Dalam buku
“Ensiklopedi Tafsir Mimpi” karya
Pamanda Abdul Halim Bahwi, bermimpi tentang air itu pada umumnya bagus dengan sekian perkecualian. Jika airnya
keruh atau asin, mimpi ditakbir kurang bagus. Bermimpi pegang wadah berisi air berarti dapat uang. Kalau
seseorang diberi air, konon
biasanya bakal dapat anugerah anak.
Saya pribadi punya pengalaman tersendiri tentang mimpi air ini. Biasanya, kalau bermimpi air, saya pasti dapat rezeki uang, tidak peduli meskipun air itu hanya saya lihat dikejauhan atau mengalir deras dan sedikit keruh seperti banjir. Semua ‘kasus’ mimpi di atas sudah saya alami dan karena itulah saya buatkan asumsi-asumsi “biasanya”. Nah, lebih-lebih jika mimpi berwudu atau air wudu, mimpi model ini lebih mendebarkan lagi karena artinya dapat duit dan banyak.
Itulah yang saya alami dalam mimpi di Senin pagi, 30 November 2020, menjelang bangun. Saya bermimpi wudu. Air dari kran saya tangkap dengan tangkup dan dibuat membasuh muka. Mimpinya tidak begitu lama, kayak spoiler, hanya lewat begitu saja. Setelah wudu, selesai sudah. Saya bangun sambil senyum-senyum.
Nah, saya penasaran, ingat sesuatu, ingat uang yang menipis, utang pondok yang menumpuk, dan belanjaan yang harus dibeli tapi tak ada uang tunai, apalagi kartu kredit. Tapi, entah mengapa saya sangat terobsesi terhadap mimpi air tersebut.
Pertama yang terjadi adalah laporan dari Cantrik Pustaka bahwa royalti buku “Merusak Bumi dari Meja Makan” melebihi jumlah utang saya yang sedianya akan saya setor untuk pembarayan buku yang saya jual, di hari itu. Dengan demikian, uang buku tersebut langsung saya amankan dan jadilah ia berpindah lokasi: dari teller bank ke dompet sendiri, jadi sangu tiban ke Surabaya dan Sidoarjo. Satu poin sudah diraih.
Kedua, sesampainya di kafe Jungkir Balik, sebelah barat stadion Delta Sidoarjo, setelah istirahat sejenak, shalat dan makan, saya ke Jalan Erlangga, ke kantor Dewan Kesenian Sidoarjo, untuk cek lokasi yang akan saya gunakan untuk pentas di hari Ahad, 6 Desember dalam rangkaian Jatim Art Forum oleh Dewan Kesenian Jawa Timur. Aman, semua urusan beres. Dan setelah kembali ke kafe, terjadi kejutan berikutnya. Saat asyik-asyiknya ngopi cantik bersama istri dan juragannya—yang secara instinktif saya tangkap (dan ternyata benar) bakal menggratiskan kopi-kopi itu—ada ninit...ninit, bunyi nada SMS di Nokia 2730. Laporan transaksi ‘ngawur’ ke rekening saya. Kenapa ngawur? Karena itu bukan honor dan tanpa ada aba-aba maupun kode sebelumnya. Saya tahu, ini kejutan keduanya. Meskipun ada wanti-wanti “tidak untuk touring” (karena saya memang berencana ke Larantuka tapi gak jadi-jadi hingga hari ini), saya bahagia karena uang tersebut langsung dapat slotnya, yaitu buat merehab atap musala dan sebagian pondok.
Pulangnya, lagi-lagi kejutan penutup terjadi: saudara saya yang ngajak dan membawa mobil tersebut sama sekali tidak mau disumbang duit buat bahan bakar, padahal secara itung-itungan, tujuan dia ke Sidoarjo dibandingkan dengan kepentingnan-kepentingan saya di beberapa tempat masih lebih banyak urusan saya. Maka, saya semakin malu kepada Sang Pemberi Rezeki karena sebelum berangkat tadi malah lupa tidak shalat duha lebih dulu.
Saya tahu, artikel ini bukan tentang percaya mimpi, tapi sekadar cerita kalau alurnya seperti ini. Saya tahu, Anda ingin dapat rezeki tak terduga, tapi hak untuk memberikan tetaplah ada pada Dia. Saya tahu, Allah bagi-bagi rezeki kepada semua makhluk dalam berbagia bentuk, karena kalau bagi-bagi proyek itu kerjaan kita, eh.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar