Sepulang dari arah Pamekasan, persis di sebelah tugu batas Kabupaten Sumenep di daerah Kaduara, Hendra dicegat sekelomok orang berseragam coklat, polantas. Mereka menanyakan Surat Izin Mengemudi (SIM) dan Surat Tanda Nomor Kendaraan Bermoror (STNKB) kendaraan yang dia bawa. (Oya, mereka itu menyebutnya “STNK”, dan kami terbiasa memangkasnya jadi “STN” saja).“Baik, Pak, Terima kasih!”, kata Pak Pol itu seraya mengembalikan surat-surat begitu semua yang Hendra sodorkan lengkap (Bahkan,
Di tengah perjalanan, kira-kira beberapa kilometer dari tempat operasi tadi digelar, Hendra berpapasan dengan kawannya, Zubair, yang rupanya hendak pergi ke arah Talang. Zubair tidak pakai helm. Dia tidak yakin hari ini ada polisi karena bukan hari Selasa/Sabtu (Pasaran Keppo). Sayangnya, Hendra tak sempat memanggil Zubair saat berpapasan karena dia melaju agak kencang. Hendra segera menepikan kendaraan dan mengeluarkan HP-nya lalu tit…tuut. tit..tuutut… Dia memencet keypad HP-nya untuk memanggil si Zubair.
Tulalit…
(Tulalit pertama sih tidak heran. Sebab, operator yang dia pakai ini kalau dibuat manggil selalu saja didahului dengan “Tulalit” sebagai tegur sapa, dan terkadang iklan tertulis “Network Busy/Jaringan Sibuk”. Kalau nelepon dan langsung nyambung,,, nah, ini yang baru layak untuk diherankan)
Tulalit…
Tulalit….
Karena gak bisa-bisa, akhirnya Hendra SMS saja. SMS biasanya langsung terkirim dan lebih mudah masuk meskipun mungkin tidak segera direspon si penerima. “
Di Kaduara
Betul seperti diduga, Zubair kena tilang dengan dakwaan mengendarai sepeda motor tanpa membawa SIM dan tidak pakai helm. Persis ketika dia duduk bersama polisi di bawah payungan untuk menandatangani
Titit…. Titit….. (maklum, monofofofofonik)
“
Dengan air muka tenang, Zubairi masih sempat membalas SMS itu begini:
“Oke, thanks Kawan. Nih aku lagi sama dia! Bye....”
Tidak ada komentar:
Posting Komentar