22 November 2017

"Ikut Sampai Depan!"

Sejak dulu, saya sering nunut orang yang sedang bersepeda motor sendirian. Ada yang mau, ada yang menolak. Kalau mau tentu senang, kalau ditolak, ya, harus sabar, tidak perlu baper. Ingat, kan, sama setiap ending film televisi Hulk? Lakonnya pasti selalu ditolak setiap kali mencegat mobil tumpangan.

Semasa kuliah, dulu, saya sering bawa ransel besar. Salah satu isinya adalah helm (helm dulu itu kecil, kayak helm proyek, enggak seperti helm SNI yang gede seperti zaman sekarang). Malah kadang enggak ada buku di ransel itu. Kalau dapat rezeki tumpangan ke jalan besar, saya akan segera memasangnya. Ah, naik sepeda motor itu ternyata tidak perlu beli motor. Modal helm dan sedikit pede ternyata juga bisa.

Terakhir saya lakukan nunut orang itu di Kamal, tahun lalu. Kata kuncinya adalah “ikut, Mas/Pak, sampai depan!”. Rupanya, frase “sampai depan” ini jauh lebih efektif daripada satu kata “ikut!” saja. Frase “sampai depan” menandakan kita hanya mau nunut tapi tidak jauh, tidak sampai melintasi hutan-hutan yang mungkin akan membuat seseorang itu berpikiran bahwa kita ini bukan orang baik-baik.

Tanggal 30 Oktober lalu, kejadian seperti itu saya alami lagi. Saat itu, kami terjebak antrian panjang di Blega karena perbaikan Jembatan Sempar yang belum kelar. Antriannya sampai ke SPBU. Saya langsung turun dan melihat-lihat. Mobil bergerak pelan, tapi masih lebih cepat langkah saya. Saya pesan kepada Aploh, sepupu yang menjadi teman duduk saya di jok depan mikrobis ELF yang kami sewa, "Ploh, Nanti aku naik dari jembatan."

Perbaikan jembatan secara bersamaan di beberapa titik jalur selatan Madura (dan hanya satu titik di jalur utara) membuat jarak dari rumah saya di Sumenep seakan semakin jauh ke Surabaya. Malam itu, kami pergi secara rombongan  menuju Bandara Juanda. Ada 65 orang semuanya, diangkut dengan bis ¾ (medium), 1 Isuzu ELF panjang, dan beberapa mobil. Penerbangan pukul 6 pagi. Kata kunci dari Hassan selaku kordinator: harus subuhan di masjid bandara.

Sembari melihat arus yang tersendat, saya pindah ke sisi utara, mengambil kamera, dan mulai mengintai mobil-mobil yang akan menyerobot dari arah timur. Saya ingin tahu teknik melanggar ala mereka serta bagaimana cara mereka bermanis muka jika nanti kres dengan mobil dari arah depan, dan bagaimana pula trik dan tips ngeles dengan cara masuk kembali ke barisan atau menyingkir ke bahu jalan. Itu inti mengapa saya turun dari kabin ELF.

Tak terasa, saya melangkah lumayan jauh, hingga di PLN Blega. Arus masih tertahan. Lanjut lagi, saya melangkah sampai persis di jembatan. Kemudian, dengan santainya, saya duduk di gardu, bersama beberapa orang yang tampaknya memang haus hiburan, yaitu orang-orang yang menikmati kemacetan sebagai tontonan.

Ada yang bergerak-gerak. Saat merogoh tas, eh, ada panggilan, dan sudah beberapa kali. Ternyata, suara panggilan tidak terdengar dan getar vibrator HP tidak terasa. Agak berisik mungkin sebabnya.

Saat saya telepon balik, ternyata mobil rombongan sudah ada di Indomaret, jauh agak ke selatan, sudah mendekati jembatan yang dekat pasar.

"Mana?"
“Masih di jembatan.”
“Wah, kami menunggu dari tadi, hampir saja kami tinggal.” [1]
“Oh, tunggu...”

Saya agak panik. Kalau jalan kaki, ya, lumayan jauh dan pasti banyak mengulur waktu, kalau ikut angkutan, pasti enggak ada karena kala itu tengah malam, kalau cari ojek, enggak rasional, ojeknya belum tentu ada dan belum tentu mau karena jarakya terlalu dekat.

Kebetulan, ada seorang bapak-bapak melintas dengan motor Mio. Kebesaran tubuhnya membuat Mio itu jadi kayak sepeda anak balita roda tiga.

"Pak, ikut sampe depan!"

Berbarengan dengan saat ia menoleh, saya langsung duduk di sadelnya. Susah juga kalau harus nunggu jawaban dan neko-neko. Saya kira, ungkapan “sampe depan” itu sudah cukup ampuh untuk membuatnya luluh, menerima saya sebagai pemboncengnya. Bapak itu jelas tidak tahu, di manakah yang dimaksud 'depan’ itu, tapi terbukti dia mau.

Intinya begini. Adapun tips atau cara menghentikan sepeda motor yang melintas, dapat digunakan;

1. Menggubit (melambaikan tangan seperti memanggil-manggil orang di kejauhan)
2. Mengangkat tangan kanan dengan jari mengembang
3. Mengangkat tangan dengan menunjukkan jempol

Pokoknya, jangan melakukan penyetopan dengan cara menghadang di tengah jalan dengan kedua kaki mengangkan karena itu cara alay. Atau, lebih-lebih, jangan lakukan penghadangan dengan senapan atau senjata tajam karena nanti Anda akan diduga perampok.

Setelah mereka berhenti, segera ucapkan rapalan di atas, "Pak/Mas, mau ikut/nunut sampai depan!". Saya semakin yakin, bahwa frase “ikut sampai depan” itu memang efektif sebagai kata kunci untuk menumpang, meskipun ambigu. Saya sudah melakukannya beberapa kali. Kalau kita menyebut nama tempat secara spesifik, tumpangan mungkin ogah dan boleh jadi masih akan ada debat di antara kita. Jadi, gunakan kata “depan sana” atau “sampe depan saja” kalau Anda mau cari tumpangan gratisan di saat terdesak. Insya Allah, orang asing pun pasti mau, asal saja tampang Anda (yang cowok) tidak mencurigakan laksana perampok dan orang yang mau Anda ikuti itu adalah seorang gadis remaja.




[1] Ancaman “hampir saja mau ditinggal” ini serius akarena kami terancam hangus tiket untuk 65 penumpang Citilink di pemberangkatan pukul 06.00 dari Juanda – Balikpapan 

Tidak ada komentar:

Entri Populer

Shohibu-kormeddaL

Foto saya

Saya adalah, antara lain: 6310i, R520m, Colt T-120, Bismania, Fairouz, Wadi As Shofi, Van Halen, Puisi, Hard Rock dll

Pengikut

Label

666 (1) Abdul basith Abdus Shamad (1) adi putro (1) adsl (1) Agra Mas (1) air horn (1) akronim (1) Al-Husari (2) alih media (1) Alquran (1) amplop (1) Andes (1) Android (1) anekdot (3) aula asy-syarqawi (1) Bacrit (2) bahasa (5) baju baru (1) baju lebaran (1) Bambang Hertadi Mas (1) bani (1) banter (1) Basa Madura (1) basabasi (1) batuk (1) bau badan (1) bau ketiak (1) becak. setiakawan (1) belanja ke toko tetangga (1) benci (1) bis (3) bismania (2) BlackBerry (1) Blega (1) blogger (2) bodong (1) bohong (2) bolos (1) bonceng (1) bromhidrosis (1) Buang Air Besar (BAB) (1) buat mp3 (1) budaya (1) buku (2) buruk sangka (2) catatan ramadan (4) celoteh jalanan (1) ceramah (1) chatting (1) chemistry (1) cht (1) Cicada (1) Colt T 120 (1) corona virus (1) Covid 19 (1) cukai (1) curhat (5) defensive driving behavior development (1) dering (1) desibel (2) diary (1) durasi waktu (1) durno (1) ecrane (1) etiket (17) fashion (2) feri (1) fikih jalan raya (1) fikih lalu lintas (1) fiksi (2) filem (1) flu (1) gandol (1) gaya (1) ghasab (1) google (1) guru (2) guyon (1) hadrah (1) handphone (1) Hella (1) hemar air (1) Hiromi Sinya (1) humor (2) IAA (1) ibadah (2) identitas (1) ikhlas (1) indihome (1) inferior (1) jalan raya milik bersama (1) jamu (1) jembatan madura (1) jembatan suramadu (2) jenis pekerjaan (3) jiplak (2) jual beli suara (1) Jujur (3) Jujur Madura (1) jurnalisme (1) jurnalistik (3) KAI (1) kansabuh (1) Karamaian (1) karcis (1) Karina (1) Karma (1) Kartun (1) kebiasaan (5) kecelakaan (2) kehilangan (1) kenangan di pondok (1) Kendaraan (2) kereta api (1) keselamatan (1) khusyuk (1) kisah nyata (7) Kitahara (1) kites (1) klakson (1) klakson telolet (1) kode pos (2) kopdar (2) kopi (1) kormeddal (19) korupsi (2) KPK (1) kuliner (2) L2 Super (2) lainnya (2) laka lantas (1) lakalantas (1) lampu penerangan jalan (1) lampu sein (1) layang-layang (1) lingkungan hidup (3) main-main (1) makan (1) makanan (1) malam (1) mandor (1) Marco (1) masjid (1) Mazda (1) MC (1) menanam pohon (1) mengeluh (1) menulis (1) mikropon (1) mimesis (1) mirip Syahrini (1) mitos (1) modifikasi (1) money politic (1) Murattal (1) musik (1) nahas (1) napsu (1) narasumber (1) narsis (1) Natuna (1) ngaji (1) niat (1) Nokia (1) nostalgia (2) Orang Madura (1) Paimo (1) pandemi (1) pangapora (1) paragraf induktif (1) parfum (1) partelon (1) pasar (1) pekerjaan idaman (1) pemilu (1) peminta-minta (1) penata acara (1) pendidikan (1) pendidikan sebelum menikah (1) penerbit basabasi (1) pengecut (1) penonton (1) penyair (1) penyerobotan (1) Pepatri (1) perceraian (2) Perempuan Berkalung Sorban (1) perja (1) perjodohan (1) pernikahan (1) persahabatan (1) persiapan pernikahan (1) pertemanan (1) pidato (1) plagiasi (2) plastik (1) PLN (1) pola makan (1) poligami (1) polisi (1) politik (1) polusi (1) polusi suara (2) Pondok Pesantren Sidogiri (1) ponsel (2) popok (1) popok ramah lingkungan (1) popok sekali pakai (1) PP Nurul Jadid (1) preparation (1) profesional (1) PT Pos Indonesia (1) puasa (5) publikasi (1) puisi (2) pungli (1) Qiraah (1) rasa memiliki (1) rekaan (1) rempah (1) ringtone (1) rock (1) rokok (1) rokok durno (1) rumah sakit (1) Sakala (1) salah itung (2) salah kode (3) sanad (1) sandal (1) santri (1) sarwah (1) sastra (1) sekolah pranikah (1) senter (1) sepeda (3) sertifikasi guru (1) sertifikasi guru. warung kopi (1) shalat (1) shalat dhuha (1) silaturahmi (1) silaturrahmi (1) siyamang (1) SMS (1) sogok bodoh (1) sopir (1) soto (1) sound system (1) stereotip (1) stigma (1) stopwatch (1) sugesti (1) sulit dapat jodoh (1) Sumber Kencono (1) Sumenep (1) suramadu (1) syaikhona Kholil (1) syawalan (1) takhbib (1) taksa (1) tamu (2) Tartil (1) TDL (1) teater (1) teknologi (2) telkomnet@instan (1) tengka (1) tepat waktu (1) teror (3) tertib lalu lintas (28) The Number of The Beast (1) tiru-meniru (1) TOA (2) tolelot (1) Tom and Jerry (2) tradisi (1) tradisi Madura (4) transportasi (1) ustad (1) wabah (1) workshop (1) Yahoo (1) Yamaha L2 Super (1)

Arsip Blog