Suatu saat, saya belanja di sebuah supermarket di Jl.Diponegoro Sumenep.
Ini supermarket lokal. Mudah mencirikan supermarket atau swalayan lokal; awaknya itu, gak kayak umumnya personel swalayan/supermarket luar yang cari rezeki di sini. Biasanya, tampak agak serius dikit dan agak cuek sama pembeli. Hebatnya lagi: kasirnya tuh bisa marah-marah sama konsumen (apalagi konsumen udik alias dhisa'an yang salah-salah jika bertanya).
Setelah saya memperoleh barang yang saya cari, dengan harga Rp.2400, saya ambil itu barang dan saya bawa ke kasir dengan uang 5000 perak. Kembalian Rp.2500. Lho? Kurang 100 rupiah kan? 100-nya berwujud gula-gula (manisan).
Saya gak mau terima gula-gula itu sambil berkata, "Maaf mbak, gigi saya sakit. Saya ndak bisa makan manisan. Saya minta receh 100-an saja.''
Saya mengatakan ini karena saya melihat dengan mata kepala saya sendiri masih banyak uang receh yang ada di dalam kotak mesin kasir dia. "Lagian mbak, sejak kapan gula-gula telah resmi menjadi mata uang rupiah yang baru?'' tambah saya sebagai hidangan penutup dalam kesempatan siang itu.
(Bagi Anda yang menerima uang kembalian permen/manisan, tolaklah jika memang tidak suka. Kalau diterima, ya, telan saja gak perlu pakai gerutu! Kalau masih menggerutu, berarti Anda nggak terima/ndak rela sama transaksi itu, kan? Kalau gak rela, sahkah hukum jual-beli itu? Ijab-kabulkah? Nah,, LHO??!$#&^%*)
ini juga mata uangnya!
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
4 komentar:
ma' gagal terros a komentar...
sakit gigi itu meggy z, klo faizi z gem janggem
Kembalian permen melanggar UU Bank Indonesia!
http://bisniskeuangan.kompas.com/read/2010/02/12/15181313/Kembalian.dengan.Permen.Ayo.Pidanakan
cetak berita ini dan simpan di dompet!
Iya, aku sampe' bosen kalau dapat kembalian permen.
@Musthov:
kalau di Norway, apa ada kasus macam ini juga? Kok tiba-tiba komentar di sini?
Posting Komentar