Kalau ada yang bilang kayak ini; "Tidak ada satu pun yang saya takuti di dunia ini kecuali Allah!", justru perlu dipertanyakan keimanannya. Kecuali yang mengucapkannya selevel Syd. Ali bin Abi Thalib atau sedikit level di bawahnya, baru saya percaya. Soalnya, yang berani ngomong seperti itu, dalam bayangan saya, haruslah jenis orang yang tidak mengeluh ketika asam lambungnya naik, bertani sendiri demi kehalalalan makanannya (atau menyelidiki sumber makanan yang akan masuk ke perutnya secara rinci, memastikan tidak adanya kesyubhatan, baik materi maupun caranya), serta sama bersyukurnya saat bangkrut maupun jaya.
Sudahlah, jangan banyak gaya! Level kalian ini belumlah di level "mari perbanyak amal soleh". Level kalian baru sampai di "kurang-kurangilah berbuat maksiat”! Naik level keimanan itu berat sekali. Kata Imam Al-Haddad, manisnya iman itu baru bisa dicerap jika kita merasakan nikmatnya menjalankan perintah sama dengan ketika si pendosa melakukan kemaksiatan, seperti shalat itu harus terasa nikmat sebagaimana laki-laki beristri menyelingkuhi istri kawannya.
Tugas kita saat ini barulah di level meingat-ingat pelajaran hadis, dulu, di bangku madarasah, yang menjelaskan bahwa cabang iman yang tertinggi adalah pernyataan syahadat dan yang paling rendah adalah menyingkirkan rintangan dari tengah/di jalan. Jadi, sebaliknya, indikator ketidak-berimanan yang paling tinggi adalah "tidak (ber)syahadat" dan indikator ketidak-berimanan yang paling rendah adalah...
Mari, kita mikir sejenak untuk mengisi kalimat rumpang di atas ini sebagai jawabannya...
Tidak ada komentar:
Posting Komentar