“Jika kita tidak dapat berbaut baik pada orang lain, berusahalah untuk, sekurang-kurangnya, tidak mengusik orang lain.”
Ini pesan seseorang padaku. Dia, meskipun mungkin tidak percaya karma, tetapi menyadari kalau perbuatan baik itu akan diganjar dengan kebaikan juga. Seorang kawanku yang lain (dia ini bapak-bapak dan punya dua anak) sering mentraktir aku sewaktu kost dahulu di Jogja. Beliau ini juga sering memasakkan mie plus mentega plus kornet buatku. Aku merasa sungkan (tapi enak, sih) karena seharusnya akulah yang berlaku demikian. Suatu saat, aku tanya mengapa ia lakukan hal-hal semacam ini? “Aku ini perantau,” jawabnya. “Aku tinggalkan anak-istri di rumah. Jika aku berbuat baik pada orang, maka orang lain akan berbuat baik padaku, atau keluargaku yang ada dirumah.” Begitu kepercayaannya.
Hukum karma adalah hukum sebab akibat. Yang belajar akan pintar, yang malas tak naik kelas. Begitu hukum umumnya. Atau, versi yang lain adalah seperti yang disampaikan seseorang kepadaku, tadi sore. Begini katanya:
“Dulu, kita selalu dibikin antre panjang saat mau masuk feri Ujung-Kamal. Sekarang, sejak diresmikannya Suramadu, giliran feri yang nunggu kita. Rasain.”
Capo’ tola itu…
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
2 komentar:
Mohon maaf, posting ini sempat terhapus dan terhapus pulalah komentar-kometnar Anda. Maaf, maaf, dan saya dapat mengembalikan posting tetapi tidak dapat mengambalikan komentar-komentar Anda [sedih...]
Yasud pak ndak papa....
Apa ini kena karmanya 'ngrasani' ferri ya....^_^
Posting Komentar