Cerita demi cerita, beberapa bulan sesudahnya, saya mendapatkan sebuah panggilan dari nomor PSTN/bukan seluler. Awalnya, saya menduga itu dari nomor kantor. Panggilan ke ponsel yang selama ini saya terima umumnya berkepala 031 (Surabaya) atau 021 (Jakarta). Ya, biasa, urusan buku atau honor. Nah, kali ini kepala 24 (Semarang). Sontak saya berpikir, apakah akhir-akhir ini saya pernah mempublikasikan karya saya di media area Semarang/Jateng? Rasanya tidak. Panggilan itu langsung membuat saya bangga seketika.
“Apa ini benar dengan Bapak M. Faizi?” suara dari seberang
“Iya, betul.” Saya membetulkan posisi ponsel agar mike-nya lebih pas ke telinga
“Begini, Pak. Kami dari redaksi majalah ingin meminta Bapak menulis untuk majalah kami.”
“Oh, ya?” saya sumringah, lalu melanjutkan “Puisi, prosa, atau apa?”
“Terserah Bapak.” Suara dari seberang masih datar-datar saja.
‘Lho? Kok bisa begitu? Eh, memang ini dari redaksi majalah apa?”
“Bobo” katanya, masih dengan intonasi yang sama dan langsung disusul dengan tawa. Ya, beberapa detik setelah itu, barulah saya sadar, bahwa saya dikerjaian oleh teman saya sendiri yang sekarang telah berpulang ke rahmatullah. Allahummaghfir lahu.

4 komentar:
bagaimana rasanya ya.. seandainya jadi penulis puisi di majalah bobo?
sebuah kenangan dari seorang teman yang sekarang telah tiada...
@Cinta: ya, saya sudah pernah, dulu.
@Joe: betul, Joe. Saya kangen dia.
ha...ha......
Posting Komentar