Teringat pengalaman pertama naik kereta api, pada suatu malam di tahun 1986, saat saya berusia 11 tahun. Mendiang ayah mengajak saya pergi ke Jakarta. Kami berangkat dari stasiun Pasar Turi pada pukul 18.00 dengan kereta KGB. Pada karcisnya yang tebal, tertera nominal Rp 4.300. Jika tidak salah, perjalanan dari Surabaya ke Jakarta waktu itu memakan waktu lebih dari 14 jam.
Stasiun Wonosari (Bonosare) sumber: https://goo.gl/naWf3z |
Saya juga pernah mengalami hal-hal tidak menyenangkan di
atas kereta api, di antaranya adalah di tahun 1999 ketika terjadi desak-desakan
penumpang yang luar biasa, dari stasiun Senen (Jakarta) menuju Lempuyangan
(Jogjakarta). Saya terpaksa mengalah karena harus berhadapan dengan nenek-nenek.
Pernah juga saya terjatuh dari gerbong kereta api karena meloncat di saat
kereta berjalan lambat untuk langsir di stasiun Panarukan, 1990, masa akhir
stasiun di barat kota Situbondo itu sebelum ditutup sampai sekarang.
Seingat saya, hingga tahun 2011, layanan PT KAI masih sama
saja dengan ketika masih bernama PJKA atau Perumka, masih suka molor di jam
pemberangkatan maupun kedatangan, stasiun masih rawan calo, gerbong masih rawan
copet. Tapi, tahun demi tahun, pelayanannya terus membaik, terutama setelah ada
‘revolusi’ di era Pak Jonan. Sekarang, ketepatan waktunya mengalahkan jadwal
transportasi apa pun.
Jika ada itikad baik dan sungguh-sungguh, pembenahan yang
menyeluruh, seruwet apa pun sistem transporatasi itu pasti bisa dibereskan.
Demikianlah keyakinan saya jika melihat situasi yang pernah dan sedang dialami
oleh PT KAI. Sekarang, pelayanannya sudah sangat bagus. Saya hanya menunggu tiga
kemajuan lainnya: ruang merokok di restorasi, gerbong tingkat, dan tempat
khusus untuk penyandang cacat di semua rangkaian gerbong dan kelasnya. (M. Faizi, admin)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar