Lebaran adalah
hari bahagia, baik bagi orang yang berpuasa maupun yang tidak. Yang berpuasa
gembira karena merasa telah memenangkan
perjuangan selama 30 hari melawan lapar dan dahaga, melakukan amalan, berbuat
kebaikan, dslb. Terus terang, harus diakui, kegembiraan lainnya adalah karena
mereka, kini, kembali bisa makan-minum
di siang hari.
Karena moyoritas
warga negara di Indonesia itu muslim, maka Lebaran memberikan dampak pada
banyak hal, termasuk liburan, sehingga yang tidak puasa pun 'terpapar' kebahagiannya:
ikut menikmati liburan. Persoalan libur lebaran menyedot banyak uang, bikin
perputaran uang yang sangat besar, bikin kemacetan dan seterusnya, itu hal
lain.
Namun, ada
kalanya, kita harus menjalani suratan takdir berlebaran tidak dengan keluarga. Jika
kita anggap ini perjuangan dan bernilai amal, kita tentu tetap berbahagia dalam
menjalaninya. Di antara mereka adalah;
petugas menara jaga yang ada di bandara, penjaga pintu perlintasan kereta
api, sopir ambulans, sopir bis antar-provinsi yang sedang bertugas di tengah
perjalanan, dan lain sebagainya.
Akan tetapi, yang
disebutkan di atas itu masih mendingan ketimbang golongan satunya lagi, yakni
mereka yang harus berlebaran di rumah sakit. Setidaknya, ada tiga kemungkinan
mengapa ada orang yang berlebaran di rumah sakit: Pertama, dia sakit dan harus menjalani
rawat inap, kedua; tidak sakit tapi kecelakaan lalu lintas (ini yang banyak
terjadi) yang mengharuskan dia terbaring di sana, dan ketiga; melahirkan
(seperti harus operasi cesar). Maka, kita mesti berempati akan ketidaknyamanan
tersebut di kala sehat dan sedang ada di rumah, bersama keluarga.
Jika harus
berlebaran di rumah sakit karena memang waktu melahirkan atau karena sakit,
kita bisa legowo dan memang sudah sepatutnya kita terima. Tapi, jika kita
berlebaran di sana karena kecelakaan lalu lintas, inilah yang harus kita waspada
agar lebih berhati-hati karena sejatinya kita bisa menghindarinya dengan
ikhtiar. Orang desa sering bilang, menjelang hari raya itu nahas, banyak
terjadi kecelakaan, baik di jalan maupun di rumah.
Percaya atau
tidak, biikinlah survei sendiri. Jadi, melipatgandakan kewaspadaan adalah
kewajiban. Banyak cerita yang menunjukkan bahwa semakin dekat lebaran,
kecelakaan makin tinggi angkanya. Mungkin, berdasarkan "ilmu titen"
dan tengara pada kejadian yang sudah-sudah inilah lantas leluhur menyebutnya sebagai "nahas". Sejujurnya, ia merupakan pesan perhatian, atau
peringatan bagi kita untuk bertindak sangat hati-hati, terutama pada hari H-3,
H-2, dan H-1 menjelang hariraya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar