025, di awal-awal bulan Ramadan 1446. Pengalaman seperti di atas mungkin juga Anda alami juga di tempat Anda, di Jawa atau di kota-kota besar. Tapi, yang demikian itu tidak mengherankan. Ini mengherankan karena terjadi di lingkungan yang sepertinya semua penduduknya taat dan relegius.

29 Desember 2024

Lampu Jauh dan Illeterate

Barusan saya pergi ke Prenduan. Saya naik sepeda motor Astrea Prima yang lampu utamanya masih menggunakan bohlam. Sinarnya tampak redup.

Motor buatan Honda di periode 1989-1991 ini, di zaman 2024, setelah 35 tahun luntang-luntung di dunia, banyak yang pajaknya sudah “disuntik mati” alias tidak dibayar lagi. Saya sering menjadi korban stereotifikasi seperti ini, seolah-olah motor saya juga begitu. Taat pajak untuk motor generasi segitu seolah-olah menjadi anomali di negeri pengemplang pajak.

Bukan soal pajak dan ketangguhan mesin yang mau saya ceritakan, melainkan soal lampu sepeda saya dan lampu-lampu sepeda motor lain yang berpapasan. Jarak dari rumah ke pertigaan Prenduan itu 7,5 kilometer. Dalam perjalanan barusan (21.30), saya berpapasan dengan 29 sepeda motor. Dari angka segitu, ada 13 sepeda motor yang lampunya dibiarkan menyala jauh (lampu atas; lampu jauh). Saking terangnya sinar-sinar lampu itu mengenai muka saya, beberapa kali saya sampai harus melambatkan laju kendaraan karena kesilauan hingga nyaris berhenti. Begitulah dampak kesilauan di saat cahaya kendaraan sendiri redup dan berpapasan dengan kendaraan lain yang sangat terang.  

Orang-orang yang membiarkan cahaya lampunya menyala tinggi dan terang sehingga mengenai muka pengendara dari lawan arah, alih-alih jalannya sendiri, bukanlah orang yang buta huruf. Mereka adalah orang dewasa yang saya yakin pasti bisa membaca dan menulis. Jika ada istilah illiterate, saya kira jenis orang seperti inilah contohnya: mereka yang bisa baca tulis tapi tidak terberdayakan oleh apa pun dari yang dibaca dan ditulis.

22 April 2024

Silaturahmi Idulfitri dan Acara Bani-Bani


Hari Raya Idulfitri selalu menjadi ajang silaturahmi, baik bagi perantau dengan sanak kerabat di rumahnya maupun atau bagi penduduk setempat atau pemukim dengan saudara dan tetangganya. Ajang silaturahmi ini dimulai sejak hari pertama Lebaran (1 Syawal) dan berlangsung hingga hari ke-3, ke-4, atau malah ada yang baru selesai setelah hari ke-8, alias Hari Raya Ketupat, yaitu hari rayanya orang yang berpuasa syawal selama 6 hari.


Pada praktiknya, belakangan, ajang silaturahmi ‘berkembang’. Salah satu tanda perkembangan itu adalah dibentuknya pertemuan bani. Yang dimaksud “bani” di sini adalah perkumpulan anak keturunan seberinda dari seseorang yang sepuh (yang biasanya dijadikan nama baninya). Bani yang kita pahami dimaknai sebagai “anak keturunan”, tidak seperti pengertian asalnya yang berasal dari Bahasa Arab, di mana bani selalu berkaitan dengan “keturunan dari jalur laki-laki”. Di Indonesia, Madura khususnya, kata bani diambil dari bahasa Indonesia dengan pengertian Indonesia, yakni keturunan saja, tidak mempedulikan dari jalur ayah atau ibu.
 

Pertemuan Bani Fattaqi di PP Sekar Anyar

Tujuan pertemuan bani ini adalah merawat famili, menjaga silaturahmi. Di Jawa, acara semacam itu bisa disebut “syawalan” karena selalu diacarakan pada bulan Syawal, sementara di Madura, tidak demikian. Selain, Syawal, banyak acara pertemuan bani ini dibulan yang lain, baik dipastikan tanggal bulannya maupun secara berkala dan temporal.
 
Adapun rangkaian acaranya adalah tahlil (mendokan buyut, kakek, orangtua, pini sepuh, dll). Selebihnya, acaranya adalah perkenalan antar-anggota, foto bersama, dan ramah tamah. Setiap pertemuan, antar-famili menjadi semakin akrab dan terkadang berlanjut ke hubungan bisnis atau ikatan pertunangan. Sesama bani yang mungkin sudah berjauhan tempat tinggalnya—karena ikut istri atau ikut suami—kadang saling menawarkan diri untuk dihampiri di momen tersebut, tentu saja jika salah satu anggota bani sedang bepergian atau sedang melakukan perjalanan dan melintasi rumahnya, atau memang sengaja hendak berkunjung ke rumahnya. Adapun acara tambahan yang lain disesuaikan dengan keadaan dan situasi masing-masing penyelenggara yang berbeda-beda kebiasaannya.

Pengalaman berlebaran saya tahun ini malah lebih meriah, lebih lama. Penyebabnya adalah bertambahnya dua pertemuan keluarga yang baru (karena saya menikah dengan orang yang baru; dari dua jalur, mertua laki-laki dan mertua perempaun), juga karena adanya perubahan penyelenggaraan pertemuan bani dari keluarga besar almarhumah—istri yang sudah wafat—yang tahun ini dipindah, dari tanggal 9 ke tanggal 9 syawal dan berpindah lokasi). Jadinya, nyaris setiap hari (kecuali hari ke-7 saya di rumah), saya pergi bersilaturahmi. 

ketemu dengan famili baru di Maron, Probolinggo


Dari pengalaman ini, saya merasakan adanya manfaat dan keunggulan pertemuan bani-bani ini, antara lain dapat menghemat waktu silaturahmi. Kunjungan seseorang yang biasanya harus datang ke rumah per rumah, sekarang cukup datang ke satu tempat yang ditentukan, dibarengkan dengan acara pertemuan bani yang biasanya dilaksanakan secara bergilir, setiap tahun. Persatuan bani ini dikuatkan oleh hubungan ikatan famili atau ikatan darah. Warga Madura yang terkenal sangat erat dalam merawat dan menjaga hubungan familinya menjadi tempat bani-bani tumbuh dan berkembang. Hal ini mungikin berbeda dengan di tempat lain, di Jawa misalnya, yang meskipun ada pertemuan seperti itu tapi tidak seseru pertemuan bani-bani di Madura dan area Tapal Kuda.

Tentu saja, efek lainnya juga ada, sosialnya juga ada, ewuh-pakewuh terhadap yang lebih kaya. Kesenjangan sosial pastilah muncul di acara seperti ini, kecuali di lingkungan sangat dekat yang memang biasa bertemu setiap hari. Sebab itu, dalam kondisi seperti ini, yang status sosialnya lebih tinggi (lebih kaya, lebih berpangkat) memang sewajarnya harus lebih dulu menyambut, jangan justru menjauh.

Acara seperti ini menjadi salah satu pelaksanaan anjuran silaturahmi yang berpijak pada banyak hadis Nabi. Lebih dari itu, silaturahmi dalam pertemuan bani-bani ini lebih terjamin ‘kemurnian’ tujuannya silaturahminya. Soalnya, tidak jarang silaturahmi dijadikan ‘kambing hitam’: menyatakan silaturahmi tapi sebetulnya hendak pinjam uang.


Entri Populer

Shohibu-kormeddaL

Foto saya

Saya adalah, antara lain: 6310i, R520m, Colt T-120, Bismania, Fairouz, Wadi As Shofi, Van Halen, Puisi, Hard Rock dll

Pengikut

Label

666 (1) Abdul basith Abdus Shamad (1) adi putro (1) adsl (1) Agra Mas (1) air horn (1) akronim (1) Al-Husari (2) alih media (1) Alquran (1) amplop (1) Andes (1) Android (1) anekdot (3) aula asy-syarqawi (1) Bacrit (2) bahasa (5) baju baru (1) baju lebaran (1) Bambang Hertadi Mas (1) bani (1) banter (1) Basa Madura (1) basabasi (1) batuk (1) bau badan (1) bau ketiak (1) becak. setiakawan (1) belanja ke toko tetangga (1) benci (1) bis (3) bismania (2) BlackBerry (1) Blega (1) blogger (2) bodong (1) bohong (2) bolos (1) bonceng (1) bromhidrosis (1) Buang Air Besar (BAB) (1) buat mp3 (1) budaya (1) buku (2) buruk sangka (2) catatan ramadan (4) celoteh jalanan (1) ceramah (1) chatting (1) chemistry (1) cht (1) Cicada (1) Colt T 120 (1) corona virus (1) Covid 19 (1) cukai (1) curhat (5) defensive driving behavior development (1) dering (1) desibel (2) diary (1) durasi waktu (1) durno (1) ecrane (1) etiket (17) fashion (2) feri (1) fikih jalan raya (1) fikih lalu lintas (1) fiksi (2) filem (1) flu (1) gandol (1) gaya (1) ghasab (1) google (1) guru (2) guyon (1) hadrah (1) handphone (1) Hella (1) hemar air (1) Hiromi Sinya (1) humor (2) IAA (1) ibadah (2) identitas (1) ikhlas (1) indihome (1) inferior (1) jalan raya milik bersama (1) jamu (1) jembatan madura (1) jembatan suramadu (2) jenis pekerjaan (3) jiplak (2) jual beli suara (1) Jujur (3) Jujur Madura (1) jurnalisme (1) jurnalistik (3) KAI (1) kansabuh (1) Karamaian (1) karcis (1) Karina (1) Karma (1) Kartun (1) kebiasaan (5) kecelakaan (2) kehilangan (1) kenangan di pondok (1) Kendaraan (2) kereta api (1) keselamatan (1) khusyuk (1) kisah nyata (7) Kitahara (1) kites (1) klakson (1) klakson telolet (1) kode pos (2) kopdar (2) kopi (1) kormeddal (19) korupsi (2) KPK (1) kuliner (2) L2 Super (2) lainnya (2) laka lantas (1) lakalantas (1) lampu penerangan jalan (1) lampu sein (1) layang-layang (1) lingkungan hidup (3) main-main (1) makan (1) makanan (1) malam (1) mandor (1) Marco (1) masjid (1) Mazda (1) MC (1) menanam pohon (1) mengeluh (1) menulis (1) mikropon (1) mimesis (1) mirip Syahrini (1) mitos (1) modifikasi (1) money politic (1) Murattal (1) musik (1) nahas (1) napsu (1) narasumber (1) narsis (1) Natuna (1) ngaji (1) niat (1) Nokia (1) nostalgia (2) Orang Madura (1) Paimo (1) pandemi (1) pangapora (1) paragraf induktif (1) parfum (1) partelon (1) pasar (1) pekerjaan idaman (1) pemilu (1) peminta-minta (1) penata acara (1) pendidikan (1) pendidikan sebelum menikah (1) penerbit basabasi (1) pengecut (1) penonton (1) penyair (1) penyerobotan (1) Pepatri (1) perceraian (2) Perempuan Berkalung Sorban (1) perja (1) perjodohan (1) pernikahan (1) persahabatan (1) persiapan pernikahan (1) pertemanan (1) pidato (1) plagiasi (2) plastik (1) PLN (1) pola makan (1) poligami (1) polisi (1) politik (1) polusi (1) polusi suara (2) Pondok Pesantren Sidogiri (1) ponsel (2) popok (1) popok ramah lingkungan (1) popok sekali pakai (1) PP Nurul Jadid (1) preparation (1) profesional (1) PT Pos Indonesia (1) puasa (5) publikasi (1) puisi (2) pungli (1) Qiraah (1) rasa memiliki (1) rekaan (1) rempah (1) ringtone (1) rock (1) rokok (1) rokok durno (1) rumah sakit (1) Sakala (1) salah itung (2) salah kode (3) sanad (1) sandal (1) santri (1) sarwah (1) sastra (1) sekolah pranikah (1) senter (1) sepeda (3) sertifikasi guru (1) sertifikasi guru. warung kopi (1) shalat (1) shalat dhuha (1) silaturahmi (1) silaturrahmi (1) siyamang (1) SMS (1) sogok bodoh (1) sopir (1) soto (1) sound system (1) stereotip (1) stigma (1) stopwatch (1) sugesti (1) sulit dapat jodoh (1) Sumber Kencono (1) Sumenep (1) suramadu (1) syaikhona Kholil (1) syawalan (1) takhbib (1) taksa (1) tamu (2) Tartil (1) TDL (1) teater (1) teknologi (2) telkomnet@instan (1) tengka (1) tepat waktu (1) teror (3) tertib lalu lintas (28) The Number of The Beast (1) tiru-meniru (1) TOA (2) tolelot (1) Tom and Jerry (2) tradisi (1) tradisi Madura (4) transportasi (1) ustad (1) wabah (1) workshop (1) Yahoo (1) Yamaha L2 Super (1)

Arsip Blog