Pada suatu pagi hari Jumat di pertengahan tahun 2015, datang
dua orang pemuda. Saya agak heran karena dia tidak pernah saya lihat bertandang
ke mari sebelumya. Lagi pula, ia datang pagi sekali. Sepintas, keduanya tampak sebagai
mahasiswa semester awal.
Setelah menyuguhkan minuman dan berbasi-basi “dari mana”,
saya tunggu ia menyampaikan maksud dan tujuan, tak disampaikannya pula hingga
saya suguhkan penganan. Rupanya, tamu ini tipe tamu ‘lawas’: pantang
menyampaikan maksud dan tujuan sebelum tuan rumah yang menanyakan. Karena saya tahu
ada aturan-tidak-terlulis semacam itu dalam tradisi kami di Madura, maka saya
pun yang mulai bertanya.
“Maaf, ada tujuan apa?”
“Saya minta nama.”
Saya menautkan alis, memperhatikan lagi kedua tamu ini lebih
cermat. “Masa iya usia segini sudah punya anak? Tampangnya juga kayak mahasiswa
imut semester awal…” Begtulah saya bertanya kepada diri sendiri, membatin.
“Maaf, jangan tersinggung, ya!” pinta saya berhati-hati, “Apakah
Anda sudah menikah?”
“Belum.”
“Loh, kok mau minta nama? Memang nama buat siapa?”
Sepi sesaat. Teman yang satu menggoyangkan sikunya ke paha
teman satunya. Saya menangkap itu sebagai isyarat ‘siapa yang mesti jadi juru bicara’.
“Mmm… nama buat BAND kami!”
Astaga! Saya nyaris terjengkang dibuatnya.
2 komentar:
Haha, kena deh.
Saya kira mau minta nama untuk judul skripsi atau apapun yang ada hubungannya dengan tugas kulah, eh ternyata..
Posting Komentar