Saya mengusulkan agar dia membaca bacaan/amalan yang populer saja di kalangan santri, tentu dengan Al-Fatihah secara khusushan.. (bi barakat-“il Fatihah”; dan tentu bukan bi barakat-“il Baqarah”: karena bisa dower tuh bibir jika dibaca dalam sekali duduk).
Tampaknya, dia kurang mantap karena bacaan yang saya usulkan itu terlalu populer, bukan sejenis amalan yang ada Bahasa Ibrani atau Bahasa Suryani-nya, atau juga bacaan “tidak populer’ lain yang tidak dikenalnya. Namun, saya yakinkan bahwa saya sudah mencobanya dulu. Spontan, keyakinannya berubah. Kini dia menjadi lebih mantab (pakai “b”).
Nah, itulah sugesti! Betapa hebat sugesti! Amalan Surat Yasin dan Shalawat Nariyah merupakan amalan populer; tetapi dari mana silsilah kaifiyah itu, nah, itulah persoalannya. Ternyata sanad dalam silsilah itu penting untuk nilai kemantapan dan keyakinan bagi seseorang. Orang yang lemes karena kurang darah, lalu saya sarankan untuk beli tonikum, akan beda kualitas sanadnya jika kaifiyah itu ia terima dengan sanad dari dokter. Nah, keyakinan sejenis itu sudah cukup menjadi 50% obat. Begitu saya kira. Kaifiyah “tonikum” yang saya sampaikan itu “saran”, tetapi apa yang dokter sampaikan itu mengandung unsur “sugesti”, meskipun yang disampaikan sama-sama tentang “tonikum”. Namun, jika kaifiyah tersebut bukan berupa tonikum: anggaplah kaifiyah membaca Surat Yasin 3 kali, maka kenyataan akan berbalik.
Tetapi, bukan apa yang saya sampaikan di atas itu persoalannya, melainkan adalah: jika seorang pasien datang ke dokter dan dia berobat lalu membeli resep; jika seseorang sowan (cabis dalam Bahasa Madura) pada seorang kiai wajhan bi wajhin (tatap muka) dan dia cabis; lalu bagaimana jika sowannya jarak jauh? Ya, tentu sowan tetap berlangsung: sowan pakai telepon, pakai messenger (pakai YM atau GTalk) dan cabisnya pun bisa pakai pulsa atau transfer langsung ke rekening.
Sekarang, kita masih merasa aneh dan tabu dengan hal itu. Tak lama lagi, ia akan menjadi lazim. Bersiaplah menghadapi era modern, modern yang "miring" ini…
2 komentar:
kok tidak pernah cerita bagaimana jadi penyambung lidah berita kematian seperti yang biasa lewat sms itu, pasti akan lebih seru.
hahaha...
lora..lora..
dikau ada-ada sajah!
huahaaha...
tapi, aku sepakat dengan "pemahaman" mu itu.
memang..
memang..
tetapi, memang masih adakah lora "helap"?
bukankah zaman sudah miring sejak jaman bahula?
cuma, di modern ini, miringnya bukan miring mitologis, namun miring rasionalis?
hehehe...
salam Lora,
meski gk tau kepetuk
tapi aku sering dengar namamu disebut-sebut..
sekali waktu, aku pernah melihat dari belakang, saat kau melaju dengan onthel antikmu dulu itu, hehe...
aku yakin, itu pasti gara2 aku tersugesti cerita tentangmu. Makanya, jadi seperti melihatmu, hehehehe..
salam kenal, gus!
http://tamam-inspirati.blogspot.com
Posting Komentar