Tak jauh dari Sa’im, ada perbukitan bernama Canggur. Setelah itu, ketika saya lewat dua hari yang lalu, terdapat jalan menanjak/menurun yang sejak dulu rusak parah. Pernah sekali bumper mobil nyaris ternyangkut. Kini, jalan itu sudah lumayan bagus.
"Kita Coba Bangkit Sendiri / Mari Bangun Jalan Ini / Dengan Rp 500,-" |
Memang betul, banyak cegatan di jalan di tempat kami. Masyarakat menyebutnya “amal”. Namun, amal ini biasanya berada di jalan yang dekat dengan masjid sehingga ada tulisan/plakat “Amal untuk Perbaikan Majid”. Nah, yang ini berbeda. Di sana tertulis “Amal untuk Perbaiukan Jalan”. Konon, masyarakat setempat membangun jalan itu sendiri, dengan dana dan tenaga sendiri. Mereka capek menunggu perbaikan jalan yang tak kunjung dimulai. Padahal, jalan kolektor yang menghubungkan Ganding dan Rubaru juga Pasongsongan itu relatif banyak dilewati kendaraan.
Ini adalah sebentuk upaya masyarakat mandiri. Mandiri? Ya, mereka yang memperbaiki fasilitas umum dengan dana dan tenaga sendiri. Namun, istilah ‘mandiri’ ini menjadi aneh karena hal itu terjadi di kabupaten yang kaya raya, di sebuah kabupaten yang—konon—memiliki APBD dan berada di level 10 besar se Indonesia.
6 komentar:
Kasiyan Sumennep yang super mantap katanya...
ta' reng ituna
*menunggu "al-arba'in fi masa_ilaalin"... :-)
Alhamdulillah dapat komentar dari Kiai Partelon
Semoga wakil rakyat Dapil ini segera tergerak. Alamak! Bukankah Muthi'ullah adalah ketua Anak Cabang PKB Ganding? Nanti, saya akan sampaikan pada beliau agar KH Busyro segera menggelontorkan dana untuk perbaikan jalan.
@Ahmad: nah, baguslah. Sundulkan hal ini padanya, Pak Cik
Posting Komentar