Pada acara 40 hari wafat Bu’ Gammar, ibunda H. Saiful (depan PLN Guluk-Guluk), Dullatep (Abdul Lathif) menguasai forum. Ia memulai pembicaraan:
“Mengapa disebut Karang Jati? Karena di situ dulu banyak pohon jatinya!”
Demikian ia berargumen, mengacu pada komplek Karang Jati, kediaman Kiai Abdul Basith Bahar. Rupanya, dia ingin meneguhkan “teori penamaan” (kurang jelas, apakah demikian pula yang dikatakan oleh Vladimir Propp?). Akan tetapi, H. Hafid mencoba memancing di air keruh dengan mencoba membantahnya.
“Lho, itu di rosong, di tempatku, banyak pohon jatinya, kok tidak diberi nama Karang Jati?”
“Lha, beda itu,” potongnya, “karena penanaman jati di rosong itu adalah “jati proyek”, beda dengan Karang Jati tempatnya Kiai Abdul Basith!” Dan belum lagi ada orang lain yang menyahut, tanpa mempedulikan keberatan H. Hafid terhadap sanggahannya, Abdul Lathif meneruskan teorinya
“Dadduwi berarti Madunya Kiai Syarqawi; Berca berarti Somber Caca (sumber gosip); Karduluk artinya mekar dan dhuluk (subur)…”
Kini, giliran H. Saiful yang menyanggah, “Begini, Tep. Coba kamu perhatikan Kebun Jeruk, ndalemnya Kiai Naufal itu, mana ada pohon jeruknya? Gak ada, kan?”
Bagaimana jawaban dia?
“Siapa suruh mau diberi nama Kebun Jeruk! Salah sendiri mau dikasih nama begitu! Harusnya kamu menolak, Mister!”
“Mengapa disebut Karang Jati? Karena di situ dulu banyak pohon jatinya!”
Demikian ia berargumen, mengacu pada komplek Karang Jati, kediaman Kiai Abdul Basith Bahar. Rupanya, dia ingin meneguhkan “teori penamaan” (kurang jelas, apakah demikian pula yang dikatakan oleh Vladimir Propp?). Akan tetapi, H. Hafid mencoba memancing di air keruh dengan mencoba membantahnya.
“Lho, itu di rosong, di tempatku, banyak pohon jatinya, kok tidak diberi nama Karang Jati?”
“Lha, beda itu,” potongnya, “karena penanaman jati di rosong itu adalah “jati proyek”, beda dengan Karang Jati tempatnya Kiai Abdul Basith!” Dan belum lagi ada orang lain yang menyahut, tanpa mempedulikan keberatan H. Hafid terhadap sanggahannya, Abdul Lathif meneruskan teorinya
“Dadduwi berarti Madunya Kiai Syarqawi; Berca berarti Somber Caca (sumber gosip); Karduluk artinya mekar dan dhuluk (subur)…”
Kini, giliran H. Saiful yang menyanggah, “Begini, Tep. Coba kamu perhatikan Kebun Jeruk, ndalemnya Kiai Naufal itu, mana ada pohon jeruknya? Gak ada, kan?”
Bagaimana jawaban dia?
“Siapa suruh mau diberi nama Kebun Jeruk! Salah sendiri mau dikasih nama begitu! Harusnya kamu menolak, Mister!”
7 komentar:
Kesan saya: Dul Lateef adalah sosok yang lucu sekaligus cerdas. Dengan kesan seperti ini, saya jadi bingung saat melihat gambar-gambar di bagian atas blog ini; Dul Lateef itu yang di pojok kanan atas atas ato yang gambar bawah kedua dari kanan?! hehehe...
komentar di atas saya ketik sambil menikmati dengusan "ersy!" dari hidung saya...
utk anonim pertama: sepertinya gak jauh beda. paling tidak songkoknya sama-sama miring, cuma derajat kemiringannya saja yang beda..
dullatep is a legend, ten diiiiiiii
how are you dullatep?
bukan dullatep, tapi abdullathif
Abdun kabuleh
Lathifun se alos....
@ Pak Latep:
"Betul itu, Pak Latep!"
Al-Lathif: Dzat se Ongu-Onggu Alos, Pak Tep)
[catatan: komen di atas ini memang betul-betul adriPak Dullatep]
ORANG KETIGA: Beh, ma' cengkal reya, paggun angguy "Dullatep" :-D
Posting Komentar