14 Januari 2021

Pengakuan Atas Pengakuan Palsu

 Saya mau bikin pengakuan atas pengakuan palsu saya, bahwa saya, dulu, pernah membohongi calon istri saya terkait identitas diri ini. Sebetulnya—dan ini bukan ngeles, serius—skenario ini bersifat spontan dan idenya bukandari saya, melainkan dari (mendiang) mertua saya. Saya maunya jujur, tapi ternyata jadi bubur. 

Calon istri saya itu, dulu, mondok di pondok yang tidak ada sekolah formalnya. Kata orang Madura, dia  itu santri salaf (tapi bukan Salafi; lembaga salaf artinya lembaga pendidikan yang menggunakan metode salafiyah). Dalam bayangan mertua saya (yakni ayahnya), tentu saja si calon istri tadi akan mendambakan suami yang chemistry-nya sama, nyambung, sekurang-kurangnya dari pondok pesantren yang metode pendidikannya mirip, serupa dengan pondoknya. Nah, karena si calon ini dari Sidogiri, pondok pesantren kesohor yang sangat terkenal dan alumninya rata-rata dikenal bermutu di bidangnya, terbayanglah si dia bakal langsung jatuh hati kepada saya.  

Saat dia datang dan duduk di ruang sebelah, bapak mertua (dulu masih calon) memperkenalkan saya kepadanya, “Jadi, dia ini guru tugas dari Sidogiri, mau ditempatkan di pondokmu. Nah, dia mau tanya-tanya materi kitab apa saja yang ada di pondokmu,” kata beliau. Sebetulnya, saya tidak sreg dengan skenario spontan ini karena kalau dipikir, ya, tidak logis juga. Masa' guru tugas masih nanya-nanya mau ngajar apa, mestinya kan sudah direncanakan sejak jauh hari sebelumnya, ndak perlu nanya-nanya, apalagi ke santrinya, bukan ke pengurus pondok. Ada-ada saja. 

Si calon tunangan tidak menjawab (Menurut pengakuannya beberapa tahun setelah kami menikah, waktu itu dia sebel sekali sama gaya saya. Katanya, dia sudah mencium gelagat si “guru tugas palsu” ini kalau sebetulnya adalah seorang lelaki yang ingin meminangnya, bukan guru tugas beneran). Saya menganggapnya tanda malu, padahal dia emoh, katanya. Cuman, pada akhirnya dia harus meleleh karena wasiat sang ibunda agar dia berserah kepada saya, calon tunangan dan (insya Allah) calon suaminya. “Terimalah calon yang melamarmu,” begitu kata istri saya saat menirukan pesan ibunya. 

Kini, dia telah menjadi sitri saya. Dan karena saya sadar kalau saya pernah bersalah kepadanya dengan mengaku santri Sidogiri, saya minta maaf kepadanya atas pengakuan palsu itu. Tentu saja dia sudah tahu sejak dulu. Tapi, bagaimana cara saya minta maaf kepada Sidogiri? 

Eh,  kok kebetulan atau bagaimana, saya diundang BPP PP Sidogiri untuk suatu acara. Nah, dalam pada itu, saya sampaikan perasaan berasalah ini, semacam curhat tapi entah untuk siapa. Saat itu, Badan Pers Pesantren (BPP) Sidogiri menyelenggarakan Orientasi Insan Pers dengan mengundang saya sebagai narasumbernya. Kegiatan bahkan terlaksana hingga dua kali,  pada 15 Pebruari 2017 dan berulang lagi pada 12 Pebruari 2020

Begitulah ceritanya. 
Apakah saya dimaafkan? 
Masa gitu saja tidak dimaafkan! He, he, he.

M. Faizi



1 komentar:

Caklul mengatakan...

Suatu ketika, sekitar tahun 1994, aku pernah diajak teman masuk kelas di IAIN Walisongo Semarang. Waktu diabsen aku bingung, karena kemungkinan pasti ketahuan aku bukan mahasiswa. Setelah satu per satu dipanggil, aku merasa lega karena aku gak ditanya.

Setelah 20 tahunan lebih, ada kesempatan aku diundang untuk mengisi acara yang dihadiri para pimpinan UIN Walisongo, sudah berubah dari IAIN jadi UIN. Akhirnya jadi momen pengakuan dan minta dihalalkan penyusupanku..

Entri Populer

Shohibu-kormeddaL

Foto saya

Saya adalah, antara lain: 6310i, R520m, Colt T-120, Bismania, Fairouz, Wadi As Shofi, Van Halen, Puisi, Hard Rock dll

Pengikut

Label

666 (1) Abdul basith Abdus Shamad (1) adi putro (1) adsl (1) Agra Mas (1) air horn (1) akronim (1) Al-Husari (2) alih media (1) Alquran (1) amplop (1) Andes (1) Android (1) anekdot (3) aula asy-syarqawi (1) Bacrit (2) bahasa (5) baju baru (1) baju lebaran (1) Bambang Hertadi Mas (1) bani (1) banter (1) Basa Madura (1) basabasi (1) batuk (1) bau badan (1) bau ketiak (1) becak. setiakawan (1) belanja ke toko tetangga (1) benci (1) bis (3) bismania (2) BlackBerry (1) Blega (1) blogger (2) bodong (1) bohong (2) bolos (1) bonceng (1) bromhidrosis (1) Buang Air Besar (BAB) (1) buat mp3 (1) budaya (1) buku (2) buruk sangka (2) catatan ramadan (4) celoteh jalanan (1) ceramah (1) chatting (1) chemistry (1) cht (1) Cicada (1) Colt T 120 (1) corona virus (1) Covid 19 (1) cukai (1) curhat (5) defensive driving behavior development (1) dering (1) desibel (2) diary (1) durasi waktu (1) durno (1) ecrane (1) etiket (17) fashion (2) feri (1) fikih jalan raya (1) fikih lalu lintas (1) fiksi (2) filem (1) flu (1) gandol (1) gaya (1) ghasab (1) google (1) guru (2) guyon (1) hadrah (1) handphone (1) Hella (1) hemar air (1) Hiromi Sinya (1) humor (2) IAA (1) ibadah (2) identitas (1) ikhlas (1) indihome (1) inferior (1) jalan raya milik bersama (1) jamu (1) jembatan madura (1) jembatan suramadu (2) jenis pekerjaan (3) jiplak (2) jual beli suara (1) Jujur (3) Jujur Madura (1) jurnalisme (1) jurnalistik (3) KAI (1) kansabuh (1) Karamaian (1) karcis (1) Karina (1) Karma (1) Kartun (1) kebiasaan (5) kecelakaan (2) kehilangan (1) kenangan di pondok (1) Kendaraan (2) kereta api (1) keselamatan (1) khusyuk (1) kisah nyata (7) Kitahara (1) kites (1) klakson (1) klakson telolet (1) kode pos (2) kopdar (2) kopi (1) kormeddal (19) korupsi (2) KPK (1) kuliner (2) L2 Super (2) lainnya (2) laka lantas (1) lakalantas (1) lampu penerangan jalan (1) lampu sein (1) layang-layang (1) lingkungan hidup (3) main-main (1) makan (1) makanan (1) malam (1) mandor (1) Marco (1) masjid (1) Mazda (1) MC (1) menanam pohon (1) mengeluh (1) menulis (1) mikropon (1) mimesis (1) mirip Syahrini (1) mitos (1) modifikasi (1) money politic (1) Murattal (1) musik (1) nahas (1) napsu (1) narasumber (1) narsis (1) Natuna (1) ngaji (1) niat (1) Nokia (1) nostalgia (2) Orang Madura (1) Paimo (1) pandemi (1) pangapora (1) paragraf induktif (1) parfum (1) partelon (1) pasar (1) pekerjaan idaman (1) pemilu (1) peminta-minta (1) penata acara (1) pendidikan (1) pendidikan sebelum menikah (1) penerbit basabasi (1) pengecut (1) penonton (1) penyair (1) penyerobotan (1) Pepatri (1) perceraian (2) Perempuan Berkalung Sorban (1) perja (1) perjodohan (1) pernikahan (1) persahabatan (1) persiapan pernikahan (1) pertemanan (1) pidato (1) plagiasi (2) plastik (1) PLN (1) pola makan (1) poligami (1) polisi (1) politik (1) polusi (1) polusi suara (2) Pondok Pesantren Sidogiri (1) ponsel (2) popok (1) popok ramah lingkungan (1) popok sekali pakai (1) PP Nurul Jadid (1) preparation (1) profesional (1) PT Pos Indonesia (1) puasa (5) publikasi (1) puisi (2) pungli (1) Qiraah (1) rasa memiliki (1) rekaan (1) rempah (1) ringtone (1) rock (1) rokok (1) rokok durno (1) rumah sakit (1) Sakala (1) salah itung (2) salah kode (3) sanad (1) sandal (1) santri (1) sarwah (1) sastra (1) sekolah pranikah (1) senter (1) sepeda (3) sertifikasi guru (1) sertifikasi guru. warung kopi (1) shalat (1) shalat dhuha (1) silaturahmi (1) silaturrahmi (1) siyamang (1) SMS (1) sogok bodoh (1) sopir (1) soto (1) sound system (1) stereotip (1) stigma (1) stopwatch (1) sugesti (1) sulit dapat jodoh (1) Sumber Kencono (1) Sumenep (1) suramadu (1) syaikhona Kholil (1) syawalan (1) takhbib (1) taksa (1) tamu (2) Tartil (1) TDL (1) teater (1) teknologi (2) telkomnet@instan (1) tengka (1) tepat waktu (1) teror (3) tertib lalu lintas (28) The Number of The Beast (1) tiru-meniru (1) TOA (2) tolelot (1) Tom and Jerry (2) tradisi (1) tradisi Madura (4) transportasi (1) ustad (1) wabah (1) workshop (1) Yahoo (1) Yamaha L2 Super (1)

Arsip Blog